Sabtu, 05 Februari 2011

SAKIT PINGGANG DISEMBUHKAN

Membaca judul naskah ini, mungkin pembaca mengira bahwa pe-nulis seorang medis, dan mungkin juga seorang dokter. Sebenarnya penu-lis awam dalam pengetahuan medis, lihat saja judul naskah ini, ada tertera “sakit pinggang”, sakit pinggang adalah kata yang aneh bagi orang medis. Dan penyakit sakit pinggang DUS penulis juga tidak tahu apa penyebab-nya.
DUS sesudah berumur 40 tahun, penyakitnya bermacam-macam yang muncul, seperti diceriterakan pada halaman sebelum tulisan ini.
Suatu pagi DUS mengeluh karena sakit di pinggang. Untuk meng-obati sakit pinggang DUS, penulis memakai tablet neoralgin, yang pernah dilihat penulis digunakan orang lain, dan kebetulan ada pula di rumah. Lalu penulis menyuruh DUS menelan neuralgin itu. Sesudah menelan obat neoralgin, kira-kira 15 menit kemudian, pagi itu juga DUS merasa sakitnya sudah berkurang, dan ia langsung pergi ke sekolah untuk mengajar. Sam-pai sore ia mampu menahan rasa sakitnya. Keesokannya, paginya kembali ia merasakan sakit di pinggang. Diberikan lagi neoralgin, ternyata berku-rang juga sakitnya. Menggunakan neoralgin lama-kelamaan tidak mempan lagi. Rupanya neoralgin fungsinya hanya mengurangi rasa sakit, bukan untuk mengobati.
Sakit pinggang DUS, biasanya kumat pada pagi hari. Sakit di pagi itu menyebabkan penulis mengajak DUS periksa ke dokter pada sore hari, tetapi ia tidak mau. Ketidakmauan DUS, penulis mengira soal uang. Supa-ya tidak banyak mengeluarkan, penulis mengajak DUS berobat ke Puskes-mas, juga ia tidak mau. Rupanya teman-temanya di sekolah menceritakan tentang sakit pinggang orang lain. “Jangan-jangan ibu sakit ginjal. Kalau sakit ginjal harus dioperasi,” kata seorang guru. Mendengar kata operasi itulah sebabnya DUS tidak mau ke dokter. Ia trauma mengingat operasi tumor dahulu. “Biar sudah, mati saja daripada dioperasi lagi,” katanya. Penulis tentu bingung, tidak tahu lagi apa yang dibuat. Dan sakitnya makin menjadi-jadi, kumatnya yang semula hanya pagi saja, lama-kelamaan dari pagi sampai sore, sakit terus-menerus. Penulis hanya mampu mengucap-kan sabar, sambil mengelus-elus yang sakit, mulai dari pinggang sampai perut, bahkan di punggung juga dielus . Sekali peristiwa, ketika mengelus pada bagian bawah perut, DUS berteriak, “Sakit,” katanya. Penulis terke-jut, hanya dielus koq, DUS berteriak, tetapi dengan teriakan DUS itu, penulis berpikir, apanya yang sakit? Penulis mencoba pelan-pelan meraba pada bagian, yang katanya sakit itu. Sambil meraba-raba pada bagian sakit itu, pelan-pelan penulis mekankan jari, jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis. Andainya, apabila DUS berteriak karena sakit, sakit kena jari penu-lis, jari penulis akan ditarik, demikian pikir penulis. Dan meraba itu dimulai dari bawah perut hingga pinggang. Kata DUS, rasanya lega di pingnggang kalau diraba. Lama-kelamaan DUS berkurang rasa sakitnya; bahkan ia tenang kena rabaan jari penulis. Ketika penulis meraba bagian bawah perut DUS, dengan tidak sengaja penulis menemukan seperti ben-jolan sebesar pisang ambon, dan panjangnya sama dengan pisang emas. Benjolan itu sepertinya usus, lalu penulis tekan pelan-pelan benjolan itu ke bagian atas, karena penulis mengira benjolan itu, usus. Dan DUS tidak merasakan sakit.. Selanjutnya penulis tidak lagi menamakan raba, meraba yang sakit, tetapi dinamai urut secara perlahan sampai benjolan hilang.
Pada suatu kali, pada pagi hari DUS mengalami sakit pinggang la-gi. Penulis mempersilakan DUS masuk kamar, lalu penulis mengurut ping-gang lalu ke perut. Sembuh lagi, dan ia berangkat lagi ke sekolah untuk mengajar. Sore, ketika ia masak di dapur, DUS kembali merasa sakit. Yah, seperti dibuat semula, langsung diraba perutnya, karena benjolan itu pada perut, tidak pada pinggang. Hanya sebentar diururt, sudah sembuh lagi. Beberapa kali penulis memperhatikan DUS di dapur, apa yang diper-buatnya. Ketika ia mengangkat dandang pemasak air, air untuk diisi ke thermos, dan sebagian untuk air mandi dua orang, pada saat itulah kambuh sakit pinggang DUS. Penulis menyimpulkan, sakit pinggang DUS bermula dengan mengangkat dandang, dandang diangkat sembarangan, semba-rangan dalam arti, mengangkat dengan tidak sungguh-sungguh. Sambil berjalan dandang disambar, lalu dinakkan ke kompor. Seperti mengangkat barbel, mengangkat dengan tidak siap fisik. Sekali langkah salah, atau hsilaf, efeknya kemudian hari, berat.
Karya penulis, tentu penulis merasa bahagia karena penulis berha- sil mengobati sakit pinggang DUS. Penulis katakana kepada DUS, kalau tidak bersama dengan saya, maka penyakit DUS tidak akan ditemukan. DUS tidak menerima kata-kata penulis, “Bukan Bapak yang mengobati saya, tetapi melalui tangan Bapak, Tuhan menyembuhkan penyakit saya,” kata DUS. Ucapan DUS itu ada benarnya, dan kami selalu berdoa apabila ada keluarga ditimpa penyakit, apalagi penyakit yang berat, Tuhanlah yang menuntun tangan penulis.
Memang mengobati itu, mengobati bagaimana, seperti penulis ke- mukakan, tidak dapat menjelaskan proses penyembuhannya, tetapi mem-baca tentang pengertian hernia, hernia à menonjolnya suatu alat tubuh atau jaringan ke permukaan tubuh atau ke rongga lain melalui lubang a-tau saluran abnormal: burut. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Ba-hasa, 2008, Edisi IV, Departeman Pendidikan Nasional) apakah yang di-sebut penulis benjolan sebelah bawah perut, sebagai awal terjadinya bu-rut? Tentang burut, penulis terobsesi dari penderitaan teman akrap penulis, yaitu: Teman yang memang ada burutnya, ia menumpang/naik sedan VW, tiba-tiba sedan itu terperosok ke got (parit), lalu teman akrab itu, yang adalah guru olahraga, mengangkat bemper sedan itu untuk mengeluarkan sedan dari got, keluar memang, tetapi teman itu langsung dibawa ke rumah sakit, karena burutnya mendadak sakit. Setibanya di rumah sakit, teman itu langsung dioperasi dan dirawat selama dua minggu.
Adapun sakit pinggang, untuk menambah perbendaharaan tentang sakit pinggang itu, pada kesempatan ini turut dilampirkan, tentang keluar-ga penulis, perempuan yang sakit pinggang.
Pada suatu hari penulis dengan DUS berkunjung ke Serang, seti-banya di Serang, kami lihat kemanakan sudah siap berangkat. Penulis ber-tanya, hendak ke mana kamu? Jawabnya, “Dirontgen ke Tangerang, mung-kin tulang pinggangku sudah patah, ongkos rontgennya saja satu juta dua ratus, sekali rongten.” Pernahkah kamu jatuh, atau dipukul orang ping-gangmu?, lagi tanya penulisi. “Tidak.” jawab kemanakan itu. Kalau begitu, sepulang kamu dari Tangerang nanti, saya akan urut.
“Bagaimana kam (kam maksudnya adalah ‘kau’, kata kau dipang-gilkan kepada orang lebih tua, apalagi kepada orangtua, dianggap tidak sopan, kalau menyebut kau) bikin?” tanya anak itu. Yah, berangkatlah kau, ajak penulis..
Sebenarnya selaku ayah, mengurut anak perempuannya, pantang benar, tetapi karena anak itu (kemanakan) merasa sakit, ia mau saja nanti diurut penulis.
Kira-kira 1½ jam kemudian anak itu sudah kembali dari rontgen, penulis tahu bahwa ia akan sungkan kalau penulis urut, sungkan karena ya, itu, pantang. Oleh sebab itu, sekembalinya dari rontgen itu, penulis berka-ta, kau sudah siap? Kalau sudah siap, kamu pakai kain sarung. Ia tidur te-lentang di bangku panjang, lalu penulis raba pada bagian yang dianggap ada benjolan. Ternyata pada perut bagian kanannya ada benjolan, tetapi benjolan itu tidak seperti DUS, kalau DUS seperti pisang ambon, se-dangkan kemanakan itu benjolannya sebelah kanan, sebesar buah kemiri, ada tiga buah. Benjolan tiga buah itu, penulis dorong pelan-pelan ke ba-gian atas perut hingga benjolan hilang. Penulis tanya, masih ada sakit? Jawabnya, “Tidak, saya tidak lagi ke Tangerang, karena saya merasa pe-nyakit sudah sembuh.” Ya, tetapi saya harap jangan lagi mengangkat-angkat yang ……., belum habis penulis berbicara, langsung kemanakan itu menangkis, “Saya tidak ada mengangkat apa-apa, ada yang membantu.” Walaupun ia menangkis, tetapi penulis mengamati tentang apa dikerja-kannya. Kira-kira pukul 9.00 pagi kemanakan itu mengeluh karena sakit di pinggang. Penulis melihat kemanakan itu datang dari luar rumah, lalu penulispun keluar rumah, ternyata ia mengangkat pot bunga yang beratnya 5 kg lebih. Singkat ceritera, yang kebetulan suaminya sedang pulang dari bekerja, dan ia menegur isterinya, “Mengapa tidur di depan matengah (ma-ma tengah = om tengah) ini. Lalu penulis jelaskan hal penyakit isterinya.

Hal benjolan itu, kalau DUS benjolannya memang pindah-pindah, kadang di sebelah kanan, sebelah kiri, kadang di tengah perutnya.

1 komentar:

  1. Terima kasih sharing2 informasinya mas sngat bermanfaat sekali ...
    barusan tadi baca2 artikel disini http://www.tanyadok.com/artikel-konsultasi/nyeri-pada-belakang-pinggang-kanan-sakit-ginjal-kah sekarng sudah mulai cukup paham..

    BalasHapus