Sabtu, 05 Februari 2011

MENDERITA KARENA TIDAK TAHU ADA TUMOR

Suatu pagi isteri bertanya kepada penulis, “Apa yang menonjol ini,” kata DUS, seraya isteri menunjukkan benjolan itu pada sebelah kiri perutnya. Saya tidak tahu, besok kita ke dokter, kata penulis. Ternyata be-soknya benjolan itu hilang yang membuat kami tidak jadi ke dokter. Te-tapi, keesokan harinya, pagi-pagi DUS lagi menyampaikan, “Ada lagi muncul benjolan, sebelah kiri perut dan sakit sekali, sakit itu terasa menja-lar ke pinggang,” Sorenya kami pergi ke dokter di Melati, dokter yang sebelumnya membuka praktek di Cigombong, dan selanjutnya ia pindah di Melati. Dokter itu memeriksa DUS di kamar periksanya, sedangkan penu-lis tinggal di luar. Penulis tidak tahu apa yang dibicarakan dokter dengan DUS, lalu dokter memberikan obat, obat apa yang diberikan, juga tidak diketahui penulis. Setibanya DUS di luar, kami langsung pulang. Di rumah obat ditelannya dan kami terus tidur. Dua minggu kemudian, benjolan muncul lagi dan DUS merasa sakit sekali, sakitnya seperti menjalar dari perut ke pinggang. Sorenya kami kembali ke dokter itu juga. Diberikannya obat, lalu kami pulang. Penulis mencoba melihat obat itu, ada tiga macam, satu di antaranya bernama neoralgin, sedangkan yang lain berupa tablet, tidak ada namanya. Selama sepuluh hari, tidak ada rasa sakit, tetapi benjolan itu kalau diraba, ada. Tepat empat hari kemudian, muncul lagi sakit. Penulis katakan, besok kita ke dokter lagi. DUS memberontak men-dengar kata, besok ke doter lagi. “Saya tidak mau lagi ke dokter itu,” kata DUS. Penulis membujuk, kita harus bersabar, kita ke dokter lagi dengan membawa catatan, dicatat bagaimana sakitnya dan menjalarnya. Dengan ajakan itu, DUS mau lagi ke dokter itu, dan sekali ini dengan penulis ma-suk ke ruangan periksa. Catatan diserahkan, rupanya catatan itu dianggap tidak perlu, sebab penulis melihat, dokter mengabaikan surat itu, dan ia langsung berbicara, ”Ibu ini, mungkin sakit ginjal, selain obat yang saya berikan, coba meminum rebusan daun kumis kucing, atau air rebusan daun belimbing.” Mendengar saran dokter, penulis bergegas mencari dan mere-bus daun kumis kucing. Setelah dingin, lalu penulis memberikannya ke-pada DUS. Dicicipinya, ia muntah, “Pahit,” katanya. Penulis demontrasi, penulis menenggak rebusan daun kumis kucing itu, habis satu cangkir. Ka-lau dirasa-rasa, tentu rasa pahit, jangan dirasa-rasa, minum dengan iman, kata penulis, akhirnya DUS mau meminum air rebusan daun kumis kucing itu. Anehnya, yang selama ini, apabila penulis memakan ikan goreng, badan penulis gatal-gatal, alergi, tetapi sejak meminum rebusan daun ku-mis kucing itu, penulis tidak alergi lagi.
DUS sudah beberapa kali berobat ke dokter, tetapi benjolan tetap ada dan terasa sakit setiap pagi. Kami berbincang-bincang, karena ibu yang sakit, kami sepakat kalau dokter perempun yang dituju, lebih cocok. Kebetulan dokter yang memberi obat malaria kepada anak kami, dahulu, isterinya yang juga dokter, sudah datang. Kami pergi ke praktek dokter itu. Ibu saya menceriterakan hal sakitnya, yang akhirnya dokter mengirimnya ke RSUP Dok II, Jayapura, dan dokter itu memang bekerja di Jayapura. Olehnya, Isteri saya, DUS diterapi pemanasan, Sempat dua kali terapi pe-manasan, hasilnya tetap sama; tidak ada perubahan.
Karena DUS setiap pagi mengeluh sakit terus-menerus, teman-teman gurunya menganjurkan agar DUS diperksakan ke dokter O. DUS setuju dan penulis juga setuju, lalu hari Senin sore kami pergi ke praktek dokter O. Setiap orang mau berobat ke dokter O itu, disuruh mencatat na-manya di buku, ternyata kami lihat bahwa sampai untuk Selasa malam, su-dah penuh. Selanjutnya kami catat di buku untuk hari Rabu, dan jamnya pada pukul 7.00 malam, sebab tempat tinggal kami jauh dengan tempat praktek dokter.
Untuk keperluan pemeriksaan, yang dianggap penulis perlu, penu-lis menyiapkan catatan, bagaimana gejala rasa sakit DUS, dan mence-riterakan sudah pernah berobat ke dokter, yang diketik satu lembar penuh. Ketika giliran DUS diperiksa, DUS menyerahkan ketikan penulis kepada dokter. Menurut laporan DUS, dokter O membaca surat itu dengan serius, lalu dokter O mengatakan, “Saya kira ibu menderita tumor, coba naik ke meja periksa,” setelah naik, lalu dirabanya perut DUS, di sini ‘kan? DUS meng”ya”kan pertanyaan dokter. Kemudian DUS di suruh turun dari meja periksa, selanjutnya dokter O menjelaskan, “Harus dioperasi. Jangan kha-watirr, sebentar lagi dokter ahli kandungan datang, kalau sebulan lagi dokter kandungan belum juga datang, biar saya yang operasi.” kata dokter O.
Pelayanan dokter O, penulis puas karena dokter itu membaca surat yang penulis buat dengan serius. Memang menurut seorang secretariat RSUP, apabila dokter itu menemui masalah di rumah sakit, setelah jam pulang, ia tidak langsung pulang ke rumah, tetapi ia langsung ke perpus-takanya sampai masalah itu terjawab.

Rupanya tiap orang harus rajin membaca, selain sebagai hiburan, juga untuk menambah wawasan, jangan sampai divonis flu berat, ternyata malaria, karena tidak tahu kondisi Papua. Dan ada pula sakit di pinggang, dicurigai sakit ginjal, pada hal tumor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar