Sabtu, 05 Februari 2011

TIDAK MAU MENIKMATI ANUGERAH TUHAN




Beberapa tahun kemudian, walaupun tidak setuju dengan ulah o-rang Barat itu, karena anak ajak jalan-jalan ke Bali, penulis sedia ikut. Se-mula penulis tolak ajakan itu karena kondisi penulis, yang lima menit ber-jalan, penulis hosa, itupun kalau ada orang menuntun. Tetapi si anak tetap
ngotot, mengajak dan katanya, “Kami Raker di Denpasar sampai hari Ka-mis, nanti hari Sabtu kita jalan-jalan. Kalau Bapak tidak kuat, kami pikul,” kata anak itu.
Hari Sabtu pagi, pukul 4.00 dini hari kami sudah tiba di Bandara Sukarno-Hatta, dan setelah turun dari taksi, penulis disuruh naik kereta dorong, sampai ke tempat lapor. Didorong-dorong itu penulis agak segan dan bingung karena belum pernah naik kereta dorong, bagaimana nanti naik di tangga pesawat, jangankan di tangga pesawat, berjalan yang jauh-nya kira-kira 300 m menuju pesawat, sudah menjadi pemikiran penulis. Rupanya kereta dorong akan masuk bagasi, dan kereta dorong itu di-manfaatkan pihak pesawat Merpati untuk mendorong penulis menuju pe-sawat. Naik kereta dorong hanya sampai di pinggir lapangan, lalu naik mobil. Penulis melihat, penulis sebagai penumpang terakhir, dan sesudah turun dari mobil, langsung di tangga pesawat. Dengan tertatih-tatih dan didorong orang dari belakang, penulis akhirnya tiba juga di atas pesawat. Pukul 6.00 kami sudah terbang menuju Denpasar, dan pukul 7.00 pagi itu juga pesawat yang kami tumpangi sudah mendarat di lapangan terbang Ngurah Rai, Denpasar. Di lapangan terbang Denpasar terlihat banyak kereta dorong berjejer-jejer yang sudah disiapkan. Rupanya para turis yang sudah tua akan dibantu, diservis sebaik mungkin. Tetapi bagi penulis kereta itu membuat terganggu, karena penulis harus diangkut dengan ke-reta mereka. Kereta dorong penulis masuk bagasi, dengan demikian pe-nulis harus naik kereta dorong mereka dan pendorongnya orang mereka sendiri. Akibatnya penulis terlambat keluar, setelah setengah jam kemu-dian barulah penulis bisa keluar. Selanjutnya kereta mereka ditinggalkan, lalu penulis naik ke kereta dorong yang kami bawa.
Pukul 9.00 kami tiba di hotel, istirahat sejenak lalu pergi dengan mobil rental menuju Hutan Kera. Di Hutan Kera itu banyak turis asing sangat memperhatikan gerak-gerik kera-kera itu, dan orang asing itu sa-ngat senang.
Kami di Hutan Kera itu hanya 1 jam lalu pergi lagi menuju Danau Batur dan Gunung Batur. Kami tiba pukul 2.00, lalu menatap Danau dan Gunung Batur dari tempat istirahat, yang keindahannya tak kalah dengan Bukit Gundaling atau menatap Danau Toba dari atas; dari kita hendak menuruni jalan menuju Parapat.
Keesokan harinya, lagi menggunakan mobil rental kami menuju Danau Bedugul. Perjalanan ke Bedugul lamanya kira-kira 4 jam dari Den-pasar. Di Bedugul ada pura di seberang danau, yang gambarnya dapat dilihat pada lembaran uang 50.000 rupiah.
Singkat ceritera, sekembalinya dari Bedugul kami langsung menu-ju pantai Jimbaran. Di Jimbaran restoran berada di depan, sedangkan di belakangnya (tepi pantai) telah disediakan meja-meja makan yang jumlah-nya ratusan. Waktu itu jam sudah menunjukkan angka 4 sore, yang seben-tar lagi matahari akan memasuki kaki langit, dan matahari kelihatan merah seperti bulan. Penulis lihat para turis sudah siap dengan kameranya. Persis ketika matahari hendak tenggelam para turis serentak hura, dan tepuk ta-ngan yang sangat meriah. Rupanya mereka jarang melihat matahari seperti itu, bahkan di negerinya ada seharian meraka tidak dapat melihat matahari. Oleh karena itu, penulis merasa bersalah kepada turis, karena penulis me-nuduh orang Barat menganggap bangsa Indonesia hewan, hal ini berkaitan dengan “sumur” di Kuta.
Orang Barat dapat menikmati sinar matahari pemberian dari Tu-han, sedangkan kita banyak tidak mau menikmati pemberian Tuhan, con-tohnya, ibu-ibu, terutama ibu-ibu di kota besar, apabila matahari baru pukul 9.00 ibu-ibu menindis tombol payungnya, lalu “traak”payung ter-buka, siap dipakai sehingga ibu itu tidak kena sinar matahari. Untuk menu-
tupi kekurangannya, katanya, “Panas.” Pada hal ia takut bedaknya yang tebal rusak kena keringat. Yang paling lucu bagi penulis, mendengar ka-limat, “Kita harus merawat muka dan badan, agar suami tidak mencari perempuan lain.” Sebenarnya, kalau suami memang cinta, walaupun isteri wajahnya sudah rusak, mungkin karena kecelakaan mobil, suami akan cinta terus.
Orang Bali itu, penulis lihat perempuan-perempuannya tidak takut kena sinar matahari, bahkan mereka menadah sinar matahari. Lagi pula gadis-gadisnya sederhana mekapnya.
Soal kecantikan, walau cantik karena dipoles dan tidak kena sinar matahari, tetapi perempuan itu “buntang” sangat mempengaruhi hubungan suami-isteri, kalau suami “mata keranjang”.
Yang dimaksud dengan kata buntang (bahasa Karo), contohnya: kasbih (ubi kayu) yang hidup di bawah pohon yang lebih tinggi, ubi ku-rang kena sinar matahari, daun kasbih itu kelihatan cantik, dan ramping, tetapi mudah patah. Begitu pula soal kecantikan perempuan, perempuan cantik dan bersih karena tidak kena sinar matahari, akibatnya sedikit kena
hujan, ia langsung flu dan tidak mampu lagi bekerja, bagaimana, ya. Apalagi kalau suami meninggal dunia, perempuan itu akan kebingungan. Ia akan hidup kehilangan kendali.
Adapun isteri takut ditinggal suami atau suami takut berselingkuh, lalu isteri rajin bersolek, tetapi isteri bersolek kepada suami di rumah, atau bersolek untuk suami di tempat umum? Kalau bersolek untuk suami di rumah maupun bersolek untuk suami di luar rumah, hendaknya solekan Anda sederhana saja. Hal.ini menurut pemikiran penulis belaka.
Untuk suami tidak berselingkuh, solusi yang terbaik, adalah, usa-hakanlah ada pemasukan uang belanja. Dengan adanya pemasukan uang belanja, suami tidak akan nokoh [(menganggap remeh terhadap isteri), per-bendaharaan kata dari bahasa Karo]. Kalau tidak ada uang pemasukan, atau isteri hanya menganga menunggu pemberian suami, suami akan no-koh; karena suami akan berpikir, “Kalau cerai dari saya, engkau dapat ma-kan dari mana.” Akibatnya sang isteri akan “nerimo wai” saja atas perbu-atan suami, suami dapat isteri kedua, ketiga, dan isteri keempat. Memang tidak semua suami berpikir seperti itu, masih banyak suami lain yang baik dan menyayangi isteri dan anaknya.
Hal suami dan isteri yang ditulis di buku ini hanya merupakan pe-mikiran penulis belaka.

TANGGAPAN KELUARGA ATAS USAHA PENULIS

Selanjutnya tanggapan keluarga tentang usaha penulis; Usaha pe-nulis ditanggapi dingin oleh keluarga, yang akibatnya terjadi pertengkaran dalam keluarga.
Telah diungkapkan bahwa DUS lahir di gubug yang dingin (baca Penyakit Saluran Pernafasan, no.7) akibat lahir di tempat dingin, DUS ren-tan penyakit. Begitu pula penulis, lahir pada masa kedatangan Jepang. Waktu itu pemerintah Belanda menganjurkan, lebih baik menyingkir ke hutan dan malam hari tidak memasang lampu, bahkan memasak makanan sebaiknya sebelum gelap. Kalau ada sedikit saja sinar, tentara Jepang bisa terjun, begitu ceritera ayah (alm).
Sebenarnya pada Suku Karo pada zaman dahulu, bila ada anak lahir harus dibuatkan dapur sederhana di samping ibu yang melahirkan, yang lamanya rata-rata dua bulan. Kalau ditanya, mengapa begitu, mereka akan menjawab, tidak tahu. Pemanasan itulah tidak ada kepada penulis maupun kepada DUS, yang membuat rentan terhadap penyakit.
Ketika penulis berumur kira-kira 45 tahun, pagi sekali penulis me-masuki kandang ayam. Kandang ayam itu terbuat dari kayu sampingan bekas gergajian, yang pintunya dibuat sempit, hanya yang bisa dilewati manusia dengan melurus badan, agar pecuri susah masuk. Begitulah cara masuk ke kandang ayam. Ketika penulis memasuki kandang itu, penulis merasa sakit di bagian telapak kaki. Pikir penulis, kaki penulis keseleo, ah, pulang kantor nanti maitu (panggilan kepada isteri di Papua) urut. Sepu-lang dari kantor maitua mengurut kaki penulis dengan minyak urut. Ter-nyata setelah diurut di kaki itu bukan tambah baik, tetapi tambah sakit, bahkan sakitnya bukan kepalang. Penulis pikir, esok harus ke rumah sakit. Makin lama sakit itu makin menjadi sehingga penulis dengan kaki terseok-seok diantar oleh isteri sampai di jalan, kemudian naik angkot. “Mengapa,, Pak,” kata Lakehu, anggota penulis yang kebetulan ada di angkot itu. Pe-nulis tidak menjawab karena kesakitan, sakit penulis makin menjadi mung-kin karena dipaksa berjalan. Setiba di rumah sakit, penulis menyuruh ang-gota itu pergi ke kantor, malu apabila diantar sampai ke ruang periksa. Ke-tika nama penulis dipanggil, dengan memegangi dinding, penulis men-datangi dokter. Dokter Sarumpaet terkejut, mungkin karena muka penulis tidak seperti orang sakit. “Kena apa, kena apa,” tanya dokter itu. Tidak tahu, kata penulis. Lalu penulis ceriterakan hal mulainya sakit. Belum habis berceritera, penulis melihat, dokter menulis reumatik di kertas re-sep. Saya ini sakit reumatik, tanya penulis. “Ya,” kata dokter seraya menu-lis surat sakit selama 3 hari. Tolong dok, bikin surat sakit itu sepuluh hari, sakit sekali ini. “Coba saja dulu,” kata dokter. Dari ruangan dokter, penulis dengan tertatih-tatih pergi ke kantin. Dengan maksud, pulang ke rumah menumpang bus pegawai rumah sakit. Di kantin dengan bantuan kenalan, penulis minta tolong untuk mengambil obat di ruang obat, yang karena teman itu memang bekerja di rumah sakit, ia hanya sepuluh menit, ia sudah datang kembali. Obat yang ditulis di kertas resep, vehatson forte penulis telan. Hanya kira-kira 20 menit, di yang sakit sudah terasa mem-baik. Jadinya penulis tidak naik bus rumah sakit karena sudah kuat.
Setelah sebulan dari berobat itu, sakit lagi di kaki sebelah kiri, yang mulanya penulis menginjak batu kerikil. Penulis tidak lagi ke rumah sakit berobat karena terlama menunggu, penulis berobat ke dokter praktek. Dokter praktek memberikan obat Irgapan. Dengan resep itu, penulis meja-di tahu bahwa apabila sakit lagi Irgapan obatnya. Kawan penulis, setelah ia melihat dan mengetahui sakit pada bagian kaki, katanya, penulis bukan sakit reumatik, tetapi asam urat. Katanya lagi, kalau reumatik tidak sakit bagian bawah, tetapi pada persendian atas. Dalam hati penulis, reumatik atau asam urat, tidak masalah yang penting penulis tidak sakit lagi.
Rupanya sakit asam urat pantangan banyak. Oleh sebab itu, kawan (kawan dimaksudkan penulis, ada pegawai kantor, guru dan ada pula pera-wat) itu mengatakan, kalau pantangannya dimakan terus, akan kambuh la-gi sakitnya. Tetapi sudah terlambat, sudah timbul benjol-benjol di kaki se-hingga tidak bisa lagi memakai sepatu. Bukan saja tidak bisa bersapatu, te-tapi sakit lagi pada bagian jempol tangan kanan, dan kata kawan, “Sakit di jempol itulah reumatik. Dan menelan obat Irgapan bukanlah solusi, Irga-pan hanya mengurangi sakit, diharapkan ada penyembuhan dari dalam, ya-
itu dengan panas matahari, atau dengan berdiang dekat kompor, panas itu sangat membantu. Kalau musim penghujan atau udara dingin, dingin itu membuat reumatik kambuh. Oleh sebab itu, kalau musim hujan datang, dianjurkan berdiang di dapur. Lihat orang Barat, orang Barat memasang api di rumah, yang dapat dilihat melalui layar televisi,” kata teman itu.
Berkaitan dengan panas itu, ketika penulis menjemput orang di Bandara Sentani, penulis sempatkan mengunjungi S. Perangin-angin di kantornya; Kantor Karantina Hewan. Karena tidak ada hewan masuk, kami berbincang-bincang. Menurut S. Perangin-angin, mertuanya (orang Jawa) yang tinggal di Jawa umurnya diperkirakan sudah seratus tahun. Penulis tanyakan, solusinya bagaimana. “Diambilnya jahe merah dan kunyit lalu ditumbuknya, kemudian ditaruh minyak makan, lalu dipanaskan. Pada saat panas itu, Bapak itu menempelkannya ke badannya. Bapak itu tidak meng-alami sakit seperti abang katakan, tetapi pisiknya memang berkurang, ”ka-ta Perangin-angin itu.
Mendengar kata-kata Perangin-angin itu, setiba di rumah penulis mencari jahe merah di pasar. Rupanya jahe merah di Jayapura mahal har-ganya sebab didatangkan dari luar Papua. Jahe merah itu dibuat penulis se-perti dibuat mertua Perangin-angin. Memang jahe itu menolong.
Rupanya DUS sudah sakit juga, Irgapan selalu ditelannya. Lama-kelamaan Irgapan tidak mempan. Pada suatu pagi DUS merasakan sakit, tetapi kesakitannya dibawakannya saja ke sekolah. Sakitnya makin menja-di sehingga ia minta permisi pulang kepada Kep. Sekolah. Ia langsung me-nelepon penulis untuk segera pulang. Ketika penulis tiba di rumah, penu-lis mendengar DUS merintih kesakitan di kamar. Penulis tanyakan, ja-wabnya, mungkin reumatik. “Sudah banyak saya makan Irgapan, tetapi ti-dak mempan lagi,” kata DUS. Tiba-tiba ada orang mengetuk pintu, penulis bukakan pinta, rupanya yang datang B. Sembiring. “Mana bibi,” tanyanya. Singkat ceritera, kedatangan Sembiring adalah hendak minta tolong kepa-da Elsa yang bekerja di Kantor UNDP Jakarta. Kata Sembiring, adiknya yang bekerja di Arab Saudi, sudah lama tidak ada kabarnya. Rupanya a-diknya sakit kanker otak sehingga ia tidak tahu lagi keadaan dirinya.
Sembiring mengatakan, ia pernah juga sakit seperti DUS sepulang mengantar turis ke Puncak Jaya, ia kena reumatik. Kalau dokter yang mengobati, atau dengan obat saja, hanya bertahan beberapa waktu saja ti-dak sakit, tidak lama kemudian akan kambuh lagi. Itulah sebabnya, “Lebih baik membeli jahe merah dan kunyit, ditumbuk lalu dicampur dengan mi-nyak makan, kemudian dibungkus dengan kain-kain, dipanaskan di atas kompor yang di alas daun pisang. Jahe itu ditempel-tempelkan dengan panas setahan bibi,” kata Sembiring. Penulis langsung mencari jahe merah (tanpa kunyit) yang kebetulan ada di dapur dan mengolahnya seperti Sem-biring katakan. Penulis tinggalkan DUS, dan ia bercakap-cakap dengan Sembiring, yang kemudian Sembiring pergi, penulis tidak tahu. Kesokan harinya DUS mengajar kembali tanpa ada gangguan kesehatan, itulah kerja jahe merah.
Pada akhir tahun 2008 penulis dengan DUS (isteri) sudah berada di Bekasi. Selama dua tahun di Bekasi kami aman-aman saja, tidak ada penyakit serius, kecuali sakit maag. Tetapi di akhir tahun 2010 reumatik mulai menggeroti DUS. Ia mulai merasa tidak enak badan, itu sebabnya penulis menasehatkan, kalau keluar pagi-pagi harus pakai baju panas, agar tidak kedinginan. Tetapi DUS ngeyel (mengà ng-eyel : tidak mau meng-ikut, 2008, à tidak mau mengalah; tidak mau mengikuti nasehat), alas-annya, “Dari dahulu saya biasa keluar pagi, hanya pakaian biasa, tidak ke-dinginan, koq,” katanya. Rupanya ia sudah lupa sewaktu di Jayapura.
Badan tak enak tambah lama tambah menjadi sehingga ia menge-luh. Anaknya mengajak mamaknya untuk pergi ke dokter praktek. Tetapi DUS mungkin mengharapkan ke dokter itu, ada pernyataan dari penulis. Memang sebelumnya, penulis sudah menjelaskan bahwa ke dokter itu, bu-kan solusi, sebab obat dari dokter hanya beberapa waktu lalu kambuh lagi. Tiba-tiba anak dengan nada keras, “Bapak sekolah dokter di mana, mana ijazah Doktornya.” DUS (isteri) ikut marah, katanya Bapakmu bukan Doktor saja, tetapi Propesor. Mendengar kemarahan mereka, penulis juga mulai marah, sudah, sudah, kamu ke dokter, dokter nanti selain membe-rikan obat, ia akan memberikan matahari dan pemanas lainnya. DUS mengeluarkan senjata pemungkasnya, menangis dan masuk ke kamar. Penulis mengikuti DUS ke kamar seraya membujuk, tidakkah ingat kepada B. Sembiring yang datang dahulu ke rumah kita? Kan, ada nasehatnya? DUS diam, lalu penulis mengusap-usap tangannya, sampai ke punggung, hingga ia tertidur. Satu jam kemudian ia bangun, dan ia tidak merasa sakit lagi. Rupanya panas manusia dapat “di-transfer”dari manusia satu ke ma-nusia lain.
Beberapa minggu kemudian, penulis melihat DUS mengeluarkan panci yang isinya tinggal sedikit, dan panasnya tidak seberapa, “Tolong, taruh panci di pinggangku.” Tindakannya menyuruh penulis, menaruh pan-ci di pinggangnya, karena penulis sudah lumpuh sebelah, tidak mampu mengatur panci itu.

MANFAAT SINAR MATAHARI

Pada tahun 1966 penulis sudah memasuki masa purna bhakti (pen-siun) dan penulis bersama isteri (DUS) membuat program mengunjungi famili di kampung. Kami dengan menumpang KM. Dobonsolo dari Jaya-pura dan singgah di Denpasar/Bali. Ketika ABK. mempersiapkan kapal untuk sandar, ada pengumuman, “Bagi penumpang yang ingin jalan-jalan di Denpasar, Pelni menyiapkan transportasi bus berkeliling Denpasar, yang dimulai dari pantai Kuta. Di Kuta Anda akan melihat sumur ………dst.” Kami membeli tiket @ Rp 7.500, lalu turun dari kapal dan kami naik bus. Kira-kira dua puluh menit kemudian kami sudah tiba di Kuta. Rupanya yang dimaksud dengan “sumur” adalah susu di jemur, di sana terlihat susu (payudara) orang Barat di jemur, tetapi dilarang dipotret. Waktu itu mata-hari sudah pukul 10.00. Badan mereka terlihat merah kena sinar matahari. Di Kuta kami hanya 30 menit, lalu terus berkeliling dan selanjutnya me-nuju Benoa, pelabuhan Denpasar. Masih dalam bus itu, sekembali dari Kuta itu, mungkin teman-teman sepanjang perjalanan masih menikmati alam Denpasar, tetapi penulis berpikir-pikir, koq orang Barat itu mau ber-buat seperti itu, atau kami di Indonesia dianggap hewan?
Pukul 4.00 sore kami sudah tiba kembali di kapal dan segera ber-tolak menuju Jakarta., selanjutnya ke kampung halaman.

Sekembali dari kampung, pada suatu hari, menjelang gelap penulis pergi dari rumah menuju rumah BS untuk kebaktian Rumah Tangga, di komplek BTN, Kotaraja. Di rumah itu, isteri BN sedang menggendong anaknya, yang umurnya hampir 1 1/2 tahun. Koq, sudah besar masih digendong? kata penulis berbasa-basi. “Tidak tahu, opa. Anak ini mau makan dan kebutuhan gizinya terpenuhi, tetapi belum bisa berjalan,” si isteri menjelaskan. Percakapan kami hanya sekian, percakan terbatas karena kebaktian akan dimulai. Setelah selesai kebaktian, kami bubar.
Kira-kira dua bulan kemudian, lagi kebaktian Rumah Tangga dise-lenggarakan di rumah BS itu. Penulis ingin menyampaikan tentang kea-daan anak di London, Inggris. Oleh karena itu penulis datang lebih awal ke rumah BS. Setibanya di rumah keluarga itu, penulis katakan, Ibu, sewaktu saya Sekolah Guru, guru saya mengatakan, di London banyak anak berka-ki O atau X. Setelah mereka selidiki, rupanya karena mereka hidup di rumah susun dan tinggi, sehingga mereka kurang mendapat sinar matahari. Akibatnya anak-anak mereka, ya, itu berkaki O ata X. Coba anak ini di jemur mulai pukul 9.00 sampai pukul 10.00 pagi. Di sini sedang memba-ngun, banyak pasir untuk bermain. Rupanya ibu itu menerima saran penu-lis, dan seminggu kemudian anak itu sudah dapat lari-lari, tetapi lari-lari saja, belum mampu mengerem, larinya, lalu jatuh, berdiri, lari lagi lula jatuh, begitu terus-menerus, kata ibu. Biarpun lari lalu jatuh, ibu itu sangat. senang, dengan bukti: Setiap hari Minggu ibu menyapa penulis, “Opa, Anu sudah bisa berjalan,” sapanya (namanya penulis lupa, katakanlah Anu) Kalau ibu-ibu yang disapa, pasti ibu itu mengusap pipi Anu, tetapi penulis tidak tanggap, penulis hanya menyahut dengan “ng …”suara hidung. Saya tahu ibu ibu ingin anaknya disapa penulis, tetapi penulis tidak mampu bernuat seperti ibu-ibu, mengusap pipi anak.

Sewaktu menulis naskah ini, penulis teringat akan perempuan Ba-rat, perempuan yang sedang berjemur di pasir pantai, yang penulis dalam hati menuduh orang Barat itu, menganggap orang Indonesia sama dengan hewan. Rupanya bukan demikian, dan untuk mengetahui, mengapa orang Barat berbuat demikian, bacalah naskah berikut (halaman , no. 10)

Kemudian, bagi orang yang sudah berumur 70 tahun atau lebih, setelah membaca uraian yang dikemukakan ini, diharapkan menjadi awas bila kena hujan, hujan yang asalnya mula-mula dari titik air karena di-nginnya di angkasa, kemudian turun ke tanah atau ke laut. Pembaca dapat membayangkan, betapa dinginnya hujan itu ketika menimpa kita, walau-pun hujan mengalami perubahan panas di permukaan tanah. Pemikiran ini timbul karena, sewaktu muda penulis mengupas tebu dan menghisap airnya hanya menggunakan gigi, tetapi aman-aman saja. Setelah berumur 70 tahun, menggigit tebu rasanya lidah tersayat-sayat. Jadi, sesudah manu-sia tua daya tahannya sangat berkurang. Oleh karena itu, bila lama kehu-janan, sebaiknya Anda berlama-lama bermandi air hangat, atau merendam di bak dengan air hangat hingga panas badan normal kembali seperti se-mula (36-37 0 Celsius). Bagi orang yang sehari-harian bergelut di bawah sinar matahari tentu berbeda daya tahannya dengan orang seperti dice-riterakan di atas; orang yang rentan penyakit reumatik.

PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN

Sakit saluran pernafasan, yang dimaksudkan kepada DUS, atau isteri penulis, yang kalau dokter untuk menentunkan seseorang menderita sakit saluran pernafasan melalui alat, sedangkan penulis melalui pemban-dingan dan fakta. Dari itu, penulis mengemukakan ada 3 hal, yaitu:

- Rumah Suku Lani (Dani) di Papua, sehat,
- Asal-usul sakit saluran pernafasan DUS,
- Penyakit bronkitis DUS disembuhkan.

7.1 Rumah Suku Lani (Dani) di Papua, sehat

Rumah yang dalam bahasa Lani disebut ome, bentuknya bulat yang bergaris tengah bervariasi, tergantung jumlah orang yang akan tidur di dalamnya. Jika yang akan tidur hanya isteri dan anak dua orang, garis tengah rumah cukup 3 meter, dan tinggi dinding rata-rata 2 meter yang terbuat dari kayu belah. Atap ome terdiri dari daun alang-alang, dan tebal atap kira-kira 10 cm. Atap dengan dinding dibuat rapat supaya tidak banyak udara masuk. Setelah beberapa lama atap rumah berwarna coklat karena bekas asap. Melihat besar rumah dan bekas asap itulah orang beranggapan, bahwa tinggal di rumah (omeh/honay) itu tidak sehat karena polusi udara. Tetapi jika ditelusuri pelaksanaan pemakaian ome oleh suku Lani, tiaklah demikian.
Apabila senja, terlebih dahulu orang memasang api. Jadi, sebelum masuk ke ome, lebih dahulu mengadakan pemanasan dalam rumah. Se-mentara pemanasan ruang berlangsung, orang akan makan di dapur yang letaknya agak jauh dari rumah. Setelah kira-kira mau gelap baru mereka masuk ome. Masuk ome setelah di ruangan tidak ada lagi asap, kecuali bau asap, tetapi api di dapur pemanasan yang kayu apinya dari kayu keras, tetap membara didalam abu membuat ruangan tetap hangat. Demikian pula dengan ome yang sedikit besar, pemanasan ruangan juga ada. Di ome yang sedikit besar itu, dibuatkan lantai atas. Seperti biasa, orang akan masuk ome apabila di lantai bawah asap sudah tidak ada lagi, begitu pula ruangan atas, setelah asap tidak ada baru mereka naik ke lantai atas. Umumnya kira-kira pukul 10.00 atau 11.00, malam barulah orang naik ke ruangan atas. Bagitulah cara suku Lani tidur di pedalaman Papua.
Setelah hari agak terang, ibu atau gadis akan membakar ubi atau makanan apa saja. Sedangkan bayi ataupun anak balita tetap tinggal di o-me hingga cuaca agak panas. Bayi, jika bepergian di masukkan ke dalam noken yang berselimutkan daun-daun kering. Noken untuk membawa bayi tidak lagi disebut noken, tetapi yum.
Selama lima tahun (dari 20 Juni 1966 hingga 1 Agustus 1971) di pegunungan nan dingin itu, penulis tinggal di sana, dan selama lima tahun itu penulis tidak ada mendengar bayi atau anak balita batuk panjang. Bayi dan anak-anak semuanya sehat, montok-montok/gemuk. Itulah sebabnya penulis berani mengatakan, tinggal di ome (rumah), sehat. Kecuali per-mukaan kulit, pada pagi hari, kulit kelihatan beralur-alur karena bekas keringat.
Bila penulis berjalan bersama dengan anak-anak pedalaman, di jalan tanjakan atau menurun, mereka sangat kuat. Memang penulis mula-mula mampu mengikuti langkah anak-anak, tetapi lama-kelamaan penulis kewalahan; tertinggal jauh di belakang.

7.2 Asal-usul sakit saluran pernafasan DUS

Kami tiba di pedalaman Papua pada Juni 1969, waktu itu kelihat-annya DUS tidak ada menderita penyakit batuk-batuk. Sesudah lima tahun baru kelihatan ia batuk. Makin lama batuk DUS makin menjadi, sehingga kami harus ke poliklinik untuk berobat. Oleh dokter di Poliklinik, ia diberi obat, tetapi tidak diberi tahu, apa penyakitnya.. Makin lama frekwensi ba-tuk DUS bertambah meningkat, oleh karena itu, selain berobat penulis menanyakannya, bagaimana asal-usul batuknya. Katanya, sewaktu latihan angkat besi di SPG Kabanjahe, tiba-tiba ia batuk. Penulis kurang percaya atas atas keterangan DUS.
Ketika kami cuti ke kampung halaman, penulis coba tanyakan ke-pada nenek kami (orangtua mertua) hal kelahiran DUS, dengan cara me-ngorek-ngorek, bagaimana riwayat kelahiran DUS. Menurut nenek itu, waktu itu tentara Belanda datang, lalu terjadi pertempuran, asap mengepul ke udara. Saat itulah nenek mendapat berita dari menantunya tentang cucu- nya sudah lahir. Nenek tinggal di kampung Buluhnipes, yang bersebe-rangan jalan dengan tempat DUS lahir, yang jauhnya kira-kira 4 km. Men-dengar cucu sudah lahir, nenek itu bergegas pergi menyeberangi jalan me- nuju gubuk tempat lahir DUS. Di situ nenek melihat seorang dukun ber-anak (yang tak lain adalah ibu ayah DUS) dan ibu DUS, dan tiga orang anak; kakak dan abang DUS. Rupanya waktu itu, karena takut kepada tentara Belanda yang selalu main gebug, orang-orang berpindah-pindah tempat, dan tempatnya gubuk darurat.
Setelah penulis kait-kaitkan ceritera nenek itu, rupanya tentara Be-landa sebenarnya belum datang, tetapi waktu itu los pekan Biru-Biru dise-rang oleh tiga mustang Belanda. Rupanya suara gemuruh pesawat terbang dan tembakan, nenek itu terkena ilusi suara, sehingga katanya, tentara Belanda datang.
Adapun gubuk darurat itu, malam hari tidak diizinkan membuat api besar, karena dengan adanya api akan mengeluarkan cahaya membuat mata-mata Belanda datang. Dari ceritera takut membuat api, tentu udara di dalam gubuk dingin, apalagi dini hari tentu udara sangat dingin. Walaupun nenek itu tidak menceriterakan hal keadaan bayi DUS kedinginan, tetapi pembaca dapat membayangkan keadaan bayi DUS. Bayi itu akan mena-ngis-menangis terus membuat saluran pernafasan terganggu/meradang. Hal ini dapat dibuktikan dengan tiga orang saudaranya; kakak dan abang DUS, maupun dua orang adiknya yang akan lahir kemudian, tidak ada yang sakit saluran pernafasan. Kalau dibandingkan keadaan DUS sewaktu bayi dengan bayi pedalaman Papua yang hidup dalam ome yang berabu, maka sakit saluran pernafasan penyebabnya adalah akibat selalu menangis karena dingin ataupun hal lain. Selalu menangis itu, membuat saluran pernafasan terganggu, atau timbul radang, lalu meninggalkan bekas, yang walaupun sudah sembuh, tetapi kesembuhannya hanya mereda, yang apa-bila sewaktu-waktu kena dingin pada bekas itu akan menimbulkan alergi, yang menyebabkan batuk. Seseorang yang sudah pernah terganggu perna-fasannya, yang dianggap sudah sembuh, tetapi kian berumur dia kian ber-kurang pula daya tahannya terhadap batuk.

7.3 Penyakit bronkitis DUS disembuhkan

Telah diungkapkan bahwa orang yang pernah saluran pernafasan- nya terganggu, dapat menimbulkan batuk berkelanjutan. Yang begitulah dialami DUS, apalagi ia saat-saat berumur, ke dokter-dokter menjadi “ma-kanannya.”
Mendung sudah dua hari, mendung yang menyebabkan DUS ba-tuk-batuk, tetapi dia belum mau ke dokter. Ketika batuknya makin men-jadi, ia sadar bahwa batuknya nanti menjadikan ia absen mengajar. Oleh sebab itu, pagi sekali ia pergi ke Puskemas untuk berobat. Ketika dokter melihat DUS datang yang sedang batuk-batuk, dokter yang belum mema-kai baju seragamnya, buru-buru masuk ke ruang kerjanya. “Silakan masuk, buk, apa keluhan ibu?” tanya dokter. Sebenarnya pertanyaan dokter hanya basa-basi, ia sudah tahu keluhan DUS karena ia sering berobat ke Pus-kesmas. DUS menceriterakan bahwa dua hari akhir-akhir ini, ia terganggu tidurnya, apalagi pagi ini, batuk-batuk terus. Kata dokter, “Batuk ibu ini disebut bronkitis, apabila cuaca buruk; seperti cuaca sekarang ini, batuk ibu akan kumat. Obat batuk bronkitis tidak ada, hanya meredakan batuk yang dapat kita buat, yaitu kalau ibu lihat cuaca buruk, ibu pakai baju panas lalu mengurung diri di rumah sampai cuaca panas.” DUS diam de-ngan maksud akan mendapat obat. Dokter juga diam, dengan maksud DUS juga mengetahui dan sadar akan keberadaannya. Setelah beberapa lama dokter berkata, “Sudah ibu, pulang saja.” DUS tidak ada mengucapkan terima kasih dan mukanya muram, lalu ia pulang. Baru sampai di halaman rumah, ia marah-marah seraya mengucapkan, “Terlalu itu Siahaan (mak-sudnya dokter itu), kita mau berobat, malahan ia berkhotbah panjang lebar.” DUS melapor kepada penulis sambil menangis. Sudah, sudah ja-ngan berbicara seperti itu, malu kita, kata penulis membujuk. Kami masuk ke dalam rumah dan berdoa. Lalu setelah penulis mendengar laporan DUS itu, penulis mulai beraksi. Penulis mengambil seterika dan menyambung-kannya ke stop kontak. Sementara seterika dicokkan, penulis mengambil kain-kain dan kain sarung. Seterika yang sudah panas itu, digosokan pada kain-kain, lalu DUS mengambilnya dan menempelkannya pada badannya. Kira-kira dua puluh menit kemudian, Dus mengatakan, “Sudah lega sedikit bernapas, saya mau pergi ke sekolah.”
Sorenya, kembali dipanaskan seterika dan menggosok-gosokkan pada kain, lalu ditempelkan ke badan. Berbuat seperti itu, apabila DUS ba-tuk-batuk. Tindakan menyeterika kain prosesnya agak lama. Setelah bebe-rapa lama, DUS menganjurkan agar, kain empat lapis ditaruh di atas pung-gung; bagian kiri tulang belikat, lalu diseterika. “Panas dari seterika rasa-nya sampai ke bagian dalam, enak.” kata DUS. Tindakan mengobati bronkitis DUS dengan panas seterika; menyeritika di punggung DUS fre-kwensi makin lama makin berkurang. Penyakit bronkitis DUS yang sejak 1985, bila kumat, langung diseterika, yang akhirnya jarang kumat. Walau-pun dikatakan kumat, tetapi penulis menganggap sudah sembuh, karena tidak menggangu aktivitas DUS sebagai guru.
Penemuan menyeritika kain untuk menyembuhkan bronkitis bagi penulis sangat berharga, karena anak yang pernah beringus dapat disem-buhkan. Bahkan pada anak yang ditimpa sakit batuk 100 hari, juga dapat disembuhkan, tetapi tidak diingat penulis proses seterika dan penyembuh-annya berapa lama. Hanya saja, bila anak batuk panjang dan kita merasa kasihan melihat anak itu, setelah kain dipanaskan lalu ditempelkan pada badan anak itu berulang-ulang sekujur tubuhnya, badan anak akan menjadi hangat dan batuk mereda.

SAKIT PINGGANG DISEMBUHKAN

Membaca judul naskah ini, mungkin pembaca mengira bahwa pe-nulis seorang medis, dan mungkin juga seorang dokter. Sebenarnya penu-lis awam dalam pengetahuan medis, lihat saja judul naskah ini, ada tertera “sakit pinggang”, sakit pinggang adalah kata yang aneh bagi orang medis. Dan penyakit sakit pinggang DUS penulis juga tidak tahu apa penyebab-nya.
DUS sesudah berumur 40 tahun, penyakitnya bermacam-macam yang muncul, seperti diceriterakan pada halaman sebelum tulisan ini.
Suatu pagi DUS mengeluh karena sakit di pinggang. Untuk meng-obati sakit pinggang DUS, penulis memakai tablet neoralgin, yang pernah dilihat penulis digunakan orang lain, dan kebetulan ada pula di rumah. Lalu penulis menyuruh DUS menelan neuralgin itu. Sesudah menelan obat neoralgin, kira-kira 15 menit kemudian, pagi itu juga DUS merasa sakitnya sudah berkurang, dan ia langsung pergi ke sekolah untuk mengajar. Sam-pai sore ia mampu menahan rasa sakitnya. Keesokannya, paginya kembali ia merasakan sakit di pinggang. Diberikan lagi neoralgin, ternyata berku-rang juga sakitnya. Menggunakan neoralgin lama-kelamaan tidak mempan lagi. Rupanya neoralgin fungsinya hanya mengurangi rasa sakit, bukan untuk mengobati.
Sakit pinggang DUS, biasanya kumat pada pagi hari. Sakit di pagi itu menyebabkan penulis mengajak DUS periksa ke dokter pada sore hari, tetapi ia tidak mau. Ketidakmauan DUS, penulis mengira soal uang. Supa-ya tidak banyak mengeluarkan, penulis mengajak DUS berobat ke Puskes-mas, juga ia tidak mau. Rupanya teman-temanya di sekolah menceritakan tentang sakit pinggang orang lain. “Jangan-jangan ibu sakit ginjal. Kalau sakit ginjal harus dioperasi,” kata seorang guru. Mendengar kata operasi itulah sebabnya DUS tidak mau ke dokter. Ia trauma mengingat operasi tumor dahulu. “Biar sudah, mati saja daripada dioperasi lagi,” katanya. Penulis tentu bingung, tidak tahu lagi apa yang dibuat. Dan sakitnya makin menjadi-jadi, kumatnya yang semula hanya pagi saja, lama-kelamaan dari pagi sampai sore, sakit terus-menerus. Penulis hanya mampu mengucap-kan sabar, sambil mengelus-elus yang sakit, mulai dari pinggang sampai perut, bahkan di punggung juga dielus . Sekali peristiwa, ketika mengelus pada bagian bawah perut, DUS berteriak, “Sakit,” katanya. Penulis terke-jut, hanya dielus koq, DUS berteriak, tetapi dengan teriakan DUS itu, penulis berpikir, apanya yang sakit? Penulis mencoba pelan-pelan meraba pada bagian, yang katanya sakit itu. Sambil meraba-raba pada bagian sakit itu, pelan-pelan penulis mekankan jari, jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis. Andainya, apabila DUS berteriak karena sakit, sakit kena jari penu-lis, jari penulis akan ditarik, demikian pikir penulis. Dan meraba itu dimulai dari bawah perut hingga pinggang. Kata DUS, rasanya lega di pingnggang kalau diraba. Lama-kelamaan DUS berkurang rasa sakitnya; bahkan ia tenang kena rabaan jari penulis. Ketika penulis meraba bagian bawah perut DUS, dengan tidak sengaja penulis menemukan seperti ben-jolan sebesar pisang ambon, dan panjangnya sama dengan pisang emas. Benjolan itu sepertinya usus, lalu penulis tekan pelan-pelan benjolan itu ke bagian atas, karena penulis mengira benjolan itu, usus. Dan DUS tidak merasakan sakit.. Selanjutnya penulis tidak lagi menamakan raba, meraba yang sakit, tetapi dinamai urut secara perlahan sampai benjolan hilang.
Pada suatu kali, pada pagi hari DUS mengalami sakit pinggang la-gi. Penulis mempersilakan DUS masuk kamar, lalu penulis mengurut ping-gang lalu ke perut. Sembuh lagi, dan ia berangkat lagi ke sekolah untuk mengajar. Sore, ketika ia masak di dapur, DUS kembali merasa sakit. Yah, seperti dibuat semula, langsung diraba perutnya, karena benjolan itu pada perut, tidak pada pinggang. Hanya sebentar diururt, sudah sembuh lagi. Beberapa kali penulis memperhatikan DUS di dapur, apa yang diper-buatnya. Ketika ia mengangkat dandang pemasak air, air untuk diisi ke thermos, dan sebagian untuk air mandi dua orang, pada saat itulah kambuh sakit pinggang DUS. Penulis menyimpulkan, sakit pinggang DUS bermula dengan mengangkat dandang, dandang diangkat sembarangan, semba-rangan dalam arti, mengangkat dengan tidak sungguh-sungguh. Sambil berjalan dandang disambar, lalu dinakkan ke kompor. Seperti mengangkat barbel, mengangkat dengan tidak siap fisik. Sekali langkah salah, atau hsilaf, efeknya kemudian hari, berat.
Karya penulis, tentu penulis merasa bahagia karena penulis berha- sil mengobati sakit pinggang DUS. Penulis katakana kepada DUS, kalau tidak bersama dengan saya, maka penyakit DUS tidak akan ditemukan. DUS tidak menerima kata-kata penulis, “Bukan Bapak yang mengobati saya, tetapi melalui tangan Bapak, Tuhan menyembuhkan penyakit saya,” kata DUS. Ucapan DUS itu ada benarnya, dan kami selalu berdoa apabila ada keluarga ditimpa penyakit, apalagi penyakit yang berat, Tuhanlah yang menuntun tangan penulis.
Memang mengobati itu, mengobati bagaimana, seperti penulis ke- mukakan, tidak dapat menjelaskan proses penyembuhannya, tetapi mem-baca tentang pengertian hernia, hernia à menonjolnya suatu alat tubuh atau jaringan ke permukaan tubuh atau ke rongga lain melalui lubang a-tau saluran abnormal: burut. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Ba-hasa, 2008, Edisi IV, Departeman Pendidikan Nasional) apakah yang di-sebut penulis benjolan sebelah bawah perut, sebagai awal terjadinya bu-rut? Tentang burut, penulis terobsesi dari penderitaan teman akrap penulis, yaitu: Teman yang memang ada burutnya, ia menumpang/naik sedan VW, tiba-tiba sedan itu terperosok ke got (parit), lalu teman akrab itu, yang adalah guru olahraga, mengangkat bemper sedan itu untuk mengeluarkan sedan dari got, keluar memang, tetapi teman itu langsung dibawa ke rumah sakit, karena burutnya mendadak sakit. Setibanya di rumah sakit, teman itu langsung dioperasi dan dirawat selama dua minggu.
Adapun sakit pinggang, untuk menambah perbendaharaan tentang sakit pinggang itu, pada kesempatan ini turut dilampirkan, tentang keluar-ga penulis, perempuan yang sakit pinggang.
Pada suatu hari penulis dengan DUS berkunjung ke Serang, seti-banya di Serang, kami lihat kemanakan sudah siap berangkat. Penulis ber-tanya, hendak ke mana kamu? Jawabnya, “Dirontgen ke Tangerang, mung-kin tulang pinggangku sudah patah, ongkos rontgennya saja satu juta dua ratus, sekali rongten.” Pernahkah kamu jatuh, atau dipukul orang ping-gangmu?, lagi tanya penulisi. “Tidak.” jawab kemanakan itu. Kalau begitu, sepulang kamu dari Tangerang nanti, saya akan urut.
“Bagaimana kam (kam maksudnya adalah ‘kau’, kata kau dipang-gilkan kepada orang lebih tua, apalagi kepada orangtua, dianggap tidak sopan, kalau menyebut kau) bikin?” tanya anak itu. Yah, berangkatlah kau, ajak penulis..
Sebenarnya selaku ayah, mengurut anak perempuannya, pantang benar, tetapi karena anak itu (kemanakan) merasa sakit, ia mau saja nanti diurut penulis.
Kira-kira 1½ jam kemudian anak itu sudah kembali dari rontgen, penulis tahu bahwa ia akan sungkan kalau penulis urut, sungkan karena ya, itu, pantang. Oleh sebab itu, sekembalinya dari rontgen itu, penulis berka-ta, kau sudah siap? Kalau sudah siap, kamu pakai kain sarung. Ia tidur te-lentang di bangku panjang, lalu penulis raba pada bagian yang dianggap ada benjolan. Ternyata pada perut bagian kanannya ada benjolan, tetapi benjolan itu tidak seperti DUS, kalau DUS seperti pisang ambon, se-dangkan kemanakan itu benjolannya sebelah kanan, sebesar buah kemiri, ada tiga buah. Benjolan tiga buah itu, penulis dorong pelan-pelan ke ba-gian atas perut hingga benjolan hilang. Penulis tanya, masih ada sakit? Jawabnya, “Tidak, saya tidak lagi ke Tangerang, karena saya merasa pe-nyakit sudah sembuh.” Ya, tetapi saya harap jangan lagi mengangkat-angkat yang ……., belum habis penulis berbicara, langsung kemanakan itu menangkis, “Saya tidak ada mengangkat apa-apa, ada yang membantu.” Walaupun ia menangkis, tetapi penulis mengamati tentang apa dikerja-kannya. Kira-kira pukul 9.00 pagi kemanakan itu mengeluh karena sakit di pinggang. Penulis melihat kemanakan itu datang dari luar rumah, lalu penulispun keluar rumah, ternyata ia mengangkat pot bunga yang beratnya 5 kg lebih. Singkat ceritera, yang kebetulan suaminya sedang pulang dari bekerja, dan ia menegur isterinya, “Mengapa tidur di depan matengah (ma-ma tengah = om tengah) ini. Lalu penulis jelaskan hal penyakit isterinya.

Hal benjolan itu, kalau DUS benjolannya memang pindah-pindah, kadang di sebelah kanan, sebelah kiri, kadang di tengah perutnya.

MENDERITA KARENA TIDAK TAHU ADA TUMOR

Suatu pagi isteri bertanya kepada penulis, “Apa yang menonjol ini,” kata DUS, seraya isteri menunjukkan benjolan itu pada sebelah kiri perutnya. Saya tidak tahu, besok kita ke dokter, kata penulis. Ternyata be-soknya benjolan itu hilang yang membuat kami tidak jadi ke dokter. Te-tapi, keesokan harinya, pagi-pagi DUS lagi menyampaikan, “Ada lagi muncul benjolan, sebelah kiri perut dan sakit sekali, sakit itu terasa menja-lar ke pinggang,” Sorenya kami pergi ke dokter di Melati, dokter yang sebelumnya membuka praktek di Cigombong, dan selanjutnya ia pindah di Melati. Dokter itu memeriksa DUS di kamar periksanya, sedangkan penu-lis tinggal di luar. Penulis tidak tahu apa yang dibicarakan dokter dengan DUS, lalu dokter memberikan obat, obat apa yang diberikan, juga tidak diketahui penulis. Setibanya DUS di luar, kami langsung pulang. Di rumah obat ditelannya dan kami terus tidur. Dua minggu kemudian, benjolan muncul lagi dan DUS merasa sakit sekali, sakitnya seperti menjalar dari perut ke pinggang. Sorenya kami kembali ke dokter itu juga. Diberikannya obat, lalu kami pulang. Penulis mencoba melihat obat itu, ada tiga macam, satu di antaranya bernama neoralgin, sedangkan yang lain berupa tablet, tidak ada namanya. Selama sepuluh hari, tidak ada rasa sakit, tetapi benjolan itu kalau diraba, ada. Tepat empat hari kemudian, muncul lagi sakit. Penulis katakan, besok kita ke dokter lagi. DUS memberontak men-dengar kata, besok ke doter lagi. “Saya tidak mau lagi ke dokter itu,” kata DUS. Penulis membujuk, kita harus bersabar, kita ke dokter lagi dengan membawa catatan, dicatat bagaimana sakitnya dan menjalarnya. Dengan ajakan itu, DUS mau lagi ke dokter itu, dan sekali ini dengan penulis ma-suk ke ruangan periksa. Catatan diserahkan, rupanya catatan itu dianggap tidak perlu, sebab penulis melihat, dokter mengabaikan surat itu, dan ia langsung berbicara, ”Ibu ini, mungkin sakit ginjal, selain obat yang saya berikan, coba meminum rebusan daun kumis kucing, atau air rebusan daun belimbing.” Mendengar saran dokter, penulis bergegas mencari dan mere-bus daun kumis kucing. Setelah dingin, lalu penulis memberikannya ke-pada DUS. Dicicipinya, ia muntah, “Pahit,” katanya. Penulis demontrasi, penulis menenggak rebusan daun kumis kucing itu, habis satu cangkir. Ka-lau dirasa-rasa, tentu rasa pahit, jangan dirasa-rasa, minum dengan iman, kata penulis, akhirnya DUS mau meminum air rebusan daun kumis kucing itu. Anehnya, yang selama ini, apabila penulis memakan ikan goreng, badan penulis gatal-gatal, alergi, tetapi sejak meminum rebusan daun ku-mis kucing itu, penulis tidak alergi lagi.
DUS sudah beberapa kali berobat ke dokter, tetapi benjolan tetap ada dan terasa sakit setiap pagi. Kami berbincang-bincang, karena ibu yang sakit, kami sepakat kalau dokter perempun yang dituju, lebih cocok. Kebetulan dokter yang memberi obat malaria kepada anak kami, dahulu, isterinya yang juga dokter, sudah datang. Kami pergi ke praktek dokter itu. Ibu saya menceriterakan hal sakitnya, yang akhirnya dokter mengirimnya ke RSUP Dok II, Jayapura, dan dokter itu memang bekerja di Jayapura. Olehnya, Isteri saya, DUS diterapi pemanasan, Sempat dua kali terapi pe-manasan, hasilnya tetap sama; tidak ada perubahan.
Karena DUS setiap pagi mengeluh sakit terus-menerus, teman-teman gurunya menganjurkan agar DUS diperksakan ke dokter O. DUS setuju dan penulis juga setuju, lalu hari Senin sore kami pergi ke praktek dokter O. Setiap orang mau berobat ke dokter O itu, disuruh mencatat na-manya di buku, ternyata kami lihat bahwa sampai untuk Selasa malam, su-dah penuh. Selanjutnya kami catat di buku untuk hari Rabu, dan jamnya pada pukul 7.00 malam, sebab tempat tinggal kami jauh dengan tempat praktek dokter.
Untuk keperluan pemeriksaan, yang dianggap penulis perlu, penu-lis menyiapkan catatan, bagaimana gejala rasa sakit DUS, dan mence-riterakan sudah pernah berobat ke dokter, yang diketik satu lembar penuh. Ketika giliran DUS diperiksa, DUS menyerahkan ketikan penulis kepada dokter. Menurut laporan DUS, dokter O membaca surat itu dengan serius, lalu dokter O mengatakan, “Saya kira ibu menderita tumor, coba naik ke meja periksa,” setelah naik, lalu dirabanya perut DUS, di sini ‘kan? DUS meng”ya”kan pertanyaan dokter. Kemudian DUS di suruh turun dari meja periksa, selanjutnya dokter O menjelaskan, “Harus dioperasi. Jangan kha-watirr, sebentar lagi dokter ahli kandungan datang, kalau sebulan lagi dokter kandungan belum juga datang, biar saya yang operasi.” kata dokter O.
Pelayanan dokter O, penulis puas karena dokter itu membaca surat yang penulis buat dengan serius. Memang menurut seorang secretariat RSUP, apabila dokter itu menemui masalah di rumah sakit, setelah jam pulang, ia tidak langsung pulang ke rumah, tetapi ia langsung ke perpus-takanya sampai masalah itu terjawab.

Rupanya tiap orang harus rajin membaca, selain sebagai hiburan, juga untuk menambah wawasan, jangan sampai divonis flu berat, ternyata malaria, karena tidak tahu kondisi Papua. Dan ada pula sakit di pinggang, dicurigai sakit ginjal, pada hal tumor.

PENYAKIT MALARIA

Apabila ada orang yang baru dating di Papua akan ada orang berseloro, “Belum dapat jatah malaria, ya.” Orang baru datang itu akan nyengir-nyengir, antara takut dan ragu-ragu. Memang ketika penulis baru tiba di Papua, tidak jauh dari pelabuhan, ada reklame peninggalan tentara Amerika, yaitu gambar nyamuk menusuk bokong manusia dan di situ ada tulisan berbahasa Inggris, yang artinya, lebih berbahaya bayonet nyamuk daripada bayonet musuh. Maksudnya bayonet nyamuk adalah belalai nya-muk. Memang benar, seperti teman penulis yang seligtingdengan penulis, ia selalu demam. Setiap teman itu demam, ia menelan obat penurun panas, seperti antalgin. Penulis menganjurkan agar menelan obat malaria (kloro-quine), tetapi jawabnya, nanti kebal. Pada hal ia mendapatkan obat malria, gampang, karena isterinya seorang suster yang bekerja di RS. Pembantu. Mungkin isterinya yang mengajarinya tentang hal kebal itu, sebab sewaktu Belanda berkuasa, manteri-manteri kesehatan zaman itu yang mengajari tentang kebal itu. Nyatanya teman seligting penulis itu, lama-kelamaan berjalannya miring, rupanya limpanya sudah mulai membengkak yang a-khirnya pecah, dan teman itu meninggal dunia. Kalau sakit malaria tertiana prosesnya seperti yang sudah diceriterakan itu. Jika sakit malaria tropika, kata manteri kenalan penulis, kalau sudah tiga hari tidak turun panasnya, lebih baik orang itu mati, sebab kalaupun sembuh, orang itu akan tidak bisa berbuat apa-apa; menjadi beban keluarga selama hidupnya, sebab itu hati-hati nyamuk.
Selanjutnya, karena yang diceriterakan di sini tentang pengalaman di Kotaraja maka penulis menceriterakan sedikit mengenai keadaan Kota-raja, supaya pembaca tidak bingung.
Kotaraja, ketika Belanda meninggalkan Papua, masih hutan lebat, dan banyak rawa-rawa. Ketika Indonesia berkuasa, didirikanlah Asrama Brimob dan Asrama Tentara yang disebut Bucend IV. Karena sekolah YPK berada 2 km dari pinggir jalan besar, maka muncullah istilah “Kota-raja Dalam” untuk sekolah YPK, dan “Kotaraja Luar” untuk kedua asrama itu, termasuk komplek SD Negeri Kotara. Beberapa tahun kemudian, didirikan Perumahaan pegawai yang disebut Pemda II, tetapi karena yang membangun PT. Cigombong maka lebih populer nama Cigombong dari-pada Pemda II. Begitu pula Pemda III, lebih populer nama Melati daripada Pemda III, karena yang membangun PT Melati. Di Cigombong maupun di Melati itu ada rumah dokter. Begitu pula di Bucend IV, ada rumah dokter. Di rumah dokter, sore hari ia membuka praktek. Demikian pula di depan rumah penulis, ada juga perumahan pegawai, disebut Perumahan Sehat. Di depan komplek penulis ada juga dokter. Lama-kelamaan berdiri pula Perumahan DPR, bahkan Kotaraja menjadi satu dengan Abepura, yang tadinya hutan, menjadi kota.
Demikianlah, anak kami yang ketiga berumur 3½ menderita de-mam panas, dan biasanya jika anak panas, kami langsung beri obat satu ta-blet kloroquine. Waktu itu sudah mudah mendapatkan obat malaria. Sa-yangnya anak kami itu, sudah dua hari menelan obat tidak ada tanda-tanda akan turun panasnya. Jika dilanjut, penulis khawatir anak keracunan obat. Oleh sebab itu kami bawa anak itu ke dokter. Dokter itu baru datang di Kotaraja (Jayapura), dan ia memberi kloroquine ½ tablet. Penulis bilang, sudah diberi kloroquine 1 tablet, maka ½ tablet dosisnya terlalu rendah. “Coba saja dulu,” kata dokter itu. Karena ia dokter, penulis menurut saja, yang akhirnya kami pulang ke rumah. Pukul 2.00 sore anak itu menga-takan, “Mau muntah, pak.” Ya, muntah saja, kata penulis. Tiba-tiba pe-nulis melihat mata anak itu, terbelalak. Penulis pikir, anak itu sudah mati, karena penulis belum pernah melihat orang step. Dengan tanpa baju, penulis gendong anak itu ke sekolah, sebab ibunya masih mengajar. Ia da-tang dengan buru-buru, seraya mengucapkan, “Sudah mati anakku.” Kepa-la sekolah datang pula, katanya, “Anak ibu step, bawa segera ke dokter.” Kami bawa anak itu ke dokter, ke dokter yang telah memberi obat anak kami ½ tablet. Dokter itu dengan dimulainya mengucap, disuntiknya anak itu. Setelah disuntiknya kamipun pulang ke rumah. Orang-orang di kom-plek sekolah gempar karena stepnya anak itu. Sorenya teman-teman datang yang akhirnya tidur di rumah kami. Begitulah persaudaan kami waku itu di Jayapura, sangat toleren, walaupun dari lain suku.
Sudah malam, anak kami belum juga sadar. Mengingat ucapan-ucapan manteri, kami orangtua anak sangat cemas. Malamnya kami semua tidak tidur-tidur, dan anak itu belum juga sadar, bahkan ia tidur terus-me-nerus, mungkin dia diberi dokter itu tadi obat tidur yang digiling yang di-campur dengan obat malaria.
Hari sudah pagi, teman-teman itu pergi karena mereka juga pega-wai. Sorenya meraka sudah datang pula, anak kami belum juga sadar. Te-tapi tengah malam anak itu mengigau, “Bapak marah, saya tidak mau ikut kamu, saya mau pulang,” begitu igau anak itu. Mendengar igauan anak itu, penulis baru sadar, anak itu akan sadar. Esoknya, kira-kira pukul 6.00 pagi, anak itu bangun, seraya dia meminta minum. Saya beri minum teh manis, tetapi ia masih panas, panasnya tidak seberapa. Panas tidak seberapa itu sampai tiga hari, barulah panas anak itu normal. Seminggu kemudian anak itu rewel, pertanda akan sakit lagi. Penulis beli obat kloroquine di depot obat di Abepura. Kemudian diberikan sesuai dengan aturan. Hilang lagi panasnya, tetapi 2 minggu kemudian kambuh lagi. Kami tidak bawa lagi ke dokter praktek, karena kami masih trauma. Ke Puskemas juga tidak karena kalau ke Puskemas harus pagi dan selesainya sampai setengah hari. Beli lagi kloroquine, diberikan, .turun lagi panasnya. Teman-teman meng-anjur, agar darah anak diperiksa di suster ibu Sihotang. Ibu Sihotang mem-punyai mikroskop untuk periksa darah. Beigitulah, anak itu kami, kami bawa ke ibu Sihotang. Memang benar, di darah anak itu masih ada bibit malaria, tetapi saat itu anak tidak panas. Oleh sebab itu, sesampai di ru-mah, penulis pergi ke depot obat, yang waktu itu di Abepura belum ada apotek. Di depot obat itu dipajang obat malaria, di antaranya malarex dan kinine (kina). Penulis meminta brosurnya, dalam brosur, kalau malarex cendrung sama dengan kloroquine, tidak menyinggung malaria mana diobatinya, sedangkan kina, menurut brosurnya, paling manjur mengobati malaria tropika. Penulis membeli 3 kemasan (30 butir), sebab begitu di-anjurkan brosur. Setelah dibayar, penulis pulang ke rumah. Sesampai di rumah, penulis jelaskan cara kerja kina, kepada isteri lalu isteri menangkis, “Itu reklame, supaya laku.” Walaupun isteri menangkis, tetapi penulis percaya kepada brosurnya. Obat kina diminumkan kepada anak sampai lima hari, setelah dua minggu diperiksa lagi darahnya, ternyata masih ada bibit malarianya. Diberikan lagi kina ¾ tablet, dengan cara melumatkan obat pada sendok, dicampur air, lalu diminumkan sampai lima hari. Sete-lah dua minggu, diperiksakan lagi darahnya, masih ada bibit malaria. Pe-nulis belum jera, diberikan lagi obat kina, setelah dua minggu, diperiksa lagi darahnya, masih ada bibit malarianya. Pada kali keempat, setelah dua minggu, diperiksakan lagi darahnya, “Masih ada bibit malarianya, tetapi sudah patah-patah, ito,” kata ibu Sihotang. Mendengar sudah patah-patah, diminumkan lagi obat malaria/kina, setelah dua minggu, diperiksakan lagi darah anak itu, ternyata sudah tidak ada lagi. Tetapi ibu Sihotang mengata-kan, “Jangan menganggap sudah aman malarianya, ito. Tetap awaspada dengan nyamuk.”
Adapun nyamuk adalah pengedar bibit malaria, kalau bibit mala- ria tropika pengantarnya adalah nyamuk anopeles, kalau malaria tertiana dikembangkan oleh nyamuk tertiana. Dan bila tetangga yang sudah de-mam, kalau nyamuk dari tetangga itu terbang ke rumah kita, nyamuk itu bersembunyi pada pakaian, yang ada bau keringat sangat disenangi nya-muk, malam-malam ia akan mencari makan. Digigitnya kita, kita akan sakit malaria. Apalagi di rumah kita ada yang sakit, semua yang tinggal di rumah itu akan sakit, gara-gara ada nyamuk yang menyebarkannya. Tidak semua nyamuk menyebarkan bibit malaria, kata orang, di Taive (peda-laman/sungai Mambramo, Papua, kalau berjalan harus dikipas-kipas de-ngan daun-daun untuk mengusir nyamuk) apalagi malam hari. Walaupun nyamuk berdengung karena sangkin banyaknya, tetapi tidak ada orang sakit malaria di Taive.
Ada mengatakan, nyamuk itu pintar, lantaran, nyamuk dapat ma-suk melalui celah walaupun di bawah pintu sudah dijejal dengan kain-kain. Sebenarnya nyamuk masuk bukan melalui celah pintu, tetapi melalui pin-tu. Coba Anda perhatikan, pada malam hari dengan membawa senter Anda keluar rumah, kemudian Anda masuk lagi, ketika Anda membuka pintu, nyamuk lebih dahulu masuk daripada Anda, yang dapat dilihat ketika nyamuk beterbangan kena sinar dari senter. Dan jangan dianggap sudah aman kalau Anda sudah pakai kelambu. Sebab kelambu dapat ditembus oleh belalai nyamuk. Ketika Anda tidur, tetapi anggota badan Anda sandar ke pinggir kelambu, sehingga nyamuk berhasil menembus kelambu lalu menghisap darah Anda. Oleh sebab itu, sebaiknya ranjang tempat tidur Anda dipasangi papan keliling, agar anggota badan sandar tidak ke ke-lambu saja, melainkan ke papan.
Selanjutnya, melalui tulisan ini penulis menyampaikan penga-laman, bahwa karena penulis sudah pernah kena malaria, yang apabila penulis kehujanan, satu hari kemudian flu penulis muncul, yang walaupun telah menelan obat flu, flu tidak hilang. Tetapi setelah penulis menelan obat malaria, barulah flu (malaria) itu hilang. Begitu pula kalau anak Anda mandi-mandi terlalu lama, karena sudah pernah kena malaria, malarianya akan kambuh. Ataupun kalau meminum air es, air kelapa muda, dan lain sebagainya, penyakit malaria kambuh, pertanda bibit malaria masih ada dalam tubuh. Oleh sebab itu kita harus waspada. Menurut orang, selama 14 tahun penyakit malaria tidak kambuh-kambuh, barulah dikatakan penyakit malaria kita sudah hilang, itupun kalau mengidap penyakit malaria ter-tiana. Lain dengan malaria tropika, malaria tropika seperti diceriterakan penulis terdahulu, malarianya hilang setelah melalui beberapa kali mene-lan obat dan beberapa kali pemeriksaan darah.

Dilanjutkan lagi, berdasarkan pengalaman seperti yang diuraikan; apabila mandi terlalu lama, meminum air es, meminum air kelapa muda, yang mempengaruhi suhu badan, penyakit malaria akan kumat. Oleh kare-na itu, ketika kami sekeluarga cuti ke kampung, kepada anak-anak penulis mengingatkan, perjalanan kita ke Papua, sangat jauh. Jangan lama mandi, jangan meminum air kelapa muda dan lain sebagainya. Kalau penulis ada, tentu anak-anak mendengar nasehat itu, karena takut dimarahi. Tetapi keti-ka penulis pergi membeli tiket, anak-anak merasa bebas. Mereka mandi-mandi pada air berlumpur di sawah, meminum air kelapa muda, dan kela-panya diaduk dengan gula merah. Kata kakek mereka, “Besok kalian sudah pulang, silakan kalian minum air kelapa muda.”
Sekembali penulis tiba dari membeli tiket, penulis melihat kulit kelapa muda bertebaran dan rambut mereka masih basah. Dalam hati pe-nulis, celaka, pasti di antara anak-anak akan ada diserang malaria. Betul, anak kedua setiba di Jakarta, badannya panas. Penulis langsung membeli obat malaria ke apotek, ternyata pihak apotek mengatakan, “Obat malaria tidak sembarang dijual, harus melalui dokter.” Kebetulan pesawat terbang yang membawa kami, enam hari lagi baru berangkat ke Papua. Sambil me-nunggu keberangkatan, kami pergi ke Bandung. Di Bandung pun cepat-ce-pat penulis pergi ke apotek di Jln. Pasir Kaliki. Ternyata di Bandungpun pihak apotek juga mengatakan,”Tidak boleh obat malaria dijual semba-rangan, harus melalui dokter.” Karena di apotek ada dokter, penulis me-manggil anak yang sakit itu, lalu diperiksakan ke dokter di apotek itu. Kata dokter, “Anak ini menderita sakit flu berat.” Bukan sakit malaria, dokter, tanya penulis. “Tidak,” jawab dokter. Karena kami lima hari lagi baru ber-angkat ke Papua, tolongah, dokter, kata penulis. Dokter tidak berkomentar, seraya ia memberikan resep obat flu itu.
Adapun anak kami, semuanya pernah darahnya diperiksa karena kena sakit malaria, dan ternyata malarianya adalah tertiana, yang apabila kambuh, diberi obat flu saja bisa turun panasnya, tetapi belum sembuh; bibit malarianya akan bersembuntyi di limpa atau di hati. Seperti anak kami nomor 2 itu, mau ikut berjalan-jalan ke Tangkuban perahu, tetapi ia tidak segar.
Singkat ceritera, ketika kami tiba di Kotaraja, Jayapura, penulis langsung membawa anak yang sakit itu ke dokter Ny. Tony Iman di Bu-cend IV. Setelah anak kami dipasang thermometer di ketiaknya, dan di- suruh membuka mulut, dilihat dokter dengan dibantu sinar senter, lalu kata dokter, “Sudah,” seraya memberikan obat kloroquine. Penulis bertanya, mengapa di Bandung dikatakan dokter anak ini menderita sakit flu berat?” “Mungkin Bapak tidak memberitahu bapak dari Papua.” Penulis tercengang mendengar jawaban dokter,”tidak memberi tahu Bapak dari Papua.”

BAYI SETAHUN MENDERITA SAKIT MUNTABER

Rumah tempat tinggal kami adalah rumah dinas, yang letaknya berada di pinggir jalan besar, dan komplek sekolah. Karena tempat kami berada di komplek sekolah, sehingga setiap ada hal berita tidak baik, cepat kami ketahui.
Demikianlah, pada suatu hari isteri penulis, DUS mendengar beri-ta penyakit muntaber sedang mewabah, dan yang dijangktinya anak balita, bahkan sudah ada meninggal dunia. Mendengar kabar muntaber itu, kami khawatir anak kami berumur setahun terjangkiti, anak yang ketika baru berumur tiga bulan tidak BAB. Rupanya DUS bukan saja mendengar mun-taber sedang mewabah, tetapi teman guru di sekolah itu, anaknya sedang diopname di rumah sakit karena muntaber. Kami, mau tidak mau harus membezuk anak itu. Oleh karena itu, sesudak pulang sekolah, DUS me-nyiapkan makanan malam. Ketika jam menunjuk pukul 4.00 sore, sebelum berangkat, kami menasehatkan kakak anak itu, jangan keluar rumah karena sudah sore.
Ketika pukul 7.00 malam kami sudah kembali di rumah, lalu karena khawatir, kami langsung ke kamar mandi dan membuka semua pa-kaian dan merendamnya dengan Rinso.
Keesokan harinya, pagi sekali anak kami yang kami khawatirkan itu, mencret. Karena masih pagi, tentu dokter belum pergi ke kantor, cepat-cepat kami bawa anak itu kepada dokter. Anak kami diberi oralit, lalu kami kembali ke rumah. Belum sempat sampai di rumah, anak itu mencret lagi. Cepat-cepat kami meminumkan oralit yang diberikan dokter. Baru beberapa menit saja meminum obat oralit, anak itu mencret lagi, tetapi karena oralit yang diberika dokter masih cukup banyak, atau sampai untuk sore, sehingga anak itu tidak lagi kami bawa ke dokter.
Ketika hari sudah gelap anak itu, mencretnya tidak mengalami perubahan; tetap/belum setengah jam minum oralit, ia sudah mencret lagi. Itulah sebabnya si anak, malam itu juga kami bawa kembali ke dokter, dan di sana yang diberikan obat itu-itu juga; oralit. Tidak ada obat lain yang diberikan, akibatnya, seusai minum obat anak itu mencret lagi, mencret-mencret terus, membuat kami tidak tidur-tidur malam itu, dan setelah pagi kami bawa lagi ke dokter. Dokter menarik kulit anak itu, nyata-nyata ke-lihatan kulit perut anak sudah tipis. Dokter geleng-geleng kepala pertanda sakit anak kami cukup parah. Dokter bertanya,”Masih ada oralitnya?” Kami jawab, banyak. “Teruskan diminumkan. Tidak ada apa-apa.” kata dokter. Kami sangat kecewa karena dokter tidak memberikan obat lain a- tau diopname. Katanya,”Kalau diopname, tidak bisa bapak bisa lihat setiap waktu, dan saya akan pantau.” Dengan kekecewaan kami tinggalkan ru-mah dokter. Masih dalam perjalanan anak itu mencret lagi.
Hari itu juga, sepulang dari dokter, DUS mengusulkan agar penu-lis menghubungi tetangga, yang anaknya juga muntaber. Begitu penulis tiba di pintu rumah orang itu, penulis melihat anak-anak bermain di ha-laman. Karena penulis sudah kalut pikiran, penulis tidak melihat anak ibu itu bermain di halaman. Penulis bertanya kepada ibu anak itu, bagaimana sakit anak ibu? “Itu, ada bermain di luar, saya beri teh kental saja,” jawab ibu itu. Mendengar teh kental, penulis teringat akan (alm) ayah penulis, dan penulis lupa mengucapkan terima kasih kepada ibu itu. Ayah (alm) pernah mengatakan, “Jika kamu mencret, panjat pohon jambu (giawas) lalu kamu ulam daun mudanya dan jangan kamu pegang.” Kebetulan pohon jambu ada di depan rumah, dan penulis petik.
Setibanya di rumah, penulis mengambil air panas termos lalu men-yeduh daun jambu muda itu di gelas. Dikipas-kipas supaya cepat dingin, sementara dikipas-kipas, anak itu menggapai gelas yang berisi air jambu muda. Karena panas air daun jambu muda tidak seberapa lagi; panas air jambu tidak berbahaya lagi, ibu anak membiarkan anaknya mengambil gelas yang tidak seberapa panas itu. Anak meminum air daun jambu dan dalam sekejap saja sudah habis. Kami lihat anak itu banyak mengeluarkan keringat dan ia mulai mengantuk. Karena anak sudah mengantuk, lalu ibunya menidurkannya. Sementara anak itu tidur, penulis merebus daun jambu, dengan mengabaikan nasehat ayah (alm). Kira-kira satu jam ke-mudian anak itu bangun dan mencret lagi. Kami berikan lagi air jambu yang pahit itu, tetapi diminumnya juga. Setelah diminumnya lalu ia tidur kembali. Ketika anak itu pulas tidur, saya katakan kepada DUS, anak ini masih mau dengan kita.

MENDERITA KARENA SAKIT MAAG DI TANAH PAPUA

Tinggi badan penulis 165 cm, berat badan rata-rata 50 kg kalau pe-nulis merasa sehat. Kadang mencapai 55 kg kalau sehat betul. Dengan ting
gi 165 dan berat 50 membuat penulis kurang pd (percaya diri) kalau mau bergaul.
Pada Februari 1966, ketika penulis berumur 26 tahun kampung ha-
laman ditinggalkan, selanjutnya penulis menuju Papua.
Juni pada tahun itu juga, penulis telah tiba di Kelila, Pegunungan Tengah, Jayawijaya. Kedatangan penulis tampaknya Kepala Sekolah ku-rang simpati, penulis tidak mengerti apa sebabnya ia tidak simpati kepada penulis, apalagi penulis baru datang. Di Kelila itu, guru hanya dua orang. Rumah yang disediakan bagi penulis, tidak jauh dengan rumah Kepala Sekolah. Oleh sebab itu, apabila teman-temannya datang, kalau mereka bersemangat berceritera, dengan jelas terdengar apa yang mereka perbin-cangkan.
Demikianlah, kawan sekampung Kepala Sekolah datang, 1 orang dari Jayapura, lainnya satu keluarga dari Bokondini. Pertemuan mereka tampaknya sangat berbahagia. Dalam kebahagian mereka itu, terdengar ucapan, “Do, do, do komang, kitong pe pung kampung, pagi-pagi harus smokol (makan banyak) baru bekerja, orang trada kurus, semuanya sterek-sterek.
Setelah dipikir-pikir, dengan kata-kata “smokol dan kita pe pung kampung trada orang kurus,” yang mereka perbincangkan adalah pribadi penulis yang kurus kerempeng. Dikira mereka, penulis kurus kerempeng karena kurang makan. Sampai-sampai Kepala Sekolah itu bertanya, “Pak Tarigan di kampung susah cari makan, ya,” Saya sambut dengan senyum saja, tak menjawab sepatah katapun. Hanya dalam hati berkata, kalau kuper (kurang pergaulan) memang dirinya yang paling hebat, tetapi karena kata-kata mereka itu, mendorong penulis bertekad, kalau cuti nanti, harus melewati setidaknya pelabuhan Bitung.
Sudah memasuki bulan Januari 1969, teman penulis dari Ilaga be-lum datang juga. Pada kesempatan begitu panjang, penulis berjalan-jalan sekitar kota Jayapura. Pada suatu hari penulis dengan teman yang lain, yang badannya gemuk, kami mau masuk ke pelabuhan, teman itu dengan melenggang melewati penjagaan tanpa hambatan, ia dengan bebas masuk, yang waktu itu mulai ditertibkan bagi orang keluar masuk pelabuhan. Sial sekali bagi penulis yang kurus kerempeng ini, penulis didorong keluar, pe-nulis cuma senyum saja, karena penulis tahu bahwa dirinya kurus, se-dangkan teman itu gemuk, ia lewat saja, dikira penjaga pintu, teman penulis itu bos.
Tekad penulis tercapai, tanggal 1 Februari 1969 KRI. Bujuralasat masuk pelabuhan Jayapura, dan ABK kapal itu mengatakan, Bujuralasat lewat Bitung, dan menerima penumpang. Kawan dari Ilaga kebetulan juga sudah datang dan kami terus beli tiket yang hanya selembar kertas kepada masing-masing orang. Memang kapal itu kapal perang, dan tugasnya membuat peta laut. Kapal itu kamarnya hanya untuk ABK, sedangkan ka-mi penumpang tidak resmi hanya di palkanya yang beratapkan terpal, dan dua meter dari permukaan laut dan tidak berdinding, sehingga kami dapat menikmati keindahan pantai laut yang curam mulai dari Pelabuhan Papua sampai Bitung. Begitulah waktu itu, tranportasi baik laut maupun udara ti-dak selancar sekarang ini.
Kapal berlayar sudah 4 hari, dan kami sudah tiba di pelabuhan Bi-tung. Penulis melihat nona-nona dengan kole-kolenya menjajakan pisang ambon, bagea (sebangsa roti terbuat dari sagu berbungkuskan daun rum-bia) dan lain-lain. Melihat nona-nona itu membuat penulis tercengang, ter-cengang karena mengingat omong besar guru di Kelila. Lagi pula, dari pa-kaian nona-nona itu membawa penulis berpikir, bahwa ekonominya sama saja dengan di kampung penulis. Rupanya merantau mental harus kuat, se-bab lain daerah lain caranya bergaul.
Singkat ceitera, setibanya di kampong segera diadakan pesta per-nikahan, dan pada Juli 1969 kami sudah berada kembali di Jayapura. Pe-nulis ingin pindah ke tempat lain, karena kalau kembali ke Kelila penulis khawatir, akan disindir-sindir lagi, jelas isteri tidak tahan disindir membuat penulis susah, isteri ( D.U Sembiring, yang disingkat DUS sedang me-ngandung). Ketua YPPGI juga setuju, kami pindah ke Karubaga, itupun hanya satu setengah tahun saja, lalu pindah lagi ke Jayapura. Kami men-dapat perumahan dinas di samping Asrama Brimob, Kotaraja. Kurus ke-rempeng tetap menyertai penulis.
Tidak lama berselang, warung gado-gado berdiri di samping ru-mah. Gado-gado kesenangan penulis, dan akibat memakan gado-gado ter-lalu sering, atau sejak memakan gado-gado membuat penulis cepat lapar. Pukul 07.00 pagi penulis sudah makan dari rumah, tetapi di kantor pada pukul 09.00 sudah lapar, kemudian pukul pukul 11.00 sudah lapar lagi. Su-dah beberapa hari berselang lapar dijalani dan belum ke dokter. Setiap buang air besar (BAB), dalam tinja ikut nasi, sayur dan lain sebagainya masih utuh. Lama-kelamaan ada kekhawatiran penulis, bagaimana makan tidak hancur dan cepat lapar, yang mendorong penulis pergi ke rumah sakit untuk diperiksa. Di rumah sakit, penulis disuruh naik ke tempat periksa. Ternyata, setelah diperiksa, penulis dianjurkan makan obat selama tiga ha-ri dan kurangi memakan pedis-pedis, kopi, dan minum asam-asaman, juga diharuskan meminum susu. Sebenarnya, penulis setiap kali meminum,
susu, langsung muntah, tetapi dokter mengatakan, sesudah menelan obat ini nanti, tidak muntah lagi. Diberikan dokter resep untuk ambil obat di Bagian Obat. Waktu itu tidak ada apotek untuk umum di Jayapura. Obat-obat hanya ada di Bagian Obat Rumah Sakit. Setelah resep dimasukkan di loket lalu penulis duduk di ruang tunggu. Jam sudah menunjukkan pukul 2.00 sore, tetapi penulis belum-belum juga dipanggil. Ketika jam sampai 2.30, kenalan penulis yang bekerja di rumah sakit itu, datang dan bertanya.
Jawaban penulis, menunggu obat. Dimintanya tanda bukti mengambil o-bat, dan ia langsung ke kamar obat. Hanya sebentar saja, ia sudah datang lagi. Ia mengatakan, “Abang sakit maag, hati-hati memakan makanan, ti-dak apa-apa.” Nasehat itu membuat penulis khawatir, dan takut. Obat dibawa pulang dan ditelan sesuai dengan anjuran dokter. Obat itu sangat membantu, tetapi setelah tiga hari obat telah habis, dan karena setiap ber-obat, dapat obat hanya untuk tiga hari sehingga ada usaha mencari obat di toko-toko, sebab waktu itu apotek umum belum ada di Jayapura. Usaha berhasil, ada obat dari Negeri Belanda bernama Roter. Menurut broser yang ada dalam kaleng Roter, setelah menelan obat Roter, tinja akan ber-war hitam. Betul tinja yang dikeluarkan hitam, dan enak buang air besar (BAB); tidak seperti waktu sakit maag itu, kadang tiga hari baru ke be-lakang, itupun keras dan dubur dikorek-korek dengan jari, baru tinja ke-luar, bila dikorek-korek tinja itu, di dalamnya terdapat makanan masih utuh. Kalau sudah menelan obat Roter, tiap pagi harus BAB. Tinja menjadi hitam dan lembek.
Sementara menggunakan obat Roter, ada pemberitahuan melalui koran, obat dari Luar Negeri (Roter dan Ciba) dilarang berredar di Indo-nesia, obat itu membuat orang lumpuh. Mendengar pemberitahuan itu, pe-nulis menjadi cemas, tetapi ada pula yang membantah yang datangnya da-ri DEPKES, katanya, Indonesia makan batu, tidak apa-apa. Kata “makan batu” tentu kata menggeledek “menggeledek”, yang arti sesungguhnya, obat itu tidak berbahaya kalau ditelan. Memang, selama penulis bertugas di pelaman Papua, tidak ada orang lumpuh karena menelan obat Ciba, Ciba didapat secara gratis dari Poliklinik Missioner.
Setelah enam bulan Roter ditelan, tubuh penulis menjadi tidak ku-rus lagi. Dan waktu itu, kebetulan kami sekeluarga mendapat cuti ke kam-pung halaman. Orang-orang sangat terkejut melihat tubuh penulis karena sudah gemuk. Datanglah kakak ipar, yang menurut pendapat kami, kakak ipar itu dating, untuk menjenguk kami. Ternyata kami keliru, kakak ipar datang hendak menyampaikan keluhannya, yang baru saja ia dioperasi ka-rena tidak bisa BAB.Rupanya ketika ipar itu datang, penyakit BAB kam-buh lagi. Tentu kami tidak bisa membantu, walaupun penulis telah mele-wati masa susah BAB. Namun demikian, kami berikan juga 10 tablet Roter, yang kami bawa dari Jayapura.
Seteleh satu bulan di kampung, kami kembali ke Jayapura. Setelah setahun kemudian, anak kami yang ketiga, lahir. Kami selaku orangtua he-ran melihat tinja anak itu, tinjanya mengandung bercak putih, seperti susu sudah mengental. Apakah bercak putih itu dari susu, atau tidak, kami tidak tahu. Memang anak kami mendapat ASI hanya sedikit, ASInya tidak sem-purna. Selanjutnya bayi kami hanya meminum susu kaleng.
Sekitar setelah dua atau tiga bulan sesudah anak itu lahir, ia tidak bisa BAB, perutnya gembung seperti balon. Kami coba gosok dengan minyak kayu putih yang dicampur bawang merah, hasilnya nihil. Ususnya yang melingkar-lingkar dalam perut sudah dapat dilihat dari luar. Penulis ajak isteri untuk berbincang-bincang tentang perut bayi itu. Kalau bayi itu dibawa ke rumah sakit, kami yakin bayi itu akan dioperasi. Tetapi meng-ingat kakak ipar sudah menjalani operasi kedua, tetapi meninggal dunia
juga. Oleh sebab itu, kami tidak bawa bayi kami ke rumah sakit. Kami rencanakan bayi itu diberi Roter stok lama, kami sudah siap dengan resiko apapun yang akan terjadi. Yang dimulai dengan berdoa, obat Roter diam-bil, dilumat di dalam sendok teh, lalu diberikan kepada bayi. Kira-kira satu jam kemudian, bayi kami buang angin, kemudian disusul BAB. Kami ti-dak ingat berapa lama bayi itu menelan obat Roter, mungkin beberapa hari saja karena sudah sembuh. Kenyataannya, anak kami tidak mengalami ke-lumpuhan, anak kami menjadi dewasa dan sudah mempunyai anak. Yang cacat karena kena minyak kayu yang dicampur dengan bawang merah, ada, tetapi bukan Roter. Tetapi anehnya orang tidak percaya akan peng-alaman kami. Ada orang bayinya mengalami seperti bayi kami, lalu kami ceriterakan ke bapak bayi, dan ia percaya, dan ia terus membeli Roter ka-leng isinya 40 tablet. Sayangnya, isterinya tidak percaya, ia lebih cendrung percaya ke dokter orang Barat, walaupun dokter orang Barat itu menga-takan, nanti akan ada cacat. Nyatanya anaknya sesudah sembuh, bisu.
Mengenang semua apa yang sudah terjadi pada diri penulis, penu-lis menjadi sadar bahwa penyebab kurus kering penulis adalah karena makan yang ditelan tidak dicerna dengan baik, sehingga makanan itu be-gitu saja lewat dalam perut; makanan ditelan tidak membantu per-tumbuhan badan.
Pernah penulis berintermezo dengan perempuan, yang menurut per
kiraan penulis perempuan itu mengalami seperti penulis, kurus kering, di kantor. Penulis ceriterakan keadaan penulis, tentang susah BAB, dan ibu pasti sakit maag, begitu ceritera penulis. Perempuan itu menangkis, “Kau seperti dokter saja, tahu orang susah BAB.” Penulis jelaskan riwayat pe-nyakit maag penulis. Rupanya pembicaraan penulis menjadi perhatiannya juga, walaupun ditangkisnya. Ketika penulis keluar dari ruangannya tem-
patnya bekerja, diikutinya sampai di gang ruangan. Tiba-tiba di salah satu sudut gang, ibu itu bertanya, “Apa nama obat itu?”
Tahun terus berganti, Roter memang sudah tidak ada lagi di toko-toko. Obat maag dari Jakarta mulai terlihat di apotek. Pada waktu itu su-dah ada apotek di Jayapura dan disitulah ada obat maag, bahkan di etalase toko-toko juga sudah dimulai dipajang, katakanlah nama obat itu A,B, dan C.
Semula, apabila perut kembung dan perih, jika diisi makanan se-dikit saja, langsung buang angin dan rasa perih terasa hilang. Tetapi lama-kelamaan, walaupun diisi makanan, perut tetap gembung. Penulis coba menelan obat A, ternyata berhasil, tetapi hasilnya tidak seperti Roter. Ka-lau Roter, seperti diungkap semula, tinja menjadi lembek dan berwarna hitam.
Obat A lama-kelamaan tidak mempan lagi. Penulis beralih ke obat B, semula berhasil, tetapi seperti obat A. mula-mula berhasil, lama-kela-maan menjadi kebal. Beralih ke obat C, C cendrung seperti Roter, tinja lembek, tetapi mahal harganya jika dibandingkan dengan A atau B. Akhir-nya penulis berganti-ganti menelan obat maag, tetapi tetap sakit maag.
Penulis pernah berbincang-bincang dengan seorang dokter hewan, yang kantornya berdekatan dengan kantor penulis. Yang penulis tanyakan, mengapa dirasakan agak nyaman di perut, apabila memakan rebusan bu-nga atau daun pepaya. Dokter itu balik bertanya, “Direbus dicampur de-ngan daun apa ?” Jawab penulis, dengan daun giawas (kalau di daerah lain namanya daun jambu). Dokter itu menjawab, “Ya, daun giawas itu ter-masuk bahan penyamak kulit”
Dari penjelasan dokter itu, penulis berkesimpulan bahwa, usus o-rang penderita sakit maag, seperti, yang apabila kita memotong ayam, usus
nya dibawa ke sungai untuk dibersihkan, usus itu akan menarik pasir atau daun apa saja, dan susah mengeluarkan benda-benda itu, karena ada zat di usus itu. Zat itulah mulai berkurang pada usus orang sakit maag. Dugaan penulis, tentang berkurangnya zat itulah yang membuat orang sakit maag. Dugaan itu dari karena penulis hobi/suka menghisap air jeruk nipis, dan selalu membersihkan usus ayam.
Mengingat pada warung mudah mendapat/membeli obat maag. pertanda banyak orang sakit maag, yang apabila sakit maag langsung membeli obat dan menelannya. Menelan obat maag bukanlah solusi, sebab ada penulis lihat, setiap penyakit maagnya kambuh langsung ia membeli obat maag dan menelannya. Lama-kelamaan obat itu tidak mempan lagi, ia selalu menderita perut sakit rasa perih, yang akhirnya orang itu pergi ke dokter praktek, lalu sang dokter mengatakan, kalau sakitnya sebelah kanan, itu sakit usus buntu atau ada kuman. Kata dokter lagi, ibu segera pergi ke Rumah Sakit, karena kalau sempat usus buntu itu pecah akibatnya berbahaya. Dokter menerbitkan surat rujukan untuk dibawa ke Puskemas. Dari Puskesmas, karena ibu itu mempunyai kartu Askes, langsung dirujuk ke RSPAD. Melihat surat dari Puskedmas itu, RSPAD mencurigai ada kanker usus, karena ibu itu pernah dioperasi tumor kandungan. Peralatan untuk memeriksa usus di RSPAD tidak ada, maka ibu itu dikirim lagi ke RSCM. Di RSCM, kepada ibu itu, melalui duburnya dimasukkan cairan. Singkat ceritera, setelah melaui pemeriksaan, nyatanya ibu tidak ada pe-nyakit usus buntu, tidak ada kuman di usus, dan tumor juga tidak ada. Memang suami ibu itu pernah mengatakan, seperti dikatakan Hembing (penulis tidak tahu pendidikannya dan jabatannya, dan ia pernah membe-rikan penyuluhan kesehatan melalui TV, TVRI?) kata beliau, hindari makanan goreng-gorengan, hindari makanan pedis-pedis, asam-asaman, makanlah bangsa sayur terung, dan lain-lain. Dan penulis masih ingat ke-tika berobat di Dok II, Jayapura, dokter mengatakan, jauhi pedis-pedis, lemak-lemakan, dan asam-asaman, Menghindari makanan itulah solusi yang terbaik, dan obat maag solusi kedua. Memang susah meghindari makanan itu, tetapi kalau mau umur panjang, harus menghindari makanan itu.

1. MEMAKAN LEMAK KULIT BUAH TAWI (Nama tradisional papua untuk buah Merah)

Buah tawi populernya disebut buah merah. Kulit buah tawi itulah dimakan penulis mulai dari akhir Juli sampai dengan pertengahan Desem- ber 1966, karena krisis ekonomi masih berlangsung di Indonesia.
Ketika tiba di Kelila tanggal 20 Juni 1966 itu, yang waktu itu pe-nulis membawa jatah beras sebanyak 20 kg dari Jayapura (waktu itu masih bernama Sukarnapura). Mendapat beras sebanyak itu karena alasan, kami akan berangkat ke pedalaman, kalau tidak demikian hanya 4 kg didapat. Maklumlah waktu itu ekonomi Indonesia masih morat-marit.
Suatu hari Kepala Sekolah mengajak penulis agar mau memakan buah merah, sebab katanya, “Kalau tidak mau memakan tawi, ambil di mana beras pengganti makanan di pedalaman ini?”
Buah tawi yang rata-rata panjangnya 65 cm, dibelah empat, kemu-dian bagian dalam dikorek dan dibuang. Biasanya pekerjaan mengorek di-kerjakan oleh laki-laki. Di pihak lain ada orang mencari daun ubi jalar yang special; ubi jalar yang tidak mungkin mempunyai umbi. Ada juga orang mencari umbi ubi jalar dan langsung mencucinya. Yang lain meng-gali tanah untuk menaruh makanan. Tak kalah pentingnya adalah mem-bakar batu sampai membara, memang batu bakar batunya juga special; ba-
tu setelah panas jarang yang pecah.
Setelah batu membara, lalu dengan kayu penjepit batu itu dima-sukkan ke dalam tanah yang telah digali. Selanjutnya ditaruh sedikit rum-put di atas batu, supaya ubi yang ditaruh di atasnya jangan sampai go-song. Di atas ubi jalar, diletakkan tawi yang telah dikorek bagian dalam-nya itu, dan pekerjaan terakhir sayuran, seperti daun ubi jalar, kool, sawi. Supaya panas cukup untuk memasakkan makanan, rumput pelapis makan-an sengaja dibiarkan terjurai, ditutupkan sebelah atas lalu ditindis dengan batu. Kira-kia satu jam kemudian, atau makanan diperkirakan telah ma-sak, rumput terjurai tadi dibuka. Tawi itu segera diambil lalu diletakkan di atas tengkap (piring kayu berbentuk lonjong), didinginkan sejenak. Setelah
cukup dingin, tawi yang dicampur sedikit air, diperas hingga lemak kulit lepas semua, katakanlah dagingnya yang berwarna merah lepas dari bi-jinya. Biji yang sebesar sedotan gelas aqua gelas dan panjangnya kira-kira 3 cm dibuang, dan daging berwarna merah itulah dimakan. Kalau anak-anak sekolah yang ikut kami, mengaduk yang merah itu dengan ubi jalar atau daun ubi jalar di atas tengkap, sedangkan sebagian lemak tawi yang sudah diramas dengan ubi jalar ditaruh dalam piring lalu dibawa kepada guru. Oleh guru, mengaduk lemak tawi dicampur ubi jalar dan ada pula di-campur dengan daun ubi, sedangkan kepada penulis hanya mau dengan ubi jalar dan lemak tawi. Memakan tawi celana akan berwarna merah, wa-laupun dubur dicuci dengan bersih, mungkin karena banyaknya dimakan, itulah kelainan lemak buah tawi.
Kami guru-guru ataupun pegawai-pegawai di pedalaman tidak ta-hu tawi dapat menjadi obat, tetapi penulis mempunyai pengalaman tentang tawi, seperti diuraikan di bawah ini.
Pada tahun 1969 penulis dengan isteri (D.U. Sembiring) sudah ber
ada di Karubaga. D.U Sembiring yang sejak SMP mempunyai benjolan sebesar telur bebek di leher, benjolan itu tidak membesar, tetapi benjolan itu cukup membuat D.U kurang percaya diri karena selalu diejek, apalagi ke sekolah melewati terminal bus Kabanjahe. Dia bersekolah di SPG Kabanjahe dan tinggalnya di asrama Yon Simbisa, yang seharusnya ia se-kolah melewati terminal, tetapi karena selalu diejek, terpaksa ia meng-ambil jalan melambung menghindari terminal.
Di Karubagapun tawi ada, sehingga kebiasaan memakan tawi se-perti di Kelila, dilaksanakan juga di Karubaga. Kalau penulis makan tawi hanya dicampur dengan ubi, tetapi DUS memakan tawi dengan daun ubi jalar atau dengan sayur-sayuran, mau juga. Hebatnya DUS mau duduk de-ngan anak sekolah yang selalu datang maupun dengan orang kampung yang selalu datang ke rumah kami. Kalau anak sekolah memakan tawi, di situ DUS ada, duduk bersama memakan tawi. Istimewanya, sejak mema-kan tawi itu, benjolan di leher DUS, hilang sama sekali, apakah tawi mem-buat hilang atau tidak, kami tidak tahu.
Kami di Karubaga hanya satu setengah tahun; selanjutnya kami tinggal di Jayapura. Di Jayapura penulis setiap hari mengantar cucu ke SLB. Salah satu guru SLB itu, isterinya mempunyai penyakit sama seperti DUS, ada benjolan di leher. Isteri guru itu diperiksa ke RSUP di Dok II Ja-pura. Setelah beberapa kali diperiksa, dokter menganjurkan agar dioperasi saja. Si guru maupun isteri bersedia dioperasi, yang akan dioperasi hari Se-
lasa. Setelah tiba hari operas, suami dan isteri pergi ke RSUP untuk dio-perasi, tetapi, nyatanya ditunda hingga hari Selasa berikut. Begitulah, sudah tiga kali hari Selasa dilalui, belum juga dioperasi. Rupanya pihak RSUP ragu mengoperasi leher itu. Memang DUS mengatakan, dia tidak jadi dioperasi karena benjolan itu berada di daerah rawan.
Waktu itu sedang gencar-gencarnya kabar penemuan lemak tawi dapat mengobati penyakit HIV/AIDS, di kantor-kantor maupun di surat kabar. Guru di SLB itu mau coba-coba, setelah sebulan menelan lemak tawi, hasilnya benjolan di leher isteri guru, hilang.

Pengalaman mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan yang diperoleh selama 42 tahun hidup di tanah papua

Sewaktu penulis menginjak Tanah Papua, umur penulis ba-ru 26 tahun. Penulis berumur 26 itu bersama anak-anak sekolah, penulis masih lincah mendaki dan menuruni bukit atau gunung, da-lam arti penulis belum mempunyai penyakit. Ketika menginjak u-mur 29 tahun penulis sudah mempunyai keluarga, dan teman abadi penulis juga dalam keadaan sehat, tanpa ada penyakit serius. Setelah kami dikaruniai anak satu orang, juga isteri masih bugar. Tetapi se-telah dikaruniai tiga orang anak mulailah isteri selalu menginjak ru-mah sakit karena sakit. Rumah Sakit terbesar di Papua adalah rumah sakit peninggalan Perang Dunia II, yang alamat lengkapnya DOK II, Jayapura. Selain di DOK II itu, ada Poliklinik di Abepura, dan Sen-tani, hanya tiga itu untuk melayani orang sakit masyarakat Jayapura sekitarnya, termasuk pegawai negeri. Dan kami sebagai pegawai ne-geri, kalau sakit lebih banyak meminta-minta obat kepada teman-teman yang bekerja rumah sakit, karena kami bekerja pada pagi hari dan poliklinik juga sudah tutup karena sudah siang. Setelah ada apo-tek kami tidak meminta-minta obat lagi, tetapi membelinya di apo-tek. Dari kebiasaan membeli obat di apotik, dan kalau kami sakit ja-rang ke poliklinik atau ke rumah sakit, karena itu, kami bekerja pa-gi dan poliklinik juga sudah tutup, terkecuali penyakit yang tak da-pat dibantu oleh dokter praktek, karena keterbatasan alat. Dampak-nya kita sebagai pasien yang tahu membaca, banyak mengetahui jenis obat dan mengenai penyakit. Bahkan ada penyakit disembuh-kan penulis (bronsitis dan sakit pinggang) karena ditolak/hanya cara mengatasi sakit oleh dokter. Pengetahuan mengobati itu bukan dari melalui pendidikan, tetapi melalui nalar dari pengetahuan karena se-ring ke dokter praktek, dan langsung dipraktekkan.
Seyogianya penerbit buku percaya akan isi naskah, tentu mau menerbitkan naskah ini dalam bentuk buku. Tetapi karena ada naskah penulis yang dikirim ke penerbit melalui orang, karena orang itu dekat dengan penerbit, nyatanya tidak ada berita, bahkan rim-banya naskah itu tidak diketahui. Oleh karena itu, dengan dana ter-batas /usaha sendiri penulis menerbitkan buku ini.
Sebagai akhir kata, naskah ini dikerjakan berdasarkan apa adanya; naskan dikerjakan bukan dibuat-buat. Dalam mengerjakan karya ini mungkin ada merasa menyinggung perasaan, penulis mo-hon maaf, yang sebenarnya tidak ada niat untuk berbuat seperti itu.
Demikianlah kata-kata penutup buku ini, semoga bermanfaat bagi semua pembaca, terima kasih.

Mari mengenal Bahasa Karo (pendahuluan)

PENDAHULUAN

Belajar bahasa KARO tanpa mengenal pembentukan kata bahasa o-rang lain, dalam hal ini bahasa Indonesia, tak mungkin dapat belajar bahasa Karo; atau kalau belajar bahasa tanpa ada patokan untuk belajar bahasa, Anda mustahil dapat belajar bahasa. Jangan Anda belajar bahasa dengan cara melihat kamus saja. Hal ini penulis rasakan ketika mengajar bahasa Indonesia di salah satu perguruan di kota Jayapura. Oleh sebab itu, penulis berusaha mendapatkan buku Tata Bahasa Indonesia Baku oleh Anton Mulyono dkk. Buku setelah didapat, penulis pelajari dengan sungguh-sungguh berulang-kali, sehingga buku itu sebagai acuan dalam menyusun buku ini, dan juga istilah-istilah dalam buku itu yang dipakai dalam buku ‘Mari Mengenal Baha-sa Karo’ ini. Dari pengetahuan membaca buku itu, penulis berani mengata-kan, tanpa mengenal jenis kata, Anda mustahil dapat belajar bahasa Karo se-cara sempurna. Selanjutnya, ketika membuat buku yang berjudul ‘Mengenal Bahasa Karo Melalui Wacana Lagu Karo’ penulis menemui kesulitan untuk menentukan jenis kata ‘mehamat dan juah-juahen’ umpama, kembali penulis membuka buku Anton Mulyono, ternyata penulis masih mengalami kesulitan mempelajari morfem terikat, sebab dalam buku itu yang dikatakan, morfem terikat adalah……, lalu dibuat contohnya (ber-, me-, di-, ter-). Kalau dika-takan ber-, me-, di-, ter-, dikatakan morfem terikat, mengapa ada istilah pre-fiks, sufiks, infiks atau afiks? Atau apakah morfem terikat sama penger-tiannya dengan prefiks? Kemudian, penulis kembali membuka Kamus Bahasa Besar Indonesia oleh Anton Mulyono dkk, di kamus itu terdapat kata arak, elak, empas, diberi tanda ‘v’ yang artinya verba atau jenis kata kerja. Menurut penulis penentuan kata arak, elak, empas, dikatakan verba, keliru karena apabila kata itu ditambah dengan –an (arakan, elakan, empasan) kata itu menjadi nomina atau kata benda, dan dapat menduduki subjek. Dari uraian ini penulis memberanikan diri menyatakan bahwa kata hamat dan juah bahasa Karo termasuk morfem terikat, juga kata arak, elak, empas dalam bahasa Indonesia termasuk morfem terikat. Jadi, morfem terikat adalah kata yang tanpa diikat dengan kata lain, atau kata itu tanpa dengan afiks (imbuhan) kata itu belum dapat dipakai. Kalau pembaca setuju dengan penulis tentang morfem terikat itu, maka pengenalan jenis kata perlu. Oleh karena itu, peme-rintah, dalam hali ini Depatemen Pendidikan keliru belajar bahasa Indonesia tanpa mengenal jenis kata, atau dengan membaca saja lalu diadakan per-tanyaan dari bacaan itu, adalah keliru. Memang ada LKS (Lembaran Kegiatan Sekolah) oleh beberapa sekolah, tetapi hanya sepintas saja tentang prefiks, sufiks, infiks. Apalagi di Indonesia terdiri dari bermacam-macam bahasa daerah/suku, maka pelajaran mengenal jenis kata (terutama kata berafiks atau berimbuhan) perlu dipelajari. Untuk mengenal bahasa Karopun kita harus mengenal pembentukan kata dan jenis kata dari bahasa Indonesia.

















BAB I
JENIS KATA BERAFIKS, ADJEKTIVA, ADVERBIA, TUGAS

Yang dimaksud dengan kalimat adalah sederetan kata yang disam-paikan kepada mitra kita bicara, atau menyampaikan kata-kata melalui surat yang ditulis kepada pembaca. Deretan kata-kata itu harus disusun/ditem-patkan sesuai dengan kebutuhan kalimat, karena kalimat harus disusun se-suai dengan kata-kata yang dibutuhkan, maka oleh akhli bahasa kata-kata telah dibagi menjadi lima jenis, yaitu: nomina atau disebut juga kata benda, verba disebut kata kerja, adjektiva disebut kata sifat, dan ada disebut ad-verbia, serta Kata Tugas. Masing-masing jenis kata mempunyai kedudukan dalam kalimat; dari masing-masing jenis kata mempunyai kedudukan dalam kalimat, sehingga kalimatpun ada bagian-bagiannya, ibarat sebatang pohon, ada bagian pangkal pohon disebut subjek, bagian tengah pohon disebut predikat, dan selanjutnya ada sebutan objek, pelengkap dan keterangan. Masing-masing jenis kata harus ditempatkan sesuai pada bagian kalimat. Apabila penempatan kata-kata tidak sesuai dengan kedudukannya maka tim-bullah kalimat rancu, atau kalimat itu sukar dimengerti, bahkan menjadi kalimat lucu bagi orang yang mendengarnya, seperti kalimat-kalimat:

a. Dia pencuri buku saya.
b. Engkau harus tolong bapa.

Kedua kalimat di atas adalah kalimat rancu karena penempatan
kata tidak sesuai dengan kebutuhan, agar kalimat tidak rancu harus kita me- ngenali jenis kata. Dari mengenali jenis kata, kita dapat mengetahui di mana tempat sesungguhnya kata dalam kalimat. Memang boleh belajar bahasa tan-pa mengenali jenis kata, tetapi prosesnya lama, seperti anak yang lahir dalam keluarga, setelah beberapa tahun anak akan tahu berbahasa ibunya, dan setelah beberapa tahun kemudian anak itu akan lancar berbahasa ibunya, tetapi itupun hanya sebatas mampu berbahasa. Ia tidak tahu kekurangan orang lain bila orang itu berbahasa salah, penyebabnya ia tidak tahu jenis kata.
Untuk mengenali jenis kata kata dasar dapat dilihat dalam kanus (KBBI) yang apabila nomina dengan tanda n, verba dengan tanda v, adjektiva dengan tanda ajdv, adverbia dengan tanda adv, dan kata tugas ada bertanda p (partikel), dan lain sebagainya.
Jenis kata verba dapat diubah menjadi nomina, sebaliknya jenis kata nomina dapat pula dijadikan verba, tetapi hal itu tidak ada dalam kamus; kita harus belajar.

1.1 Nomina

Nomina yang juga disebut kata benda yang ciri-cirinya adalah:
a. dapat dipegang atau diraba, seperti: batu, hewan, kayu, air dan lain
sebagainya,
b. dapat dilihat, contohnya : cahaya, sinar dan lain-lain,
c. dapat dirasa : angin/udara,
d. dirasakan ada : Tuhan, roh, setan, jiwa, dan lain-lain.
e. fungsinya dalam kalimat aktif terutama menduduki subjek.
Berdasarkan ciri (1.1) maka saya, dia, engkau maupun sejenisnya yang dapat dipegang, tetapi tidak disebut nomina. Umpamanya kata saya, dia, engkau itu disebut pronomina, termasuk sebutan ekor untuk hewan, dan batang untuk sebutan benda yang berbentuk panjang, dan buah untuk segala buah, dan benda berbentuk bulat atau menyerupai bulat disebut butir, perha-tikanlah kumpulan kata atau frasa-frasa di bawah ini.
- lima ekor ayam,
- delapan batang pinsil,
- sepuluh buah batu,
- sembilan butir telur.
Kata ekor, batang, buah, butir pada frasa-frasa tersebut di atas adalah pronomina yang digunakan pada penghitungan benda-benda. Selain prono-mina ada pula disebut numeralia yang disebut juga kata bilangan, seperti: satu (1), lima (5), seratus (100), seperdua (1/2), dan lain sebagainya. Nu-meralia itu dapat dilihat dan itulah sebabnya numeralia termasuk kelas no-mina.
Seperti telah diungkapkan di atas, nomina fungsinya dalam kalimat menduduki subjek, dan memungkin pula menduduki objek, pelengkap, mau-pun keterangan, coba perhatikan kata-kata nomina dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1
Subjek
Predikat
Objek
Keterangan
Budi
duduk

di kursi.
Sapi
dilempar

dengan batu
Kayu
tumbang

di jalan.
Matahari
memancarkan
sinar.

Setan
mengganggu
Budi.

Angin
bertiup

dari timur.
Air sungai
mengalir

ke hilir.


1.1.2 Nomina Turunan (I)
Nomina, verba, dan adjektiva dari kata dasar dapat dikenali/dilihat pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tetapi nomina turunan dan verba turunan harus melalui pemahaman/dipelajari.
Telah dikemukakan pada bahwa jenis kata verba atau kata kerja da-pat dijadikan nomina yang disebut nomina turunan. Dan seperti apa yang telah diungkapkan pada pasal (1.e), nomina fungsinya menduduki subjek, dan untuk mempermudah mengenali nomina turunan kita bertolak dari kali-mat aktif karena pada kalimat aktif subjeknya berada sebelah kiri kalimat. Perhatikanlah kalimat- kalimat di bawah ini.

a. Orang latih kami bermain bola orang dari luar negeri.
b. Budi orang menang lomba lari 100 meter.
c. Obat ini rangsang Anda untuk makan.

Kata-kata yang berhuruf miring (latih, menang, rangsang) adalah je-nis verba, yang seharusnya dan tempatnya berada sebelah kanan subjek. Jenis verba itu (latih, menang, rangsang) setelah dirangkai dengan prefiks yang disebut juga awalan, à prefiks pe- maka kata itu sudah berubah menjadi jenis nomina yang disebut nomina turunan. Amati huruf-huruf yang dicetak miring pada kalimat-kalimat di bawah ini.

a.1 Pelatih kami bermain bola dari luar negeri.
b.1 Budi pemenang lomba lari 100 meter.
c.1 Obat ini perangsang Anda makan.

Kata pelatih pada baris (a.1) adalah orang, pemenang pada baris (b.1) adalah juga orang, dan pada baris (c.1) perangsang adalah obat.
Demikianlah penjelasan tentang verba menjadi nomina turunan. Adapun afiks (imbuhan) lain yang menjadikan nomina turunan adalah: - an, pe- pe - an, per- an, ke- , ke - an.

1.1.3 Sufiks - an

Jenis verba, adjektiva, maupun dari nomina itu sendiri setelah men-dapat -an maka kata itu menjadi nomina turunan yang fungsinya dalam kalimat menduduki subjek, dan tempatnya di sebelah kiri kalimat, atau sebe-lah kiri predikat.
Perlu juga diketahui bahwa dalam satu kalimat, subjek tidak sela-manya terdiri dari satu kata, tetapi terdiri dari beberapa kata, deretan kata-kata seperti itu disebut kumpulan kata atau disebut frasa. Untuk jelasnya li-hat nomina turunan pada tabel 2.
Tabel 2
Kata dasar
Subjek
Predikat
Objek/keterangan
lempar
Lemparannya
sangat jauh.

makan
Makanan kelinci
adalah
daun-daunan.
tanam
Tanaman
mati
kekeringan.


1.1.4 Prefiks pe-

Prefiks pe- adakalanya mengalami perubahan bumyi pada awal kata dasar. Perubahan itu sesungguhnya hanya untuk memudahkan pengucap-an awal kata dasar itu, lihat contoh-contohnya.

1.1.4.1 yang tetap memakai prefiks pe- adalah awal kata memakai huruf l, m, n, r, y dan w,

Tabel 3
Kata dasar
Subjek
Predikat
Keterangan
lari
Amin pelari
tercepat
di sekolah kami.
mangsa
Pemangsa rusa
adalah
harimau.
rampok
Perampok
mati
kena peluru.
tari
Penari
dipuji
penonton.
yakin
Budi peyakin
meyakinkan
orang banyak.
watas
Pewatas kertas
hilang
di sekolah.

1.1.4.2 awal kata memakai a, e, i, o, u, g, dan h dipakai prefiks peng-

Tabel 4
Kata dasar
Subjek
Predikat
Pelengkap
amat
Pengamat ekonomi
memperkirakan
akan ada inflasi.
ekor
Pengekor Bos
menerima
hadiah.
ikut
Pengikut separatis
tertangkap
di kebun.
obral
Pengobral pakaian
beruntung
banyak.
ukir
Pengukir patung
sabar sekali.

gali
Penggali lubang
patah.

hapus
Penghapus papan
dicuri
Yudas.


1.1.4.3 awal kata memakai d, c dan j yang dipakai prefiks pen-

Tabel 5
Kata dasar
Subjek
Predikat

dengar
Pendengar radio
tertidur.

jala
Penjala ikan
terhanyut.

cinta
Pencinta alam
mendaki
gunung.


1.1.4.4 awal kata memakai s dipakai prefiks peny-, tetapi s luluh

Tabel 6
Kata dasar
Subjek
Predikat
Keterangan
sakit
Penyakit malaria
telah meluas.

salur
Penyalur BBM
tidak mendapat
minyak.

1.1.4.5 awal kata p dan t yang dipakai pe-, tetapi p dan t luluh lalu masing-masing diganti dengan m dan n.

Tabel 7
Katas dasar
Subjek
Predikat
Pelengkap
pakai
Pemakai baju biru
adalah
Satpam.
perintah
Pemerintah giat
memberantas
korupsi.
takut
Penakut
jangan ikut.

tipu
Penipu
ditangkap
polisi.


1.1.4.6 awal kata b dan f yang dipakai pem-

Tabel 8
Kata dasar
Subjek
Predikat
Keterangan
bajak
Pembajak sawah
datang
besok pagi.
fitnah
Pemfitnah
dibenci
orang.


1.1.4.7 afiks pe- dengan -an

Prefiks pe- dengan -an, khususnya untuk prefiks pe- perubahan bunyi disesuaikan dengan apa yang telah diungkapkan terdahulu.

Tabel 9
Kata dasar
Subjek
Predikat
Pelengkap/Ket.
pantau
Pemantauan itu
tidak diketahui
orang.
perintah
Pemerintahan Daerah
sekarang te- gas.

tembak
Penembakan
terjadi
tadi malam.
peras
Pemerasan
selalu terjadi
di terminal

Kata setelah mendapat afiks pe- dan - an kesimpulannya adalah suatu perbuatan/kejadian, yang dilaksanakan atau akan dilaksanakan maupun baru tahap rencana tetap dipakai pe- + katar dasar+ -an, seperti kata peman-tauan, pementauan itu kata dasarnya pantau yang artinya amati, setelah kata pantau mendapat prefiks pe- à pemantau adalah orang. dan jika diberi sufiks -anà pemantauan adalah merupakan suatu perbuatan orang yang bertugas meng-amati kegiatan atau pekerjaan, yang walaupun tidak dilaksanakan atau akan dilaksanakan sudah boleh disebut pemantauan.
Tentang kata pemerintahan yang kata dasarnya perintah, dan setelah mendapat prefiks pe- à pemerintah, pemerintah adalah sistem menja-lankan wewenang dan kekuasaan mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara atau bagian-bagiannya. Pemerintahan à perbuatan memerintah berdasarkan demokrasi; segala urusan yang dilakukan oleh pe-merintah.
Kata penembakan kata dasarnya tembak, jika pelaku tembak tidak sempat melakukan tembak, tetap memakai pe - an à Polisi tidak melakukan penembakan karena pencurinya tidak lari.
Untuk kata pemerasan kata dasarnya peras, kata peras sesungguh-nya dipergunakan untuk mengeluarkan cairan dari suatu benda, seperti mengeluarkan santan dari parutan buah kelapa, kata pemerasan dipakai pula pada orang yang melakukan meminta uang dengan paksa kepada orang lain.

1.1.4.8 afiks per- dengan -an

Kata menggunakan afiks per - an kebanyakan tidak mengalami perubahan bunyi, kecuali huruf awal memakai r; pada kata huruf awal memakai r, maka salah satu r itu hilang, lihat tabel.

Tabel 10
Kata dasar
Subjek
Predikat
Keterangan
runding
Perundingan
diadakan
di Jayapura
rencana
Perencanaan itu
tidak jelas.

rampas
Perampasan jam
terjadi
di terminal.

Seperti apa yang telah dijelaskan, kata setelah mendapat per- dengan -an kata itu telah menjadi nomina turunan dan fungsinya dalam kalimat men-duduki subjek atau objek. Bila diamati prefiks per-, per- kebanyakan pen-jelmaan dari prefiks ber-

1.2 Verba
Verba disebut juga kata kerja, dan verba duduk sebelah kanan subjek pada kalimat aktif. Adapun ciri-ciri verba yaitu:
1. Mengandung makna perbuatan atau aksi, biasanya menjadi jawaban dari
pertanyaan : Apa yang dilakukan subjek? Contoh: Apa yang dilakukan
kucing? Jawabnya kemungkinan : tidur, duduk, lari à
- Kucing tidur.
- Kucing duduk.
- Kucing lari.
Kata-kata tidur, duduk, lari itulah yang dimaksud dengan verba. I-
ngat, verba menduduki predikat atau duduk sebelah kanan subjek, coba se-
selesaikan : Subjek predikat
……………. makan.
Saya ………….
Sarah ………….
……………… duduk.

2. Mengandung makna proses yang biasanya menjadi jawaban dari pertanya-
an : Apa yang terjadi pada subjek? Umpamnya: Apa yang terjadi pada po-
hon? Kemungkinannya tumbang, terbakar, patah.
- Pohon tumbang.
- Pohon terbakar.
- Pohon patah.
Kata-kata sebelah kanan adalah predikat, ingat, yang menduduki predikat
adalah verba.

1.2.1 Verba Turunan

Seperti halnya verba atau adjektiva dapat dijadikan nomina yang di-sebut nomina turunan, demikian juga halnya nomina, nomina dapat dijadikan verba yang disebut turunan, seperti: semen membatu, guru bersepatu, Adam bermotor hitam. Batu adalah jenis benda, sepatu jenis benda, motor adalah juga benda, tetapi setelah mendapat mem-, ber- kata itu berubah menjadi verba turunan.
Adapun prefiks yang menjadikan verba turunan adalah :

1.2.1.1 prefiks me-

Prefiks me- berubah menjadi prefiks mem-, meng-, men-, dan meny-:

1.2.1.1 a. Apabila awal kata memakai b dan f yang digunakan mem-,

- beli à Ayah membeli motor Honda.
- fitnah à Orang yang suka memfitnah sangat tidak suka ayah.

1.2.1.1 b. awal kata memakai a, e, i, o, u, g, dan h yang digunakan meng-,

- ambil à Budi mengambil batu di sungai.
- embek à Kambing mengembek di kebun.
- ingat à Saya susah mengingat nama panjang.
- obral à Pemilik toko mengobral baju-baju lama.
- ukur à Tukang jahit mengukur celana adik.
- garuk à Dia menggaruk kakinya yang gatal.
- hasut à Manusia penipu itu sedang menghasut orang kampung.

1.2.1.1.c awal kata memakai d dan j yang digunakan men-

- dengar à Ibu mendengar berita itu dari radio.
- jadi à Anak tetangga menjadi pelaut.

1.2.1.1 d awal kata memakai p dan t yang digunakan prefiks me-, tetapi p lu-
luh lalu diganti dengan m, demikian pula dengan t, t luluh lalu diganti dengan n,

- pakai à Adik memakai baju putih.
- tanam à Abang menanam bibit rambutan.

1.2.1.1 e Yang tetap memakai prefiks me- adalah awal kata dengan l, m, n, r,
dan y,
- lalap à Adik melalap daun sawi.
- marah à Ayah memarahi adik.
- nama à Perampokan itu menamankan dirinya Kapak Merah.
- rambat à Labu merambat dipagar.
- yakin à Ketua harus mampu meyakinkan anggota.

1.2.1.2 Prefiks ber-
Tabel 17
Kata dasar
Subjek
Predikat
Keterangan
akar
Kelapa
berakar
serabut.
baju
Dewi
berbaju
putih.
atap
Rumah kami
beratap
daun rumbia.
dasi
Pendeta
berdasi
merah.
sepeda
Kami
bersepeda
ke sekolah.
telur
Ayam kami
bertelur
sepuluh.
gabung
Murid-murid kami
bergabung
dengan kelas V.
handuk
Anak saya
berhanduk
ke sungai.
Isteri
Orang
beristeri dua
susah masalah uang.
jasa
Orang itu
berjasa
bagi saya.
kelana
Orang yang selalu
berkelana
kaya pengalaman.
libur
Kami
berlibur
ke Toraja.
manfaat
Buah pisang
bermanfaat
untuk pencernaan.
nafas
Ikan
bernafas
dengan insang.
ombak
Lautan Pasifik
berombak
besar.
pagar
Rumah guru kami
berpagar
besi.
nyanyi
Murid-murid
bernyanyi
dalam kelas.


1.2.1.3 awal kata memakai r yang digunakan prefiks be- dan r pada awal kata itu luluh.

Tabel 18
Kata dasar
Subjek
Predikat
Pelengkap
ranting
Pohon cengkeh
beranting
banyak.
rambut
Orang sudah tua
berambut
putih.


1.2.1.4 pada kata yang suku pertama berakhir -er (kerja, serta) juga
dipakai prefiks be-, dan r-nya luluh.

Tabel 19
Kata dasar
Subjek
Predikat
Keterangan
kerja
Ayah
bekerja
di kebun.
ceritera
Ibu
berceritera
Tentang Malinkundang
cermin
Kakak
becermin
selalu.


1.2.1.5 pefiks ber- berubah menjadi prefiks bel- pada kata ajar

Tabel 20
Kata dasar
Subjek
Predikat
Keterangan
ajar
Murid-murid
belajar
matematika.

Kata setelah mendapat prefiks ber- pada hakekatnya artinya: mem-punyai, menggunakan, mengeluarkan, melakukan, dan sesuai dengan apa yang telah dikemukakan pada permulaan pasal (1.2.1) bahwa verba turunan maknanya terutama untuk menyederhanakan kalimat, mudah dimengerti, dan tidak berbelit-belit, coba bandingkan kalimat-kalimat di bawah ini.

a.1 Kelapa berakar serabut.
b.1 Kami bersepeda ke sekolah.
c.1 Ayam kami bertelur sepuluh butir.
d 1 Ibu berceritera tentang Malinkundang.

Kalimat-kalimat di atas boleh saja diubah menjadi,

a.2 Kelapa mempunyai akar serabut.
b.2 Kami menggunakan sepeda ke sekolah.
c.2 Ayam kami mengeluarkan telur sepuluh butir.
d.2 Ibu melakukan ceritera tentang Malinkundag.

Kalimat-kalimat (a.2, b.2, c.2, dan d.2) adalah kalimat tidak praktis karena dengan nyata terlihat lebih panjang daripada kata-kata a.1, b.1, c.1, d.1 (mempunyai akar, menggunakan sepeda, mengeluarkan telur dan mela-kukan ceritera) di atas, apalagi bila disusun menjadi sebuah naskah, naskah itu akan panjang kalimat-kalimatnya dan akan susah dimengerti karena kata-katanya diulang-ulang dan berbelit-belit.

1.2.2.1 prefiks ter-

Prefiks ter- berbeda dengan verba turunan dari berprefik me-, ber-, dan di-. verba turunan itu yang berasal dari me-, ber-, di-, digunakan kebanyakan pada jenis kata nomina, sedangkan prefiks ter- digunakan pada jenis verba dan dari jenis adjektiva. Adapun kata dirangkai dengan prefiks ter- maknanya adalah untuk à menjadi, perbuatan yang tak sengaja, dapat/mampu dan paling.

1.2.2.2 Prefik ter- bermakna à menjadi

Tabel 21
Kata dasar
Subjek
Predikat
Keterangan
tanam
Nasihat ibu
tertanam
di hatiku.
buai
Nona itu
terbuai
rayuan Budi.

Tertanam dan terbuai dalam kalimat yang terdapat pada tabel 21 artinya menjadi, menjadi tertanam dalam hati, atau menjadi terbuai atas rayuan Budi.

1.2.2.3 prefik ter- menyatakan perbuatan tak sengaja

Tabel 22
Kata dasar
Subjek
Predikat
Pelengkap
bawa
Bukumu
terbawa
olehku.
senggol
Adikmu
tersenggol
adikku.
sayat
Jari telunjukku
tersayat
sembilu.

1.2.2.4 prefiks ter- yang menyatakan dapat

Tabel 23 (a)
Kata dasar
Subjek
Predikat
Pelengkap
angkat
Beras 50 kg
terangkat
oleh isteriku
dengar
Cicit halus anak tikus
terdengar
oleh kucing.
cium
Perbuatan jahatmu
akan tercium
polisi.

Prefiks ter- pada pasal 1.2.1.4 dengan ter- pada pasal 1.2.1.5. adakalanya maknanya sama, tetapi ada kalanya berbeda, tergantung pada kata apa melekatnya.

1.2.2.5 prefiks ter- yang menyatakan mampu

Tabel 24 (b)
Kata dasar
Subjek
Predikat
Pelengkap
gigit
Buah pinang tua
Tergigit
oleh kakekku.
daki
Jalan bertebing
Terdaki
anak-anak pedalaman.
bayar
Utang sebanyak itu
Terbayar
Budi.


1.2.2.6 prefiks ter- yang menyatakan paling

Tabel 25 (c)
Kata dasar
Subjek
Predikat
Pelengkap
dingin
Distrik Ilaga
terdingin
di Indonesia.
tinggi
Puncak Jaya
tertinggi
di Indonesia.
cantik
Esther
tercantik
di kelasku.

catatan:

1. Prefiks ter- berubah maknanya

Kata setelah mendapat prefiks ter- dapat saja berubah maknanya, umpamanya (lihat kalimat-kalimat di atas, 1.2.2.5.) pada kalimat-kalimat (a) kata memakai prefiks ter- maknanya dapat, tetapi pada kata yang sama dalam kalimat-kalimat (b) setelah mendapat ter- maknanya mampu, dan dengan kata yang sama pula pada kalimat-kalimat (c), setelah diberi prefiks ter- maknanya paling.

Demikian pula pada kata-kata lain, setelah mendapat prefiks ter- kata itu berubah maknanya, contoh-contohnya:

d. Barang dagangan Ani sudah habis terjual.
e. Baju yang sudah kupilih itu terjual oleh pemilik toko.
f. Pangkal pohon pinang tua itu terbelah oleh kakek.

Pada kalimat (d) dalam perdagangan Ani, barang dagangannya belum pasti habis terjual atau tidak, ternyata habis, maka dikatakan barangnya ter-jual, artinya menjadi dapat dijual. Pada kalimat (e), seseorang telah memilih baju dan telah membayarnya, tetapi karena sesuatu hal baju itu belum dibawa dan ia menitipkannya pada punya toko itu. Karena sibuknya, pemilik toko tidak memperhatikannya baju yang sudah dipilih itu ikut terjualnya bersama baju lain, peristiwa ini bukan disengaja pemilik toko, tak disengaja itu disebut juga terjual. Pada kalimat (f) bahwa pangkal pohon pinang tua sangat keras bila dibanding dengan ujungnya, ternyata kakek mampu membelahnya, peris-tiwa ini disebut terbelah oleh kakek. Dari penjelasan di atas prefiks ter- mak-nanya dapat berubah-ubah.

2. Prefiks ter- dari verba jangan dicampur dengan adjektiva (kata sifat), sebab maknanya telah berubah, contoh: Tuhan terlalu baik. Bandingkan dengan kalimat (tentang galah), galah ini terlalu panjang, berarti galah itu tidak dapat dipakai karena terlalu panjang, galah itu harus dipotong, supaya pas.
Tuhan terlalu baik à terlalu harus dengan sangat, amat, atau sekali à Tuhan amat baik, Tuhan sangat baik, atau Tuhan baik sekali.

1.2.2.7 Prefiks di-

Prefiks di- pada kata dasar manapun umumnya tidak mengalami perubahan bunyi, seperti pada kalimat-kalimat di bawah ini:

a. Biaya pernikahan John akan dibantu atasannya.
b. Rumah di tepi pantai akan diterjang ombak besar.
c. Lapangan terbang yang baru selesai itu akan didarati pesawat Merpati.
d. Rumah tetangga kami ditimpa tanah longsor.
e. Si miskin harus dibantu.

Manfaat prefik di- selain membentuk verba turunan, juga dapat me-rubah kalimat dari aktif menjadi kalimat pasif, yang akan dibicarakan kemu-dian.
Dalam menggunakan prefiks di- sering dilupakan karena terburu-buru, umpamanya, Motor yang kau pinjam perbaiki. Kata mendapat prefiks pe- (per-) umumnya mendjadikan kata jenis nomina, tetapi apabila ditambah di- pada perbaiki à di-per- baiki (diperbaiki , prefiks ganda, salahkah? Kalau tidak salah, berarti kata perbaiki, sebenarnya salah.

1.2.3 Nomina Turunan (II)

Kata bersama dan terbelakang dapat diubah menjadi nomina turun- an dengan cara menambahkan prefiks (prefiks ganda), perhatikan uraian-urai-an pada kalimat di bawah ini!

1.a Penduduk bersama Pak Lurah bermusyawarah untuk mengamankan kam-
pung.
1.b Penduduk kampung A terbelakang dibanding dengan penduduk kampung
B.
Kalimat 1.a di dalamnya terdapat kata bersama, dan pada kalimat 1.b ada kata terbelakang. Kata bersama dan terbelakang dapat dijadikan nomina turunan dengan memakai prefiks ke-, seperti contoh kalimat-kalimat di bawah ini!

1.c Kebersamaan penduduk kampung dengan Pak Lurah dalam mengaman-
kan mengamankan kampung sangat diperlukan.
1.d Keterbelakangan kampung A karena tempatnya jauh di balik gunung.

1.3 Adjektiva

Adjektiva yang juga disebut kata sifat, dan sesuai dengan hukum Ba-hasa Indonesia, yaitu hukum DM (Diterangkan Menerangkan) posisi adjek-tiva umumnya berada di belakang kata nomina, hewan, dan orang, dan tugas adjektiva memang untuk mengungkapkan/menjelaskan keberadaan nomina, à orang, hewan, atau benda. Jenis kata adjektiva pada orang mudah dike-nali, karena seperti telah diungkapkan, bahwa adjektiva mengungkapkan/ menjelaskan sifat manusia atau disebut juga adjektiva sehingga dari kata-kata orang nakal, Yudas jahat, nona sombong, orang tahu bahwa kata-kata nakal, jahat, dan sombong itu adalahlah jenis kata sifat atau adjektiva.
Frase nona sombong dapat diubah dengan nona cantik, jadi, cantik telah mengungkapkan keberadaan nona (orang). Kata cantik dapat pula ditujukan pada cangkir, baju, arloji, dan lain sebagainya. Cangkir itu dikatakan cantik mungkin karena warnanya, warna merah. Dengan demikian merah juga termasuk jenis kata adjektiva.

Kembali kepada pokok permasalahan (akjektiva),à adjektiva meng-ungkapkan/menjelaskan keberadaan orang, hewan, atau benda, maka kata-kata hitam, keras, lembek, marah, takut, berani dan lain sebagainya dapat mengungkapkan keberadaan (orang, hewan, benda), seperti à batu hitam, besi keras, tanah lembek, orang marah, Budi takut, dombaku berani.
Peran jenis kata adjektiva pada kalimat dapat menduduki predikat, seperti kalimat-kalimat di bawah ini:

1. Mobilku warna hitam.
2. Nasi itu lembek .
3. Budi takut kepada guru.
4. Ibu guru marah karena ulah anak-anak.

1.4 Adverbia

Jenis kata adverbia dipakai untuk memberi keterangan pada jenis ka-ta verba,dan adjektiva, contohnya lihat kata-kata yang bertuliskan miring pada kalimat-kalimat di bawah ini..

1.4.1 Kami belum makan. à makan jenis kata verba,
1.4.2 Pak Bupati sudah datang. à datang jenis kata verba,
1.4.3 Tiang itu tiba-tiba jatuh. à jatuh jenis kata verba,
1.4.4 Dedaunan pada musim penghujan sangat hijau. à hijau jenis adjektiva,
1.4.5 Anak tetangga sangat nakal. à nakal jenis kata adjektiva,
1.4.6 Buah mangga Budi amat banyak. à banyak jenis kata adjektiva,
1.4.7 Tulisan Budi tidak terang. à terang jenis kata adjektiva,
1.4.8 Berita itu amat benar. à benar jenis kata adjektiva,
1.4.9 Calon suami nona itu sangat muda.à muda jenis kata adjektiva.

Jenis kata adverbia ada dari kata dasar, dan ada dalam bentuk kata ulang, kata dasar diulang ditambah dengan sufiks – an, kata dasar diawali dengan prefiks se- dan diakhiri dengan –nya, kata dasar diulang ditambah afiks se – nya, contoh-contohnya:

1.4.10 mengulang kata dasar

diam (verba) à Ia diam-diam mengerjakan PR-nya.
lari (verba) à Ibu lari-lari pergi ke kios membeli gula karena ada tamu.

1.4.11 mengulang kata dasar dengan ditambah sufiks -an

mati (verba) à Rakyat mati-matian membela tanah air.
gila (adjektiva) à Sekarang ini orang gila-gilaan membeli motor Honda.
habis (adjektiva) à Orangtua itu habis-habisan mengobati sakit kanker anaknya.

1.4.12 kata dasar diawali dengan se- kemudian ditambah sufiks –nya

lekas (adjektiva) à Engkau selekasnya pulang.
baik (adjektiva) à Orang sakit sebaiknya istirahat.
sungguh (adjektiva) à Sesungguhnya merokok itu tidak baik.

1.4.13 kata dasar diulang yang disertai afiks se - nya

kuat (adjektiva) à Kita harus sekuat-kuatnya mempertahankan proklamasi 1945.
dalam (adjektiva) à Batin saya sedalam-dalamnya turut berdukacita.
puas (adjektiva) à Kami mandi sepuas-puasnya di sungai.

1.5 Kata Tugas

Kata Tugas mempunyai arti apabila ada kata lain menyertainya; kata tugas ditentukan bukan oleh kata itu sendiri. Tidak seperti jenis kata nomina, nomina pisang umpamanya, orang tahu bahwa pisang boleh dimakan. Demi-kian pula dengan jenis kata verba, lari umpamanya, apabila ada anak yang dekat kita, kita katakan lari, pasti anak itu tahu tujuan sebutan lari itu, bahkan mungkin ia lari. Sedangkan kata tugas, umpamanya menyebut ke atau dan, orang yang mendengarnya akan bingung karena tidak tahu apa tujuan ke atau dan itu, kecuali kata ke dirangkai dengan kata pasar àke pasar, orang akan tahu maknanya ke pasar. Demikian pula dengan kata dan, menyebut dan saja tentu orang yang mendengarnya bingung, tetapi jika dan itu dirangkai dengan abang à abang dan adik, jelas sudah tahu maknanya.
Kata Tugas berdasarkan perannya dalam frasa (kumpulan kata) atau kalimat dibagi menjadi lima kelompok, yaitu: 1. kelompok preposisi, 2. kon-jungsi, 3. interjeksi, 4. artikel, 5. kelompok partikel.

1.5.1 Preposisi

Preposisi biasa juga disebut kata depan yang posisinya dalam frasa atau kata berada di depan unsur yang mengikutinya, seperti à nomina, verba, adjektiva, atau di depan kumpulan kata (frasa). Dan preposisi itu ada terdiri atas satu kata saja, ada dibentuk dengan kata yang dirangkai dengan afiks, ataupun dibentuk dengan menggabungkan dua kata/lebih.

1.5.1.1 preposisi yang dibentuk atas satu kata

Perhatikan preposisi yang bertuliskan miring pada kalimat-kalimt di bawah ini.

untuk à Surat ini untuk Anda.
buat à Daun ganemo ini buat sayur.
bagi à Bagi orang yang sudah candu alkohol pribadinya labil.
guna à Guna belajar adalah untuk pandai.
dari à Berita itu saya tahu dari Musa.
dengan à Budi dengan Musa sama-sama satu kelas.
di à Kunci itu ada di dalam laci meja.
karena à Karena malas belajar akibanya ia tidak naik kelas.
sebab à Orang itu jatuh sebab sudah mabuk.
ke à Anakku sudah berangkat ke Yogyakarta.
oleh à Kami dibantu oleh polisi.
pada à Tas adik digantung pada paku.
tentang à Berita itu tentang sakit neneknya.
sejak à Sejak minggu lalu ia tak pernah muncul.

Prefiks di- dan ke- dengan preposisi di dan ke posisinya tidak sama. Prefiks di- dan ke- masing-masing membentuk verba turunan dan membentuk nomina turunan, prefiks dirangkai dengan kata di depannya, sedangkan untuk preposisi di dan ke dipisah dengan kata di depannya, contohnya:
Prefik di- à dipukul, dimakan, dan prefiks ke- à kekasih, ketua. Sedangkan peposisi dipisah à di jalan, di tempat, dan preposisi ke à ke kebun, ke kota.

1.5.1.2 preposisi dibentuk dengan satu afiks

Perhatikan preposisi berafiks tuliskan miring pada kalimat-kalimat di bawah ini.

bersama à Ayah pergi ke pesta bersama adik saya.
menjelang à Kami tiba menjelang malam.
bagaikan à Suami isteri kompak bagaikan telapak kaki berjalan dengan sendal.
terhadap à Sekarang tindakan tegas jaksa terhadap koruptor tidak ada lagi ampun
mengenai à Besok mereka berapat mengenai panitia penyambutan Bupati..
sepanjang à Jalan sepanjang lima kilometer sedang diperbaiki.
selama à Tidak berbuat jahat selama itu pula kamu tidak akan ditangkap polisi.
sekitar à Harus disemprot anti flu burung sekitar radius tiga kilometer.
sekeliling à Kami memagari kawat duri sekeliling kebun.
menuju à Ketika kami menuju tikungan tajam itu mobil kami terguling.
menurut à Menurut siaran RRI kemarin terjadi gempa bumi di Halmahera.

Kata-kata berafiks yang terdapat pada lajur kiri itu bukanlah jenis kata verba, coba cari predikat dari kalimat-kalimat pada pasal 1.5.1.2 ini agar penalaranmu tentang preposisi berafiks lebih sempurna. Ingat, predikat ber-asal dari verba/verba turunan dan adjektiva.

1.5.1.3 preposisi yang dibentuk dengan dua kata atau lebih

Perhatikan preposisi yang terdiri dua kata yang bertuliskan miring pada kalimat-kalimat di bawah ini.

daripada à Lebih baik engkau belajar daripada menghayal.
oleh karena à Oleh karena perbuatanmu jelek nama keluarga.
sampai dengan/ke à Sampai dengan detik ini tiada berita dari adikku.
à Sampai ke mana batas tanah yang akan dibeli itu.
selain dari à Tidak ada tempat curahan hatiku selain dari omku.

1.5.2 Konjungsi

Konjungsi yang biasa juga disebut kata sambung tugasnya meng-hubungkan dua kata, frasa, klausa, dan dua kalimat atau lebih. Yang dimak-sud dengan klausa yaitu kelompok kata yang sekurang-kurangnya di dalam-nya terdapat satu subjek dan satu predikat, dan klausa berpeluang membentuk kalimat, contohnya à Musa sedang membaca koran (klausa 1), adiknya sibuk membuat gambar (klausa 2). Dalam kalimat Musa sedang membaca koran (klausa 1), Musa adalah subjek, dan membaca merupakan predikat. Dan pada adiknya sibuk membuat gambar (klausa 2), adiknya sebagai subjek, dan sibuk membuat adalah predikat. Apabila (klausa 1) diakhiri dengan tanda titikà Musa sedang membaca koran. Maka klausa itu sudah menjadi kalimat. Demikian pula dengan (klausa 2) adiknya sibuk membuat gambar, jika diakhiri tanda dengan titik maka klausa itu pun sudah menjadi satu kalimat. (klausa 1) Musa ………..dengan (klausa 2) adiknya ……….. dapat dijadikan satu kalimat, dengan cara diberi tanda konjungsi dan à Musa sedang membaca koran dan adiknya sibuk membuat gambar. Konjungsi gunanya adalah menyederhanakan kalimat dan mudah memahaminya, seperti kalimat: Musa sedang membaca koran dan adiknya sibuk membuat gambar, boleh saja kalimat itu dipenggal menjadi dua àMusa sedang membaca koran, (lalu jeda sejenak) dengan memberi tanda koma, kemudian dilanjutkan lagi. Adiknya sibuk membuat gambar, kalimat seperti itu tidak efisien. Dan kalau kalimat penggalan itu dibaca sekali gus, tanpa ada kata sambung, itu juga kurang baik.
Contoh lain:
Saya mau datang ke rumahmu. Hujan datang saya tidak datang. Kalimat seperti itu tidak efisien, tetapi apabila diberi konjungsi kalau à Saya datang ke rumahmu kalau hujan tidak datang. Dengan diberi konjungsi kalau pada kalimat itu maka muncullah kalimat sederhana.
Dikatakan bahwa konjungsi menghubungkan dua klausa atau lebih, tetapi konjungsi dapat pula menjadi preposisi, seperti :
Budi dan Amin besok datang à dan pada kalimat itu, sebagai preposisi, te-tapi dan itu dapat pula sebagai konjungsi à Budi dan Amin besok datang, merupakan satu klausa, adiknya juga ikut datang adalah juga klausa. Kedua klausa itu dapat dijadikan satu kalimat, dengan cara menyisipkan konjungsi dan à Budi dan Amin besok datang dan adiknya juga ikut datang.

Hidup atau mati, saya akan pergi malam ini ke rumah Santi. Per-hatikan kata atau pada kalimat itu, à atau adalah preposisi, preposisi atau itu dapat berubah menjadi konjungsi, seperti kalimat à Mau mengikut aku atau kita akhiri hubungan cinta kita. Dilihat dari perilaku kalimatnya, konjungsi dibagi lima kelompok, yaitu : 1. kelompok konjungsi koordinatif, 2. konjungsi subordinatif, 3. konjungsi korelatif, 4. konjungsi antarkalimat, 5. kelompok konjungsi antarparagraf.

1.5.2.1 konjungsi koordinatif

Konjungsi koordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua unsur atau lebih dan kedua unsur itu memiliki status yang sama. Berdasarkan anggota dari kelompok itu, konjungsi koordinatif dapat dibagi tiga, yaitu menandai hubungan penambahan diberi konjungsi dan, menandai hubungan pemilihan ditambah konjungsi atau, dan menandai hubungan perlawanan diberi konjungsi tetapi, contoh-cntohnya:

1.5.2.1 menandai hubungan penambahan/diberi dan,

- Ayah tertawa dan ibu juga ikut tertawa.
- Kepala Sekolah sudah datang dan ia segera membuat daftar hadir.
- Kami mengundang Bapa dan Ibu juga kami undang.

1.5.2.2 menandai hubungan pemilihan dipakai atau,

- Saya jemput atau engkau datang ke rumahku.
- Engkau pilih baju biru atau pilihanmu warna putih.
- Anak itu mau sekolah atau tidak mau sekolah lagi.

1.5.2.3 menandai hubungan perlawanan diberi tetapi,

- Budi itu pandai, tetapi ia malas belajar.
- Temanku itu mau datang, tetapi ia agak pemalu.
- Abangku kuat, tetapi ia pilih-pilih kerja.

1.5.2.4 konjungsi subordinatif

Konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua klausa, dan klausa itu tidak memiliki status kalimat yang sama. Salah satu dari klausa itu merupakan anak kalimat dari kalimat induknya. Dan konjungsi sub-ordinatif dibagi dalam sepuluh kelompok kecil, contoh-contohnya:

1.5.2.5 konjungsi subordinatif waktu

- Kami tidak kembali sesudah libur nanti
- Jangan memakan obat sebelum perut diisi sesuatu.
- Jangan banyak bicara ketika kita makan.
- Tidak boleh berceritera sementara sopir menyetir.
- Pengemis itu meminta-minta sambil memegang-megang kaki puntungnya.
- Ibu itu bertambah gemuk setelah setahun melahirkan.
- Amin tak tahan menahan luapan hatinya sehabis melihat hasil ujian.
- Budi sudah terbiasa bangun pagi sejak ibunya menyiram air waktu tidur.
- Pengantin baru itu segera berangkat berbulanmadu ke Hawai begitu
Dinyatakan upacara selesai.
- Penyakitnya kambuh tatkala bulan tua tiba.
Sewaktu, selagi, sehingga, dan sampai juga termasuk konjungsi subordinatif, coba buat kalimat dari konjungsi subordinatif tersebut.

1.5.2.7 konjungsi subordinatif syarat

- Akan kubayar utang itu jika orang itu datang.
- Takkan berkudis asalkan engkau rajin mandi.
- Aku terkenang pacarku manakala terang bulan bersinar.
- Nyamuk akan banyak bila musim hujan tiba.
- Utangnya terhapus jikalau sebagian tugas dibantunya.
- Nyamuk musnah kalau musim kemarau tiba.

1.5.2.8 konjungsi subordinatif pengandaian

- Andaikan Naomi mau kawin dengan aku akan kubawa Naomi ke Hongkong.
- Pasti engkau melihat gadis itu sekiranya engkau cepat datang
- Nona itu pasti mau bersamaku seandainya ada mobilku.

1.5.2.9 konjungsi subordinatif tujuan

- Rajin belajar agar engkau selesai tepat waktunya.
- Digoyang dahan itu supaya buah berjatuhan.
- Saya beri hadiah biar gadis itu jatuh cinta padaku.

1.5.2.10 konnjungsi subordinatif konsesif

- Biasanya Rudi tetap datang biarpun hujan deras.
- Rudi tetap mabuk-mabukan meskipun sudah pernah dimasukkan polisi ke
sel.
- Ia tetap berkekurangan sungguhpun ia bergaji besar.
- Saya tetap menagih utangnya sekalipun orangtuanya meminta maaf.

1.5.2.11 konjungsi subordinatif pemiripan

- Sebenarnya perbuatannya diketahui banyak orang, tetapi tingkahnya
seakan-akan tidak diketahui orang.
- Yus langsung ikut berbincang-bincang seolah-olah ia tahu masalahnya.
- Sepeda itu dikembalikan sebagaimana engkau pinjam.
- Bajuku itu harus diganti seperti warna baju yang hilang itu.
- Sentosa duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa pemerkosaan.
- Laksana bulan purnama di ufuk timur cantiknya gadis itu.

1.5.2.12 konjungsi subordinatif penyebaban

- Anak itu menangis sebab ia ditinggal ibunya.
- Motornya ditarik kembali karena ia terlambat menyetor cicilan.
- Dikeroyok orang oleh karena ia sangat kuat.

1.5.2.13 konjungsi subordinatif pengakibatan

- Kami berbincang-bincang hingga tidak sadar larut malam.
- Orang itu sudah lanjut usia sehingga ia sudah pikun.
- Kami kursus sampai pukul delapan malam.
- Ia tekun belajar sampai-sampai ia lupa jam makan.
- Karena salah tanggap maka terjadilah perdebatan.
- Jahitan baju itu robek makanya setiap membeli harus diteliti.

1.5.2.14 konjungsi subordinatif penjelasan

- Ia mengatakan bahwa, ia belum mengerti.

1.5.2.15 konjungsi subordinatif cara

- Batu keras supaya mudah pecah dipukul dengan martil lima kilogram.

1.5.2.16 konjungsi korelatif

Konjungsi korelatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua kata, frasa, atau klausa, dan kedua unsur itu memiliki status yang sama, contoh-contohnya:
- baik ..…maupun à Di sekolah umum baik laki-laki maupun perempuan
belajar dalam satu ruangan.
- tidak hanya …… tetapi …… juga à Yudas tidak hanya suka mabuk, tetapi
ia suka berjudi juga.
- demikian ……. sehingga à Motornya digasnya demikian rupa sehingga
menimbulkan suara bising.
- apakah ……. atau à Apakah ini yang dinamakan klengkeng atau duku?
- entah ………entah à Berita itu entah benar entah tidak saya akan pulang
ke kampung.

1.5.2.17 konjungsi antarkalimat

Adakalanya kalimat sudah selayaknya diakhiri karena telah memenuhi syarat, sudah ada subjek dan predikatnya. Tetapi kalimat itu perlu ditambah de-ngan kalimat baru, karena kalimat itu rasanya belum selesai jika tidak disertai kalimat berikutnya. Untuk menghubungkan kalimat awal dengan kalimat beri-kutnya itu perlu ada kata penghubung, yang disebut konjungsi antarkalimat, selidikilah dan pahami konjungsi antarkalimat pada kalimat-kalimat di bawah ini.

sesudah itu à Mereka berbelanja ke pasar Sentral. Sesudah itu mereka pergi ke Rumah Sakit.
biarpun begitu à Saya tidak sependapat dengan Ketua. Biarpun begitu saya tidak akan menghalanginya.
selain itu à Budi seorang yang baik. Selain itu ia juga orang dermawan.
bahkan à Musa sudah tahu gelagat pencopet. Bahkan ia sudah mengantisi-
pasinya.
sebaliknya à Pencopet itu tidak mengindahkan tembakan peringatan polisi. Sebaliknya ia menyerang polisi.
akan tetapi à Hari memang cerah. Akan tetapi perlu dibawa payung.

1.5.2.18 konjungsi antarparagraf

Yang dimaksud dengan paragraf atau alinea adalah bagian bab dalam suatu karangan. Seperti membuat suatu ceritera atau suatu karangan, yang dimulai dengan huruf kapital, kemudian disusul dengan uraian-uraian dalam bentuk beberapa kalimat yang diakhiri dengan titik, jadilah paragraf. Selanjutnya ada lagi paragraf berikut, dan antara kedua paragraf itu perlu kata sambung yang disebut konjungsi antarpara-graf.

Adapun konjungsi atarparagraf adalah: Adapun, Akan hal, Mengenai, dan Dalam pada itu. Dalam buku-buku pujangga lama ada terdapat konjungsi antarpargraf à Arakian, Alkisah, Sebermula, dan Syahdan, tetapi semua kata-kata itu sekarang tidak dipakai lagi.

1.6 Interjeksi

Interjeksi atau kata seru adalah kata yang mengungkapkan perasaan hati manusia yang ditujukan kepada manusia lain yang bernada negatif, positif, kehe-ranan, dan bernada netral atau campuran, contoh seperti di bawah ini :

1.6.1 Yang bermakna negatif

- cih à Cih, suka mabuk-mabukan coba dekati saya ?
- cis à Cis, tak berpendidikan saja.
- sialan à Sialan, sekali inipun saya tak berhasil untuk CNPS.
- ih à Ih, tidak tahu diri, mau ikut saya?
.
1.6.2 Yang bernada positif

- aduhai à Aduhai, cantiknya nona itu.
- syukur à Syukur, Tuhan masih melindungi kami.
- asyik à Asyik, kita berdarmawisata besok Cagar Alam.
- amboi, Amboi, indah sekali pantai Base Pantaicermin itu.

1.6.3 Yang bernada keheranan

- ai à Ai, bagaimana teman itu.
- lo à Lo, bukankah si Ari itu temanmu?
- masyaallah à Masyaallah, pamanmu setua itu mau kawin lagi?

1.6.4 Yang bernada netral atau campuran

- wah à Wah, bukan main, engkau juara main catur.
- aduh à Aduh….., aku sakit gigiku.
- hei à Hei, mau ke mana engkau.
- ah à Ah, jangan ganggu aku.
- astaga à Astaga, anak besar itu memukul anak kecil?
- aduh, à Aduh, sakit sekali bisulku.
- halo à Halo, saya Budi, Mila adakah?
- hem à Hem, jangan lempar mangga itu.
- ayo à Ayo, mari kita main bola.

1.7 Artikel

`Kata artikel pengertiannya ada beberapa macam, salah satu di antaranya, artikel yang ditujukan kepada seseorang, jamak yang bersifat negatif maupun positif, di antaranya: si, sang, dan hang, dan jamak adalah para.

1.7.1 Yang mengandung positif

- Si jago bola sudah datang.
- Sang penakluk Puncak Jaya menerima Piagam Penghargaan.
- Para atlit PON besok mendapat pengarahan dari Ketua Koni.

1.7.2 Yang mengandung negatif

- Si penipu bicaranya enak didengar.
- Kita harus hati-hati atas kedatangan si tangan panjang.
- Sang perampok itu masuk dalam kerangkeng polisi.
- Para pecandu Narkoba hidupnya akan merana.
Artikel hang sekarang ini tidak popular. Kata hang hanya ada dalam legenda, seperti: Hang Tuah, Hang Jebat, dan Hang Lekir, yang ceriteranya melawan musuh di lautan sekitar Kepulauan Riau.

1.8 Partikel

Partikel mempunyai dua pengertian yaitu:1. unsur, butir, benda, atau bagian benda yang sangat kecil, 2. Sebuah kata yang biasanya tidak mengalami perubahan bentuk, ada pula melekat pada kata lain, seperti:

-kah à Siapakah yang mau mendahului pengadaan dana?
-lah à Janganlah Anda mengandal orang kuat.
-pun à Walaupun memberikan uang banyak Anda tak mungkin lulus kalau nilai ujian Anda tak memenuhi syarat.
Partikel pun dipisah dengan kata lain, dan apabila pun itu keduduk-annya sama dengan juga, à Anak-anak pun dapat berbuat seperti itu. Anak-anak juga dapat berbuat seperti itu.
à Para buruh setuju dan majikan pun setuju dengan perjanjian itu.
Para buruh setuju dan majikan juga setuju dengan perjanjian itu.

Partikel lepas untuk pronomina di antaranya,

- berapa à Harga baju ini berapa rupiah ?
- apa à Engkau datang ke sini maksud apa?
- asal à Asal anak itu dari mana ?
- begitu à Begitu, kalau korupsi engkau dipenjara























II. K A L I M A T

Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang bersifat sewenang-we-nang dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi untuk mela-hirkan perasaan dan pikiran, yang dituangkan melalui kalimat. Yang dimak-sud dengan kalimat adalah sederetan kata-kata yang disusun sesuai dengan kebutuhan kalimat. Untuk memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan kebu-tuhan kalimat maka para ahli bahasa membagi kata-kata menjadi 5 jenis, yaitu: nomina, verba, adjektva, adverbia, dan kata tugas. Masing-masing jenis kata mem-punyai kedudukan dalam kalimat, tidak sembarangan menempat kata. Con-tohnya kata-kata à kucing kambing ayam kuda batu ataupun tidur lari terbang makan keras, masing-masing kedua kelompok kata-kata itu tidak jelas mak-sudnya, tetapi sesudah kata kucing digabung dengan tidur à kucing tidur, kita sudah mengerti maksud kelompok kata itu. Demikian pula kata kambing de-ngan lari à kambing lari, ataupun ayam terbang, maupun kuda makan, gabungan kata-kata itu sudah dapat dimengerti.

2.1 Bagian Kalimat

Seiring dengan kata-kata yang dibutuhkan dalam kalimat, maka ada bagian subjek, predikat, objek, pelengkap dan bagian keterangan dalam kali-mat, seperti yang diuraikan di bawah ini.

2.1.1 Subjek

Yang dimaksud dengan subjek dalam ilmu bahasa adalah pokok kalimat yang berasal dari jenis kata nomina, pronomina, dan numeralia, yang menjadi pelaku pada kalimat aktif, sumber berita pada kalimat berita, dan tujuan pada kalimat pasif, contoh:

2.1.1.1 dari kalimat aktif transitif,

- Budi membeli buku. à Budi adalah pelaku beli.
- Elang menyambar ular. à Elang adalah pelaku sambar.
- Guru memarahi murid-muridnya. à Guru adalah pelaku marah.

2.1.1.2 dari kalimat berita,

- Hutan terbakar akibat puntung rokok. à Hutan yang diberitakan.
- Pembunuhan terjadi kemarin sore. à Pembunuhan bahan berita.
- Gempa menewaskan dua ratus orang, à Gempa sumber berita.

2.1.1.3 dari kalimat pasif,

- Roti dimakan ibu, à Roti tujuan untuk dimakan.
- Bibit mangga ditanam ayah di kebun, à Bibit mangga untuk ditanam.
- Daging ayam dipanggang koki restoran, à Daging ayam buat dipanggang.

2.2 Predikat

Kata predikat ada beberapa pengertian, di antaranya mengenai gelar, umpamanya, Budi sekarang sudah bepredikat Sarjana Hukum. John sudah bepredikat dokter. Sebutan untuk jabatan juga boleh dipakai kata predikat.
Khusus untuk ilmu bahasa predikat adalah bagian kalimat yang menandai apa yang akan dilakukan subjek, atau apa yang akan dibicarakan subjek. Dan predikat itu ada berasal dari jenis kata verba, dan ada pula dari jenis kata adjektiva, contoh:
2.2.1 yang dilakukan

- Ratna makan roti. à predikatnya adalah makan à makan dilakukan Ratna.
- Kucing tidur di dapur à predikatnya adalah tidur à tidur dilakukan
kucing.
- Gempa menggoyang kampung à predikatnya menggoyang à membuat
goyang kampung.

2.2.2 yang dibicarakan

- Rumah Budi besar di kota,à predikatnya besar à membicarakan
masalah keadaan rumah Budi.
- Rumput hijau baik untuk makanan sapi, à predikatnya baik à membi-
carakan masalah rumput makanan sapi.
- Orang mabuk jatuh ke selokan,à predikatnya jatuh à memberitakan
orang mabuk.

2.3 Objek

Dalam kalimat aktif objek merupakan bagian sasaran predikat kalimat, dan objek berasal dari jenis nomina atau pronomina. Kehadiran objek dalam kalimat aktif transitif (eka transitif) sangat diperlukan, tanpa ada objek dalam kalimat itu maka kalimat itu dianggap belum lengkap atau belum selesai, seperti dalam kalimat-kalimat di bawah ini.

- Budi memukul Yudas à tanpa ada objek (Yudas), kalimat belum lengkap.
- Ratna mencium bau roti à tanpa ada objek (bau roti) maka kalimat itu.
belum selesai.
- Polisi mengamankan orang mabuk à orang mabuk merupakan objek.

2.4 Pelengkap

Pelengkap terdapat pada kalimat semi transitif, dan pelengkap ber-asal dari jenis kata nomina, verba, dan adjektiva adalah juga bagian yang ha-rus ada dalam kalimat; tanpa ada pelengkap maka kalimat itu dianggap be-lum selesai, coba perhatikan kalimat-kalimat di bawah ini.

- Semua anggota rombongan Pramuka naik kapal laut, à tanpa ada kapal
laut, kalimat belum lengkap.
- Saya cium bau busuk.
Bagaimana kalimat di atas kalau tanpa pelengkap (bau busuk)?
Harap diperhatikan pelengkap dengan objek pada pasal 2.3.

2.5 Keterangan

Keterangan umumnya terdapat pada kalimat aktif intransitive, dan makna kata keterangan dalam kalimat ditentukan oleh perpaduan unsurnya masing-masing, perhatikan kalimat-kalimat di bawah ini dengan huruf yang dicetak miring, adalah keterangan.

2.5.1 keterangan tempat

- Gadis itu mati di kamar tidur
- Ayah dan ibu berangkat ke Jakarta.
- Pelarian itu tertangkap di kuburan.

2.5.2 keterangan waktu

- Tadi malam rumah Budi dimasuki pencuri.
- Bulan Desember orang-orang Kristen banyak merayakan Natal.
- Sebelum pukul 9 pagi kebaktian diadakan di rumah kami.
- Perkelahian itu terjadi dalam kantor Camat.
- Orang kena panah itu sepulang dari pasar.
- Pesta pernikahan Budi diselenggarakan bulan lalu.

2.5.3 keterangan alat

- Monyet memetik buah kelapa dengan gigi.
- Ular menjalar dengan sisik bawah.
- Orang itu menangkap burung dengan panah.

2.5.4 keterangan tujuan

- Ia berkorban banyak demi kekasihnya.
- Saya rajin berolahraga supaya tetap sehat.
- Mari kita bekerja keras bagi nusa dan bangsa.
- Ia rajin mencari uang untuk biaya sekolah anaknya.

2.5.5 keterangan cara

- Para pesrta ujian menjawab pertanyaan secara hat-hati.
- Polisi bertindak sudah secara hukum.
- Ibuku menangisi adikku yang pergi merantau, dengan tersedu-sedu.

2.5.6 keterangan penyerta

- Ayah pergi ke kota dengan abang saya.
- Prajurit tentara latihan berserta komandannya.
- Ibu bersama kakakku pergi menghadiri pesta pernikahan.

2.5.7 keterangan similatif yang bertuliskan miring.

- Budi dalam panitia duduk sebagai ketua.
- Sarah menganggap suaminya bagaikan seorang pejabat tinggi.
- Rudi menyetir kendaraannya seperti angin.

2.5.8 keterangan penyebaban

- Musa berkelahi dengan Daud karena perempuan.
- Jarinya terputus sebab kecerobohannya dalam menjalankan mesin pabrik.
- Orang itu bercerai dengan isterinya karena isteri berselingkuh.

2.5.9 keterangan kesalingan

- Kalau perempuan berkelahi saling tarik rambut.
- Anak muda kampung berkelahi saling melempar batu.
- Pemerintah-pemerintah daerah saling bertukar informasi.

2.6 Jenis-Jenis Kalimat

Dalam pemakaian kata-kata atau kelompok kata (frasa) dalam ka-limat terkadang tidak sesuai dengan arti sebenarnya, seperti:
- Lintah darat itu sudah dimejahijaukan.
- Gadis yang baru datang itu sangat manis.
- Pemuda adalah tulang punggung negara.
Lintah darat adalah hewan lunak dan kecil yang biasa menghisap darah manusia ataupun hewan, tabiat lintah itu dilukiskan kepada orang yang suka meng-ambil keuntungan besar pada orang lain, umpamanya rentenir.
Kata manis sesungguhnya ditujukan kepada rasa sesuatu benda, seperti rasa tebu yang manis, tetapi pada kalimat tersebut di atas ditujukan kepada gadis cantik. Demikian pula dengan frasa tulang punggung, tulang punggung berada di belakang badan, yang berperan penting dalam tegaknya tubuh manusia. Pemakaian kata-kata lintah darat, manis, tulang punggung pada kalimat-kalimat di atas disebut metafora.

Untuk mempelajari jenis kalimat dimulai dengan kalimat sederhana, yaitu kalimat tunggal, kalimat yang di dalamnya hanya terdapat satu subjek, satu predikat, atau satu subjek, satu predikat, satu objek/pelengkap.

Telah dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan kalimat adalah sede-retan kata-kata disusun sesuai dengan kebutuhan kalimat. Tetapi tidak selama-nya kalimat terdiri dari deretan kata, ada kalanya kalimat terdiri dari dua kata saja, tergantung situasi. Umpamanya, situasi sementara kita berjalan, di depan kita, tiba-tiba ada burung terbang. Pada situasi seperti itu, kalimatnya cukup dengan dua kata saja à Burung terbang. Kalimat seperti itu disebut kalimat dasar. Walaupun disebut kalimat dasar, tetapi kalimat itu sudah lengkap ka-rena, pada kalimat itu sudah ada subjek dan predikat. Adapun kalimat tunggal itu, di dalamnya ada bagian inti dan ada pula bagian bukan inti. Seperti kalimat “Burung terbang”, kalimat burung terbang itu boleh diperluas menjadi à Burung coklat terbang ke dahan. Kata coklat dan ke dahan adalah merupakan tambahan atau perluasan kalimat. Walaupun kalimat itu sudah diperluas, tetapi pada hakekatnya inti kalimat itu tetap sama, yaitu burung, sebagai subjek, dan terbang sebagai predikat.

2.6.1 Kalimat aktif

Adapun predikat (bagian inti) adalah bagian kalimat yang menandai apa yang akan dilakukan/dibicarakan subjek. Dan kalau dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu, kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya melakukan pekerjaan di dalam predikat verbalnya. Dari penjelasan KBBI itu jelaslah bahwa predikat kalimat aktif berasal dari verba yang me-ngandung perbuatan. Adapun verba aktif itu dibagi dalam empat macam, yaitu: verba intransitif, verba ekatransitif, semitransitif, dan verba dwitransitif. Dari keempat macam verba itulah dibentuk kalimat-kalimat aktif à kalimat intransitif, kalimat ekatrnsitif, kalimat semitransitif, dan kalimat dwitransitif. Khusus kalimat ekatransitif ada keistimewaannya dengan kalimat-kalimat aktif lain, yaitu kalimat ekatransitif dapat dijadikan kalimat pasif.

2.6.1.1 Kalimat Intransitif

Kalimat intransitif dibentuk oleh verba intransitif. Dan verba intran-sitif sama artinya dengan kata kerja tak mempunyai objek. Pada kalimat intransitif hanya ada dua bagian inti, yaitu subjek dan predikat. Kalimat intransitif boleh diperluas dengan menambahkan beberapa kata. Seperti kalimat “Burung terbang” itu à Burung terbang boleh ditambah dengan kata dari pohon ke pohon. Walaupun telah ditambahkan dengan kata-kata dari pohon ke pohon, subjek dan predikatnya tetap sama, yaitu à Burung (subjek), terbang (predikat). Dan dari pohon ke pohon, bukan inti; kata-kata itu merupakan keterangan à keterangan tempat, contoh lain:

- Anak-anak menari di gedung kesenian. Anak-anak (subjek), menari
(predikat),sedangkan ke gedung kesenian merupakan keterangan tempat.
- Anjing menggonggong di dekat kandang. Anjing (subjek), menggonggong
(predikat) sedangkan di dekat kandang merupakan keterangan tempat.
- Kami sudah duduk di pinggir pantai. Kami (subjek), sudah duduk (predikat),
di pinggir pantai adalah merupakan keterangan tempat.
- Kemarin sore Budi berkelahi. Budi (subjek), berkelahi (predikat), Kemarin
sore merupakan keterangan waktu. Andainya kata-kata keterangan itu ditiadakan (Tadi malam, besok, di belakang sekoh, Pagi hari, ke pasar) kalimat tersebut dapat dimengerti.
Untuk lebih jelas, kalimat di bawah ini yang bertuliskan miring dihi-langkan, apakah dapat dimengerti?

1. Tadi malam pencuri masuk di rumah Budi.
2. Tamu akan datang besok.
3. Anak-anak merokok di belakang sekolah.
4. Pagi hari ayah berolahraga di pinggir rumah.
5. Ibu pergi ke pasar masih pagi buta.

2.6.1.2 Kalimat Ekatransitif

Kalimat ekatransitif dibentuk oleh verba ekatranstitif, dan verba ekatransitif memerlukan objek,sebenarnya bukan saja memerlukan, tetapi objek harus ada.. Objek berasal dari jenis kata nomina atau pronomina.
Seperti apa yang telah diungkap, kalimat ekatransitif merupakan per-buatan, dan prefiksnya memakai me- (mem-,men-, meng-, dan meny-), seperti kata memukul, menanam, menggali, menyanyi, melempar yang contoh-contoh kalimatnya sebagai berikut:

1. Budi melempar buah mangga.
Bagaimana kalimat tanpa buah mangga.
2. Polisi memukul penipu.
Coba hilangkan kata penipu, kalimat itu tidak sempurna, bukan?
3. Ibu memetik bunga mawar.
Kata bunga mawar harus disertakan supaya kalimat itu sempurna.
4. Rudi menanam jeruk.
Kata jeruk adalah nomina.
5. Anjing menerkam ayam.
Ayam juga termasuk nomina.
6. Ayah menggali lubang.

Bagaimana kalimat kalau hanya ada Ayah menggali? Dari contoh-contoh kalimat di atas, dapat diketahui bahwa pada kalimat ekatransitif ada tiga bagian inti, yaitu: subjek, predikat, dan objek, yang disingkat menjadi SPO. Perlu diketahui bahwa, dari kalimat ekatransitif dapat dijadikan kalimat pasif.

2.6.1.3 Kalimat Semitransitif

Kalimat semitransitif juga terdiri dari tiga bagian inti, yaitu subjek, predikat, dan pelengkap. Pelengkap berasal dari jenis kata nomina, verba, dan adjektiva, dan pelengkap harus ada pada kalimat semitransitif. Walaupun kalimat semitransitif terdiri dari tiga bagian inti, tetapi kalimat semitransitif tidak dapat diajadikan pasif. Amatilah kalimat-kalimat di bawah ini, terutama yang bertuliskan miring.

- Minyak makan itu berbau tengik.
- Botol ini berisi obat batuk.
- Adik saya belajar lari.
- Suami yang baik memuji kecantikan isterinya.
- Saya puas tidur.
Yang bertuliskan miring adalah pelengkap, (baris 1) pelengkap yang berasal dari adjektiva (tengik), (baris 2) obat batuk (nomina), (baris 3) lari (verba), (baris 4) kecantikan isterinya (nomina turunan), dan (baris 5) tidur berasal dari verba.

2.6.1.4 Kalimat Dwitransitif

Perhatikan dengan seksama kalimat-kalimat di bawah ini.

1. Budi mencari pekerjaan.
2..Budi mencarikan pekerjaan

Pada kalimat (1) jelas makna kalimatnya à Budi mencari pekerkan. Tetapi pada kalimat (2) dengan menambahkan -kan maka makna kalimat itu tidak jelas; seolah-olah kalimat itu menuntut pekerjaan, pekerjaan untuk siapa? Bila ditambah dengan kata adiknya pada kalimat itu menjadi à Budi mencarikan pekerjaan adiknya. Dengan menambahkan adiknya pada kalimat (2) jelaslah makna kalimat itu.
Pada kalimat (1), Budi (subjek), mencari (predikat), pekerjaan (objek) kalimat itu termasuk kalimat ekatransitif. Tetapi pada kalimat (2) setelah diperbaiki, di belakang subjek ada dua kata (mencarikan pekerjaan) yang menjadikan kalimat itu sempurna. Bila kita menoleh kembali ke kalimat semitransitif; predikatnya memerlukan pelengkap, maka pada kalimat setelah ditambah adiknya, adiknya merupakan pelengkap, sehingga mencarikan pekerjaan merupakan predikat; yang disebut predikat dwitransitif. Contoh berikut:

- Musa mencari obat.
- Musa mencarikan obat, obat siapa?
- Musa mencarikan obat ayahnya.

- Pak Haji memberi zakat.
- Pak Haji memberikan zakat, zakat untuk siapa?
- Pak Haji memberikan zakat kepada orang fakir miskin.

- Ibu meminum obat.
- Ibu meminumkan obat, obat untuk siapa?
- Ibu meminumkan obat adik.

2.6.1.4 Kalimat Pasif

Kalimat pasif adalah kalimat yang menunjukkan subjek merupakan tujuan dari pekerjaan predikat verbalnya. Dan mengingat pernyataan dari pasal 2.6.1.3, kalimat ekatransitif dapat dijadikan kalimat pasif, sehingga pada kalimat pasif juga terdapat tiga bagian inti. Tetapi pada kalimat ekatransitif subjek dinyatakan pelaku, sedangkan pada kalimat pasif, subjek merupakan tujuan sehingga bila dibagankan seperti bagan yang ada di bawah ini.

Kalimat ekatransitif
Subjek Predikat Objek
à
- Ayah mengejar pencuri. (mengejar predikat, pelaku Ayah)
- Rudi mencium Ratna. (mencium predikat, pelaku Rudi)
- Musa mencuri mangga. (mencuri predikat, pelaku Musa)
- Budi memukul Daniel. (memukul predikat, pelaku Budi)

Kalimat pasif

Subjek Predikat
ß
- Pencuri dikejar ayah. (dikejar predikat, yang dituju pencuri)
- Ratna dicium Rudi. (dicium predikat, yang dituju Ratna)
- Mangga dicuri Musa. (dicuri predikat, yang dituju mangga)
- Daniel dipukul Budi. (dipukul predikat, yang dituju Daniel)

2.6.1.5 Kalimat pasif dari prefiks ter-

Prefiks ter- yang mengandung perbuatan tak sengaja, menjadi, dan dapat, dengan prefiks di- dalam kalimat (ter-) sama, yaitu sama-sama mem-bentuk kalimat pasif.

Subjek Predikat
ß
Nona itu terbuai oleh rayuan Budi.
Bukumu terbawa oleh adikku
Beras 50 kg terangkat oleh isteriku.
Perbuatanmu tercium oleh polisi
Buah pinangtua tergigit oleh kakek.

2.6.1.6 Kalimat pasif pada kalimat dwitransitif

Kalimat dwitransitif dapat dijadikan kalimat pasif dengan cara meng-gantikan prefiks me- dengan prefiks di-, pada predikat dwitransitifnya, dan ditambahkan dengan partikel oleh, kecuali dalam kalimat itu ada pronomina, tetapi maknanya sudah berubah. Lihat contoh kalimat-kalimat di bawah ini.

Ratni dicarikan obat oleh ayah. à Ayah mencarikan obat Ratni.
Kepada fakir miskin diberikan zakat oleh Pak Haji. à Pak Haji memberikan zakat kepada fakir miskin.
Adik diminumkan obat oleh ibu. à Ibu meminumkan obat adik.
Apabila kalimat mengikuti bagan (2.6.1.4 yang bertanda à) seperti di atas maka kalimat itu disebut kalimat pasif, seperti:

Kakak akan kujemput. Bila diurai menjadi -- Kakak (ß) akan aku jemput.
Orang itu akan kupukul. Diurai menjadi – Orang itu (ß) akan aku pukul.

2.7 Kalimat Inversi

Pada suatu hari, Musa dengan Adam berbincang-bincang tentang memban-gun rumah bagus dan kuat.
- Musa berkata : Saya mau membangun rumah beton.
- Adam menjawab: Membangun rumah beton biayanya besar.
Karena Adam mengatakan, membangun rumah beton biayanya besar, lalu perbincangan mereka berakhir dengan hasil, Musa mengalah. Kalimat Saya mau membangun rumah beton, Saya (subjek), mau membangun (predikat), rumah beton (pelengkap), kalimat seperti itu adalah kalimat semitransitif, sedangkan kalimat Membangun rumah beton biayanya besar à membangun (predikat ), rumah beton (subjek), biayanya besar (pelengkap). Jadi, kalimat predikat mendahului subjek disebut kalimat inversi, dan predikat kalimat inversi kebanyakan dari verba atau verba turunan.

2.8 Kalimat Nominal

Tidak selamanya predikat kalimat berasal dari verba atau dari adjek-tiva, tetapi adakalanya predikat dari jenis kata nomina. Kalimat yang predi-katnya dibentuk oleh nomina disebut, kalimat nominal. Kalimat nominal di-benarkan apabila dalam deretan kata itu ada kata dijadikat predikat, walaupun dari nomina, contoh,

- Dia guru saya. Ketiga kata itu adalah nomina, tidak jelas yang mana sub- jek dan mana predikat; atau tidak jelas mana yang dimaksud dengan guru. Tetapi setelah disisipkan partikel itu di antara kata Dia dengan kata guru à Dia itu guru saya, maka Dia itu merupakan tujuan kalimat, atau Dia itu adalah guru.

- Partikel -lah boleh juga ditambah pada kata Dia à Dialah guru saya maka yang guru adalah Dia.



















B A B III
BAHASA KARO

PENDAHULUAN

Belajar bahasa berarti belajar jenis kata. Adapun jenis kata dibagi dalam 5 jenis, yaitu: 1. nomina (kata benda), 2. verba (kata kerja), 3. adjektiva (sifat), 4. adverbia (keterangan), 5. Kata Tugas.

Nomina bahasa Karo atau kata benda bahasa Karo tidak diungkap seluruhnya pada buku ini; yang diungkap hanya nomina turunan, karena pada BAB I pasal 1.1 Nomina dari bahasa Indonesia sudah jelas. Dan biasanya untuk memahami bahasa akan ada contoh-contoh kalimat, sehubungan de-ngan contoh-contoh itu, perlu diketahui seperti apa yang dicantumkan di ba-wah ini:

- bertolak dari kalimat aktif,
- frasa,
- e lemah dan e keras,
- morfem terikat,
- kalimat inversi.

3.a. Pada pasal terdahulu telah disebut-sebut kalimat aktif yang subjeknya berada di sebelah kiri kalimat, dan predikat sebelah kanan kalimat. Selain kalimat aktif, masih ada beberapa jenis kalimat lain, namun untuk sementara kalimat lain itu diabaikan. Hal ini dibuat demikian dengan tujuan, untuk memudahkan mengenali nomina, terutama mengenali nomina turunan.

Kalau kata itu berada di sebelah kiri kalimat maka kata itu adalah nomina, karena nomina yang mendudki subjek, contoh: Makan kelinci adalah adalah daun-daunan. Makan termasuk jenis verba (kata kerja), jadi, makan itu tidak tepat pada awal kalimat (subjek), karena pada awal kalimat seharusnya adalah nomina, maka kata makan itu harus dijadikan nomina, yang disebut nomina turunan, yaitu menambahkan sufiks –an, pada makan à makanan à Makanan kelinci adalah daun-daunan.

3.b Kadang dalam kalimat, subjek atau predikat tidak terdiri dari satu kata saja, tetapi beberapa kata; atau dalam satu kelompok terdiri dari beberapa kata, dan kata-kata itu belum membentuk kalimat, kumpulan kata seperti itu disebut frasa atau biasa juga disebut frase, seperti:

- pengemudi ugal-ugalan
- bibit jagung unggul
- dua ekor ayam, dan lain-lain.

3.c Dalam bahasa Indonesia akan ditemui e (lemah) dan e (keras), tetapi karena orang sudah biasa menggunakannya, sehingga penulisannya sama saja; tidak ada tanda-tanda perbedaan. Dalam bahasa Karo pun ada e lemah dan e keras, yang di luar orang Karo akan susah membedakannya, bahkan orang Karo yang lahir di perantauan akan sulit membedakannya, maka pada kesempatan ini e (lemah) ditulis biasa, sedangkan untuk e (keras) ditebalkan e.

3.d Sebelum kita memasuki lebih dalam bahasa Karo, terlebih dahulu kita harus mengerti apa yang dimaksud dengan morfem terikat. Sebab pada bahasa Karo banyak kata morfem terikat. Oleh karena itu, tanpa mengenal morfem terikat, kita akan mengalami kesulitn untuk memahami contoh-contoh ka-limat.
Dalam kamus (KBBI) dinyatakan, bahwa morfem bebas adalah yang secara potensial dapat berdiri sendiri, sedangkan morfem terikat yang hanya dapat digunakan apabila dirangkai dengan afiks (imbuhan) atau kata lain. Tetapi mengapa dalam kamus dinyatakan arak diberi tanda (v) yang artinya verba, demikin pula dengan kata elak (v), juga kata empas diberi tanda (v) yang artinya verba? Ya, sepintas benar dikatakan verba, jika kata itu digabung dengan prefiks me- (mengarak, mengelak, mengempas) menjadi verba turunan, tetapi bagaimana bila ketiga kata itu digabung dengan sufik
-an (arakan, elakan, empasan), bukankah ketiga kata itu sudah menjadi nomina turunan? Demikian pula dengan buku Tata Bahasa Baku Indonesia, di dalam buku itu dinyatakan morfem terikat adalah morfem tidak dapat berdiri sendiri, seperti me-, ber-, di-, ter-. Contoh itu membingungkan, kalau memang me-, ber-, di-, ter- dikatakan morfem, mengapa me-, ber-, di-, ter- itu dinyatakan prefiks? Samakah arti morfem dengan prefiks? Jadi, kedua buku itu memberikan penjelasan masih mengambang.

Dalam bahasa Karo banyak kata tidak dapat dipakai sebelum kata itu dirangkai dengan afiks atau kata lain. Contoh : bages, belang, biar, bergeh, dan lain-lain. Keempat kata itu tanpa ada afiks m- , kata itu tidak dapat dipakai. Apabila kata itu dirangkai dengan m- maka keempat itu kata sudah ada artinya.
m + bages à mbages (dalam) Kolam si Badu mbages. Kolam Badu dalam.
m + belang à mbelang (luas) Juma kami mbelang. Ladang kami luas.
m + biar à mbiar (takut) Kucing mbiar man biang. Kucing takut kepada anjing.
m + bergeh à mbergeh (dingin) Es mbergeh kal. Es dingin sekali.

Kata sayang (adjektiva) dari bahasa Indonesiapun tak dapat diguna-kan ke bahasa Karo sebelum digabung dengan kata lain. Memang ada kata “sayang” dari bahasa Indonesia dipakai pada bahasa Karo, tetapi dipakai berupa frasa à Ula sayang, sayangku, kusayangi .

Adapun morfem terikat supaya dapat digunakan, contohnya adalah:
- Apabila awal kata memakai b- yang digunakan m- contoh:
bacar (mt = morfem terikat) + m- à mbacar à orang ramah, suka bergaul.
bentar (mt) +m- à mbentar = putih. Mbentar ada juga menyebut mentar, b
luluh.
biring (mt) +m- à mbiring = hitam.
bue (mt) + m- à mbue = banyak.
Awal kata konsonan yang tertutup (seperti b) yang digunakan m-, sedangkan konsonan terbuka (g, h, j, k, l, n, r, t) dipakai me-, contoh :
me + ganjang (mt) meganjang = tinggi,
me + hamat (mt) mehamat = sopan,
me + jingkat (mt) mejingkat = rajin,
me + kapal (mt) mekapal = tebal,
me + lantar (mt) melantar = tidak hati-hati,
me + nahang (mt) menahang = ringan,
me + randal (mt) merandal = baik, bagus,
me + tami (mt) metami = memanja dan,
n + dauh (mt) ndauh = jauh.
(untuk sementara cukup sekian, mungkin masih ada yang lain)

3.1. Nomina Turunan

Kata dari jenis verba atau adjektiva dijadikan nomina yang disebut nomina turunan. Adapun yang menjadikan nomina turunan: sufiks –en, prefiks pe-, per-, dan prefiks peng-, afiks per – en, pe – ken, dan afiks ke – en, dan prefiks kini-.

3.1.1 sufiks -en

B. Indonesia.
B. Karo
Subjek
Predikat

lari
kiam
Kiamen jelma
Megi
mercun.


Larian orang
mendengar
mercon.
cepat
Pedas
Pedasen kuda
asangken
lembu.


Cepatan kuda
dibanding
lembu.
putih
bentar (mt)
Bentaran Cina
asangken
Indonesia.


Putihan Cina
dibanding
Indonesia.
serius
nutus
Nutusen ate B
erlajar
asangken ….


Seriusan Budi
belajar
dibanding….

Keterangan:

Larian diterjemahkan secara harfiah ke bahasa Karo.
Megi à dari kata begi (mt), walaupun megi dari kata begi, tetapi boleh juga dijadikan verba turunan megi, sama.
Kata ate ada dua pengertian, ate dalam arti sesungguhnya hati, ate ada berpe-ngertian kemauan, kemauan siapa? Dalam (boks di atas) kalimat itu, kemauan Budi, kemuan bagaimana? Jawabnya: nutusen (seriusan Budi), sehingga setiap kata ate (kemauan) muncul, dalam bentuk frasa (kumpulan kata), se-perti kata atena, ngena dalam lagu Pisosurit, tidak boleh ditulis atena saja, ngena saja juga tidak boleh, harus bentuk frasa atena ngena.

3.1.2 prefiks pe-

B. Indonesia
B. Karo
Subjek
Predikat

bantu
sampat
Penampatna
la terlupaken
aku.


Bantuannya
tak terlupakan
Aku
beli
tukur
Penukur beras
ibuat
i kuncangku.


Pembeli beras
diambil
di kantongku.
pukul
pekpek
Pemekpek biang
purih ibahan.



Pemukul anjing
lidi dibikin.

serunai
sarunai
Penarunai
ngembus
sarunaina.


Penerunai
meniup
Serunainya.

Keterangan :
Sempat dijadikan nomina turunan, s luluh lalu diganti n, sehingga penampat,
Pekpek, k pertama luluh diganti m sehingga menjadi pemekpek.
Tukur, t luluh lalu diganti n sehingga muncul kata penukur.
Perubahan bunyi dari s ke n, dari t ke n, dari k ke m berdasarkan lidah orang Karo.

3.1.3 prefiks per-

b. Indonesia
b. Karo
Subjek
Predikat

buat/bikin
bahan
Perbahan jelma
kiam
akupe kiam.


Karena orang
Lari
kupun lari.
buru
buru
Perburu usur
erbengkau
jukut.


Pemburu selalu
bergulai
daging.
bual
bual
Perbual
terluda
ngerana.


Pembual
terlanjur
bicara.


3.1.4 prefik peng-

b. Indonesia
b. Karo
subjek
predikat

lihat
idah
Pengidah bapa
La nai
terang.


Penglihatan bapa
tak terang
lagi.
kerja
kebet (mt)
Pengkebetna
gawah-gawah ngenca.



Kerjanya
hanya kelaya-pan saja.

jemput
legi
Pengelegina
Maka reh
polisi.


Perbuatannya
Maka datang
polisi.

Keterangan:

Pengelegina diterjemah ke jemput tidak lumrah (salah).

3.1.5 afiks per – an

b. Indonesia.
b. Karo
subjek
predikat

buat
bahan
Perbahanenta
Erbahan
kalak segan..


Perbuatan kita
membuat
orang segan
uang
duit (sen)
Perduiten mbue
maka nukur-nukur



Keuangan banyak
baru belanja.

serban
bulang
Perbulangen
Ncari
nakan.


Suami
mencari
nafkah.

Keterangan:
Bulang = serban, yang memakai bulang adalah laki-laki, sehingga yang memakai bulang disebut perbulangen (suami).
Nakan = nasi

3.1.6 afiks pe – ken

b. Indonesia
b. Karo



kawin
empo
Pempoken anak
Ia
ku Medan.


Mengawin –kan anak
Dia
ke Medan.





jantan
dalu (babi)
Pedaluken babi
ia.



Mengawinkan babi
Dia.



Peduaken adah me
anak kami.



Yang kedua itu
anak kami.

baik
huli(uli)
Pehuliken motor
Ia
ku kota.


Memperbaiki motor
Dia
ke kota.

Membaca kalimat pertama dan kedua, dan membandingkannya ke bahasa Indonesia (pempoken = mengawinkan, pedaluken = mengawinkan) afiks pe – ken, terutama –ken bukan membentuk nomina turunan, tetapi membentuk verba turunan. Dengan demikian kalimat (Pempoken anak ia, Pedaluken babi ia) adalah membentuk kalimat inversi (predikat mendahului subjek)

3.1.7 afiks ke - en

b. Indonesia
b. Karo
subjek
Predikat

sayang
keleng
Kekelengenta
icidahken
man orangtua.


Sayang kita
ditunjukkan
kepada o.tua.
hidup
geluh (mt)
Kegeluhenku
lalap mesera.



Kehidupanku
terus susah.

bodoh/jelek
genjeng
Kegenjengenta
la perlu
iteh kalak.


Kejelekan kita
tak perlu
orang tahu.
rakus
rangap
Kerangapenta
Erbanca
kalak ndauh.


Kerakusan kita
membuat
orang menjauh.

Keterangan:
-ta berasal dari kata kita, -ta biasa disertakan menunjukkan kepemilikan, walaupun kepada orang lain, contoh: Adah rumahta (Itu rumah kita), kalau dikatakan, Adah rumahku (Itu rumahku) dianggap tidak sopan.

3.1.8 prefiks kini-
b. Indonesia
b. Karo
Subjek
Predikat

baik
randal (mt)
Kinirandalkin
Nergang
man nini?


Baikkah
membentak
nenek?
kaya
bayak
Kinibayakenna
si ngerana e.



Kekayannya
yang bicara
itu.
miskin
mesera
Kiniseraankap
Erbahan
aku talu.


Kemiskinan
membuat
aku kalah.
pndai
beluh
Kinibeluhenta
Ergaul
maka tampil.


Kepandaian
Bergaul
maka tampil.

Keterangan:
Terjemahan dari bahasa Indonesia ke bahasa Karo kadang tidak tepat benar, seperti nergang, nergang (verba turunan) yang berasal dari kata sergang à sergang mengeluarkan kata-tata dengan suara keras, contoh: Si A disuruh mengambil air minum, ternyata si A itu terus mengerjakan pekerjaannya, membaca, umpamanya, B (yang menyuruh, ayahnya) dongkol lalu dengan suara keras ia mengatakan, “Ambil air minum itu.” Baru si A bergerak.
Sesungguhnya kalimat Kinirandalkin nergang man nini, tidak lengkap, seha-rusnya ada kata akap kao (kau rasa) setelah kata kinirandalenkin (kiniran dalenkin akap kao). Kinirandalenkin akapko nergang man nini.

Kata sera (mt), setelah ditambah dengan me- à mesera = susah, miskin.
(lihat boks di atas)

3.2 VERBA

Verba biasa juga disebut kata kerja, kata kerja jangan diasumsikan sama dengan kerja. Ada orang, karena namanya kata kerja dianggapnya sama dengan kerja. Oleh sebab itu penulis menyebut nomina untuk kata benda, verba untuk kata kerja, adjektiv ke kata sifat, adverbia untuk keterangan. Apalagi hendak mendalami, yang disebut jenis kata kata benda, jenis kata kata kerja, jenis kata kata sifat, jenis kata kata keterangan, membingungkan, karena terdapat dua kata, kata kata benda, kata kata kerja dan lain-lain.

Adapun ciri-ciri verba (kata kerja) :

a. Mengandung makna perbuatan atau aksi, yang biasanya dapat menjadi ja-waban dari pertanyaan: Apa yang dilakukan subjek? Contoh: Apa yang dila-kukan kucing? Jawabnya kemungkinan tidur, lari, makan. Kata tidur, lari, dan makan itulah yang dimaksud dengan verba, dalam bahasa Karo.
Kaikin ibahan kucing? Jawabnya : tunduh, kiam, maan (a dibaca agak pan-jang).
Ingat, verba menduduki predikat atau berada sebelah kanan subjek, isilah:
Subjek Predikat
……….. medem
………… kiam
………… maan
……….. ridi
………. kundul

b. Mengandung makna proses yang biasanya dapat menjadi jawaban dari per-tanyaan: Apa yang terjadi pada subjek? Contoh: Apa yang terjadi pada tiang listrik? Jawabannya kemungkinan: tumbang, patah, berdiri, dalam bahasa Karo: mbulak (bulak, mt) penggel, pajek. Kata mbulak, penggel, pajek itulah verba.
Contoh kalimat (bertuliskan miring):

Tiang listrik mbulak.
Galah penjukjuk buah mangga penggel.
Pancang enggo pajek.

Ingat, predikat dalam kalimat aktif berada sebelah kanan subjek.

Isilah pada titik-titik di bawah ini:
subjek predikat
Sapona enggo …………
Dahan mangga ………..
Tiang bendera .………

3.2.1 Verba Turunan Bahasa Karo

Seperti halnya verba atau adjektiva dapat dijadikan nomina turunan,
sebaliknya nomina dapat pula dijadikan verba yang disebut verba turunan, contoh: membatu, bersepatu, berair.
batu à membatu, Semen sudah membatu.
sepatu à bersepatu, Anak-anak sekarang bersepatu ke sekolah.
air à berair, Halaman sekolah berair.

Kalimat Semen sudah membantu, kalau di bahasa Karokan Semen enggo mbatu, kalimat seperti itu pada bahasa Karo tidak lazim, lazimnya Semen enggo jadi batu. Tetapi untuk kalimat Anak-anak sekarang bersepatu ke sekolah, pada bahasa Karonya, Anak-anak si genduari ersepatu ku sekolah. Demikian pula kalimat Halaman sekolah berair, pada bahasa Karo, Kesain sekolah erlau. Demikianlah sebagai kata pengantar verba turunan Karo.

3.2.1.1 prefiks atau pelengkap morfem terikat m-(me-)

Telah disebut-sebut bahwa, kata tak dapat berdiri-sendiri dikatakan morfem terikat, morfem terikat harus lebih dahulu diikat dengan kata lain sebelum digunakan, umpamanya diikat dengan m- (me-). Tetapi verba turunanpun ada juga menggunakan pfrefiks m- (me-). Untuk membedakan m- (me-) itu prefiks, dan m- (me-) pelengkap morfem terikat dengan cara:

Apabila m- (me-) dapat dijadikan kalimat pasif; atau memakai i- (di- dalam bahasa Indonesia) maka kata itu prefiks, contoh:

M-egi (mt) à Ia megikan radio. Radio ibegikenna, na = nya. Dari uraian Radio ibegikenna, adalah kalimat pasif maka m- itu menjadi prefik, dan m- itu boleh juga menjadi pelengkap morfem terikat (lihat uraian di bawah).

3.2.1.2 prefiks m- (me-)

- Bapa medahi adek. à Adek ipedahi bapa. Medahi dari kata pedah = nase-
hat.
- Polisi mentasi rumah kami. à Rumah kami ibentasi polisi. bentas (mt)
lewat.
- Musa merjat kotoran lembu. à Kotoran lembu iperjat Musa. perjat (mt)
injak.
Apabila awal kata dasar memakai huruf c, d, g, k, n, p, r, s, t yang digunakan me-, dan awal kata dasar dari a, e, h, u, yang digunakan meh-, yang lainnya menggunakan m-. Prefiks maupun pada pelengkap morfem terikat, sama, yaitu: m-, me-, dan meh.
Pemakaian pelengkap morfem terikat (m-, me-,dan meh-) pada bahasa Karo lebih banyak, dibandingkan pemakaian prefiks (m-, me, dan meh).

3.2.1.3 contoh: m- (me-) pelengkap morfem terikat

- Anggota tentara mbestang-mbestang kerina. mbestang (bestang, mt) tegap.
- Singuda-nguda kuta kami mehamat kerina. singuda-nguda = gadis, meha-
mat = sopan, kerina = semua
- Baju Budi megersing. megersing = kuning, (gersing, mt).

3.2.1.4 contoh prefiks m-,

- Nande metami man adek. (pasif) Adik itami-tami nande. tami (mt) =
sinonimnya manja.
- Rudi nipak bola. (pasif) Bola itipak Rudi. tipak = sepak
- Budi nindih Johan. (pasif) Johan itindih Budi. i-tindi = tindis

3.2.1.5 prefiks ng- (identik meng- dalam bahasa Indonesia)

awal kata dasar :
a- à ayak à Budi ngayak biang. ayak = kejar, biang = anjing
ambeng à Nande ngambeng-ken rempak. ambeng = buang, rempak =
sampah.
angkip à Kakak ngangkip adik. angkip sinonimnya gendong

g- gurgari à Ia nggurgari rusur. gurgari (mt) = membuat berantakan.
r-usur = selalu
gedap à Buaya nggedap-ken kerbau. gedap = tenggelam
gejap à Ia nggejap adi kita melewas. gejap = merasa, adi = kalau,
melewas = tak mau tau

i- ikut à Anak biang ngikut indungna. Ikut = ikut, biang = anjing,
indung = induk
iket à Polisi ngiket tan pinangkau. iket = ikat. tan = tangan,
pinangkau = pencuri
ian à Kakatua ngian-i agingku. ian (mt) = menunggui, agi-ngku =
adik à ngku = ku, dan yang menyatakan kepemilikan harus
disertakan disertai ng-

k- k- yang menggunakan k ada dua macam, apabila huruf ke dua memakai a dan i- yang digunakan prefiks ng-, dan huruf kedua memakai u, e, dan huruf i digunakan ngk-

k- kite à Manjar-anjar ngite-ngite buluh. anjar = hati-hati, kite = titian
buluh = bambu
kai à Ngkai maka kena rubat? kai = apa, kena = kalian, rubat = ber-
kelahi
kusur à Kami ngkusur tiang sapo. kusur = putar, sapo = rumah kecil di
sawah.

o- orat à Bapa tua ngorat-i singuda-nguda. orat (mt) = menanyai, singuda-
nguda = gadis
oge à Musa ngoge Surat Kabar. Oge= baca
ose à Bibi ngose adik. ose = sinonimnya memakaikan kain.

u- ukur à Aku latih kuakap ngukur-i anak. latih = capek, ku-akap = ku =
aku, akap = rasanya, ukur (mt) = memikirkan
ulam à Om ngulam bulung sawi. ulam = ulam, bulung = daun
ue (uai) à Muli enggo nguai. uai = ya, enggo = sudah, nguai = mengya

nge- à legi à Musa ngelegi nande i juma. legi = jemput, nande = ibu, juma =
huma
lebuh à Ani ngelebuh bapa i lepar lau. nge-lebuh = memanggil dari jauh,
lepar = seberang sungai, lau = sungai, air.

e- embah à Nande ngembah anak kakak. ngembah = dukung
endes à Tukan Pos ngendes-ken paket. ng-endes = menyerahkan
embas à Bibi ngembas-ken uis. embas = kibas

r- rawa à Bapa ngrawa-i Rohana. rawa (mt) = marah, ngrawai, kadang
ngerawai pakai e.

3.2.1.6 prefik n-

c- cikep à Salmah ncikep bungkusen. cikep = pegang, bungkus-en = bung-
kus, -en adalah sufik, acapkali ncikep berubah menjadi nikep. .
cabinà Kakak ncabin-i adik si sangana tunduh. Cabin = selimut, si =
yang, sangana = waktu, sedang, -na à terjemahan dari -nya
cidur à Bibi minter ercidur nganggeh bau macik. minter = langsung
er-cidur = ludah, er- = ber-, ng-anggeh = cium, nganggeh =
mencium, bau = bau, macik = busuk. Cium khusus untuk
sesama manusia disebut ema. ngema = mencium

d- dabuh à Nangka ndabuh ku atap. dabuh (mt) = jatuh, ku = ke
daram à Polisi ndaram-i kalak mabuk. daram (mt) = cari, kalak = jelma,
mabuk = mabuk
dauh à Wamena ndauh i Jayapura nari. n-dauh (mt) = jauh, nari = dari

j- jemak à Bapa njemak perpalu. jemak = pegang, per-palu = pemukul,
per- lihat prefika per-.
jerngem à Biang njerngem perik. jerngem = memeluk dan menggigit,
perik = burung.
jore à Bengkila njore-ken perjabun silih. bengkila = suami tante, jore =
= senang, baik, menyelesaikan per-jabu-un, jabu = rumah, dalam hal
ini rumah tangga, -un adalah sufiks, silih = ipar

t- tutup à Kandi nutup pintu. tutup = tutup
tambar à Dokter nambar-i agingku. tambar = obat, agi-ngku = adik-ku
teman à Aku neman –i silih ku lau. teman = teman, silih =ipar, lau =
sungai (air)

s- suan à Abang nuan page. suan = tanam, nuan = menanam, page = padi,
sabah = sawah.
sampat à Kami nampat-i mama nuan page. sampat = bantu. mama = om
sontar à Bapa nontarken sapo. sontar = sinonimnya adalah bongkar, sapo
= gubuk

3.2.1.7 prefiks me-

b- buah à Rambutan kami mbuah kal. buah = buah, kal = amat, sangat.
belang à Jumana mbelang i dusun. juma = huma, belang (mt) à =
mbelang =luas.
bue à Rimona mbue i kuta. rimo = jeruk, -na = nya, mbue = banyak
Kadang kata mbaba berubah menjadi maba.

3.2.1.8 prefiks meh-

uli- à Bibi mehulikal ukur-na man kami. uli = baik, ukur = pikir, man =
kepada, kami = kami
erga- à Bajuna meherga kal. meh-erga = mahal, kal = sangat
abu- à Kelinci si bene e mehabu rupana. si = yang, bene = hilang, e = itu
rupa = warna, -na = -nya

Penjelasan:

1.Umumnya kata mendapat prefiks ng- dan n identik dengan meng- dan men-
Dalam bahasa Indonesia membetuk verba transitif, atau membentuk
kalimat aktif transitif, lihat Bab IV (Kalimat).
2. Seperti telah kemukakan, kita bertolak dari kalimat aktif sehingga contoh
kalimat yang disampaikan, seperti dipaksakan, sehingga agak janggal ka-
rena tidak biasa.

3.2.1.8 prefiks i-

Yang dibicarakan pada pasal 3.2 adalah verba, untuk verba dari kata dasar, silakan lihat kamus, sedangkan verba turunan harus dipelajari, seperti prefiks di bawah ini.
Adapun prefiks i- dapat digunakan pada semua (awal kata) huruf, tidak mengalami perubahan bunyi.

i- lembing à Ilembing Musa arimau. iembing = lembing, .arimau = harimau
panah à Ipanah kalak si Steven. panah = panah, kalak = orang
tukur à Itukur nande baju rombengen. tukur = beli, nande = ibu

3.2.1.9 prefiks ipe-

- pinter à Ipepinter-na pancang juma-na. pinter = lurus, pancang = pancang,
juma = kebun atau huma, -na = -nya
- huli à Ipehuli motor Hondamu. huli (uli) = bagus, baik
- payo à Ipepayo dage tinaruh (naruh) ena. payo = benar, dage = lah,
tinaruh (naruh), ena = itu.

3.2.1.10 prefiks iper-

Prefiks iper- terdiri dari dua (ganda) prefiks, yaitu i- dan per- yang pengertiannya menjadi,

- juma à Iperjuma-i tanehta adah. iper- à dijadikan kebun, taneh-ta =
tanah-ta, adah = itu.
- sada à Ipersada buah mangga ena. à dijadikan (satu) tempat buah itu.
- bantai à Iperbantai-ken saja lembu e gelah keri. à dijadikan (dibagikan)
perkilo daging lembu itu, gelah = agar, keri = habis

3.2.1.11 prefiks er-

Prefiks er- penggunaannya dan manfaatnya identik dengan ber- dalam bahasa Indonesia. Kalau dalam bahasa Indonesia (ber-) ada perubahan bunyi, maka pada bahasa Karo pun ada perubahan bunyi, perubahan itu bukan dibuat-buat, tetapi bagaimana pengucapannya supaya mudah diucapkan, se-perti erjuma menjadi re-juma atau r-juma, er-ate menjadi r-ate. Untuk contoh beberapa kata akan disajikan di bawah ini.

3.2.1.12 prefiks r-

- ateà Kerna ulah-ulahmu rebahan kami rate mesui. Kerna = karena, ulah-
ulahmu = perbuatanmu, kami = kami, r-ate = ber-hati, mesui, me-
sui(mt) = sakit, sengsara
- embah à Nande rembah agi ku sabah. nande = ibu, r-embah = gendong,
agi = adik, ku = ke, sabah = sawah.
- utang à Budi rutang denga man bapa. rutang = berhutang, denga = lagi
man = kepada, bapa = bapa.

3.2.1.13 prefiks re-

- toto à Ras-ras kita ertoto, ertoto ada mengucapkannya retoto. ras = sama,
kita = kita, re-toto = toto = ber-doa
- galang à Barehmu ergalangna, ergalangna ada mengucapkannya, rega-
langna, bareh = bisul, re-galang-na = besar, -na = -nya
- baba à Megegehkal ia erbaba, erbaba ada menyebutkannya rebaba, reba-
ba page, me-gegeh = kuat, ia = ia, re-baba = pikul, maksudnya
page = padi

3.2.1.14 prefiks ter-

Pada prefiks ter- ini, kembali dinyatakan tentang kalimat inversi, sebab pada kalimat yang berprefiks ter- sebagai contoh kalimat akan dimun-culkan kalimat inversi, karena terpaksa. Terpaksa karena sulit mencarikan ka-limat aktif untuk menjadi contoh. Kalimat inversi adalah kalimat yang pre-dikat mendahului subjek. Memang bahasa Karo banyak menggunakan kalimat inversi.
Adapun kalimat yang menggunakan prefiks ter- bermakna perbuatan yang menyatakan dapat, mampu, atau lebih,

3.2.1.15 ter- yang menyatakan dapat

- timai à Tertimai ndu, aku? ter-timai, à timai = tunggu, ndu = mu
dalam bentuk halus, ngko à kau = panggilan kepada adik atau selevel.
Jawabnya: tertimai aku, atau la tertimai aku. tertima-timakal aku =
tertunggu-tunggu aku sangat

3.2.1.16 ter- yang menyatakan mampu

- angkat à Beras 50 kg terangkat aku. ter-angkat = angkat
- karat à Buah pinang tua terkarat nini tudung. ter-karat = gigit, nini =
nenek. tudung = tudung
- nangkih à Tualah si meganjng ternangkih nini bulang. tualah = kelapa,
si = yang, me- ganjang (mt) = tinggi, ter-nangkih = panjat,
bulang = sinonimnya serban

3.2.1.17 sampai ke ………

- tulan à. Lukana tertulan. luka = luka karena kena pisau, ter-tulan = tu-
lang
- dilo à Bibi rusur terdilo-dilo man anak si mbaru mate. r-usur = selalu,
dilo = panggil, man = kepada, si = yang, m-baru = baru, mate =
meninggal dunia.
- singet à Mama nguda tersinget kange soal perjabun si Musa. mama = om
(saudara) ibu, nguda = bungsu, ter-singet = menyinggung, per-
jabu-n = perkawinan, si Musa.

3.2.1.18 ter- à lebih …………

- bue (mt)à Terbue-n ibuat ………….. (benda). bue (mt) = banyak, i-
buat = di-ambil.
- bages (mt) à Terbages-en ikuruk kolam e (ei). bages = dalam, i-kuruk =
keruk, kolam = kolam.
- tua (mt) à Tertua-n maka itabah galuh. tua = tua, maka = maka, galuh =
pisang.

3.2.1.19 ter- yang menyatakan perbuatan tak sengaja

- dedeh à Terdedeh aku kotor manuk. dedeh = sinonimnya injak, kotor (tai)
manuk = ayam.
- baba à Terbaba aku bukumu. baba = bawa
- tebak à Tertebak aku, ia. tebak = tikam, aku = aku, ia = ia

3.2.1.20 Prefiks ci-

Prefiks ci- yang diketahui penulis hanya dipakai pada kata lindung yaitu : - cioà Mehamat cicio i teruh galuh. Mehamat = nama orang,
cio = lindung, hindari panas matahari, teruh = bawah, galuh =
pisang


3.3. Adjektiva

Adjektiva yang juga disebut kata sifat, dan menurut Kamus Bahasa Indonesia kata sifat artinya adalah, rupa dan keadan yang tampak pada suatu benda; tanda lahiriah, namun secara umum orang berasumsi bahwa kata sifat hanya berlaku pada manusia atau binatang. Apalagi tidak semua orang memi-liki Kamus, sehingga orang sulit mengertikan kata sifat. Oleh sebab itu, penu-lis memilih jenis kata adjektiva daripada kata sifat pada buku ini.
Adjektiva tugasnya adalah untuk mengungkapkan/menjelaskan keadaan benda, orang, atau hewan, contohnya:

- batu keras
- rumah besar,
- orang tua,
- kucing liar,
- anjing jinak.

Kata keras, besar, tua, liar, jinak, telah mengungkapkan keadaan masing-masing untuk: batu, rumah, orang, kucing, anjing, dan kata keras, besar, tua, liar, jinak itulah dimaksud dengan adjektiva.
Sesuai dengan hukum bahasa Indonesia, hukum DM (diterangkan menerangkan) maka posisi adjektiva berada di belakang nomina (lihat con-toh di atas). Nomina (umumnya): batu, rumah, kucing, anjing termasuk orang berada di belakang adjektiva: keras, besar, tua, liar, jinak lihat contoh di atas.

Sepintas tentang baik (adjektiva) dengan tidak (adverbia) bahasa Karo, rumit bila dari bahasa Indonesia diterjemahkan ke bahasa Karo secara harfiah. Contoh dari kata ingkar tidak, kata ingkar tidak terjemahannya ke dalam bahasa Karo adalah la (la galang = tidak besar, la mehuli = tidak baik). Terjemahan ini masih sesuai, baik dari bahasa Indonesia ke bahaa Karo, maupun dari bahasa Karo ke bahasa Indonesia. Tetapi ketika la itu dirangkai dengan tua, la tua, timbul masalah, karena kata tua bahasa Karo terje-mahannya bukan tua (adjektiva), dan kata tua itu bagi sebagian masyarakat Karo diartikan sebagai nama panggilan/sebutan, kaka tua (kadang tua saja) kepada kakak tertua. Demikian pula dengan kata liar, apabila la itu dirangkai dengan liar, jangan dimunculkan ke la liar, ingat morfem terikat, liar adalah morfem terikat, sehingga sebelum dirangkai dengan me- pada liar, maka liar tidak dapat dipakai, tetapi setelah dirangkai dengan me- (meliar), barulah ada artinya (meliar = liar) Demikian pula dengan tua, kata tua bukan adjektiva, kecuali dirangkai dengan me-, metua (tua, Ind) menjadi jenis kata adjektiva.
Warna dalam bahasa Indonesia ada sebutan hijau, hitam, merah, putih, kuning, tetapi pada bahasa Karo kata-kata itu (hijau, hitam, merah, putih, kuning) tidak dapat langsung menjadi ratah, biring, gara, bentar, gersing karena kata-kata itu termasuk morfem terikat; memerlukan prefiks, seperti me-ratah = hijau, m-biring = hitam, me-gara = merah, m-bentar =
putih, me-gersing = kuning. Memang ada sebutan baju ratah (tentara), uis gara (kain berwarna merah) yang biasa dikenakan pada acara-acara adat, kuning gersing (kunyit), tetapi kata-kata itu merupakan frase (frasa) kum-pulan kata.

Keterangan penguat pada adjektiva bahasa Karo, yaitu kal dan sa yang tempatnya berada di belakang kata, contoh: galang kal = amat besar, kitik kal = amat kecil, gutul kal = sangat nakal.
Dari kata sa, yaitu galang sa = terlalu besar, meganjang sa = terlalu
tinggi, mbue sa = terlalu banyak.
Selain kata kal dan sa ada pula sebutan seh dan seh kal yang tempat-
nya di depan kata, contoh: seh buena = sangat banyak-nya, seh jegirna = sangat sombong-nya. Kata seh ada tiga pengertian: sangat, terlalu, dan sam-pai.
Telah disinggung bahwa dalam bahasa Karo banyak kata tidak dapat dipakai sebelum dirangkai dengan afiks, seperti kata bue, kata bue tidak dapat digunakan kalau tidak disertakan -na = -nya (bue + na), buena = banyaknya. Sufik-an selalu disertakan yang menyatakan “milik” subjek kalimat, lihat contoh kalimat di bawah ini.

- Dewi seh jegirna. Dewi sangat sombong(nya).
- Sen Budi seh bueena. Uang Budi sangat banyak (nya).
- Juliani genduari seh bayakna. Juliani sekarang sangat kaya (nya).

Kata seh jika ditinjau dari norma bahasa Indonesia, penggunaan ka-ta seh itu kurang tepat, coba perhatikan kedua kalimat di bawah ini.

- Dewi seh jegirna à diartikan, Dewi sangat sombong(nya).
- Dewi sehkal jegirna. à diartikan, Dewi sangat sombong(nya).

Kedua kalimat tersebut seolah-olah maknanya sama (memang sama), tetapi bila diurai kalimat yang berkata seh saja, tanpa kal, maka kata seh bu-kan menunjukkan keterangan penguat, tetapi sangat (adverbia), coba per-hatikan kedua kalimat, yang satu memakai kal, sedangkan yang lainnya tidak memakai kal.

- Sehkal ia, ya, lupa ia tenahku. terj. Terlalu ia, lupa ia tenahku.
- Seh ia, ya, lupa ia tenahku. terj. Sangat ia, ya, lupa ia tenahku.

Jelas, kalimat pertama maknanya berbeda dengan kalimat kedua, bahkan kalimat kedua maknanya tidak jelas, tetapi selalu dipakai oleh masya-rakat. Dari uraian ini dapat dilihat bahwa dalam penggunaan kata seh telah terjadi “pengkebirian” secara tak sengaja.

3.3.1 Buatlah kalimat dalam bahasa Karo dengan kata-kata dari jalur kiri, lalu
diisikan pada titik-titik.

1. mejile ……………………………………………………………
2. meratah ……………………………………………………………
3. mehuli …………………………………………………………….
4. mejin …………………………………………………………….
5. mbau …………………………………………………………….
6. ntabeh …………………………………………………………….
7. merim …………………………………………………………….
8. metami ……………………………………………………………
9. megara ……………………………………………………………
10. mbiring …………………………………………………………....
(mejile = cantik, meratah = hijau, mehuli = baik, mejin = jelek, mbau =
bau (mt), ntabeh = enak, merim = wangi, metami = tidak cerewet, megara
= merah, mbiring = hitam)

3.3.1 Adjektiva dari kata ulang

Adjektiva dari kata ulang, adjektiva dengan prefiks bahasa Karo ha-nya beberapa saja.

- sinik (verba) à Ia sinik-sinik idungina PR. sinik = diam, i-dung-i-na à i-
prefiks = di-, dung = selesai, -i = sufiks, -na = nya,
- kiam (verba) à Hendrik kiam-kiam peseh berita. kiam = lari, peseh =
menyampaikan, berita =berita

Si pada bahasa Karo ada 4 pengertian, salahsatu diantaranya yang menyata-kan se-,

- Situhuna ngisap erbahan kita sakit.
Sebenarnya merokok membuat kita sakit.


3.4. Adverbia

Seperti yang telah diungkapkan terdahulu, adverbia adalah untuk memberi keterangan pada adjektiva, verba, dan nomina, contoh:

3.4.1 Musa sangat baik. Kata sangat adalah jenis kata adverbia, andainya
tidak memakai kata sangat, atau hanya memakai kata baik saja, maka
dapat ditimbulkan pertanyaan, baik bagaimana? Jawanya: Sangat baik,
atau tidak baik, kata sangat dan tidak itulah adverbia.

3.4.2 Tamu belum duduk. duduk adalah verba, belum menerangkan keadaan
duduk, belum adalah adverbia.

3.4.3 Ayahku hanya petani. petani = nomina (orang), hanya menerangkan
keberadaan petani, hanya adalah adverbia.

Beberapa kata dari jenis adverbia dikutip dari kamus.

dari kamus diterjemahkan ke bahasa Karo

acap, kerap, sering usur à usur reh (datang)
lekas, segera minter à minter tunduh (tidur)
agak/agaknya (sinonim) kepei
akan (yang menyatakan) (sinonim) nandangi à nandangi medem (tidur)
belum langa, lenga à langa maan (makan)
baku (saling) sibenter-benteren, benter = lempar
cuma, hanya (sinonim) ngenca
dapat dat à dat sen (uang)
duyun (sinonim) rulung-ulung à ulung = kerumuni
enggan (sinonim) kemer
entah tah à tah mehuli (baik)
gerangan ndia à einge (itukah) ndia
barangkali tah à tah sakit
lantas (sinonim) minter, mis
makin (sinonim) reh bages-na {bages (mt) = dalam}
mula-mula (sinonim) mula-mulana
kadang, (kadang-kadang) mawen, mawen-mawen à mawen ngadi
(berhenti)
dalam-dalam mbages-mbeges à mbages iukuri (dipikir)
sudah enggo à enggo lawes (pergi)
hampir menam à menam ndabuh (jatuh)
selalu usur à usur nangko (mencuri)

Pada pasal 3.4.1 dinyatakan bahwa kata tidak adalah kata ingkar, kata tidak juga termasuk adverbia, tidak dalam bahasa Karo adalah la, dan pula kata lang = tidaklah, atau lang itu memantapkan kata ingkar, ula = jangan, labo = bukan. Kata la cendrung pemakaiannya pada awal kalimat atau di tengah kalimat, contoh:

- La reh ia. terjemahan àTidak datang ia
- La nggit ia. terjemahan à Tidak mau ia.
- Lang, aku la nggit à Tidaklah, saya tidak mau.
- Adi lang nina, akupe lang. à Kalau tidak katanya, akupun tidak.
- Ula kam jegir. Jangan Anda (kam) sombong.
- Labo si ei si kupilih à Bukan itu yang kupilih.

Perhatikan kata lang, lang tidak dapat digantikan la, walupun la dan lang termasuk kata ingkar. Penggunaan kata lang cendrung pada akhir ka-limat. Pada contoh kalimat di atas (reh ia = datang ia) sudah terlihat kalimat inversi, dan kalimat inversi itu susah diganti dengan kalimat lain.

Kata kal, sa, seh, dan sehkal adalah kata penguat adjektiva yang te-lah dibicarakan pada pasal 3.4, juga kata penguat itu adalah adverbia.


3.5 Kata Tugas

Kata Tugas berfungsi apabila diperlukan oleh kata lain, atau Kata Tugas tidak ditentukan oleh kata itu sendiri, umpamanya ada orang menyebut ke, orang yang mendengar akan bingung, ke bagaimana? Tidak seperti me-nyebut pisang (nomina), orang sudah tahu, pisang untuk dimakan. Tetapi ke itu dirangkai dengan kata lain, seperti pasar, ke pasar orang sudah mengerti apa maksudnya. Demikian pula kata lari (verba), kalau ada menyebut lari,o-rang yang mendengar sudah tahu maksudnya, bahkan kalau ada anak di situ, anak itu akan lari apa bila mendengar kata lari itu. Contoh lain, dingin (adjektiva) orang akan tahu maksud tujuannya apabila menyebut dingin.
Kata Tugas oleh ahli bahasa dibagi dalam lima kelompok: 1. prepo-sisi, 2. konjungsi, 3. interjeksi, 4. artikel, 5. partikel, dan pada kesempatan ini langsung masuk Kata Tugas bahasa Karo.

3.5.1 preposisi

- i Rumah kami i Bekasi.
- ku Anak-anak berkat ku sekolah.
- man Surat enda man bandu. à bandu = kepada Anda, -ndu = kamu
- nari Guru kami i kuta nari. nari = dari
- ras Budi ras Musa sada kelas. ras = dengan, sada = satu
- bas Uis leket bas dahan kayu. uis = kain, leket = tersangkut
- guna Erlajar guna man masa depan. Erlajar = belajar, guna = guna,
man = untuk,
- kenca Musa kenca tereteh pinangkau la nai pang reh. kenca = sejak,
tereteh = diketahui, pinangkau = pencuri, la = tidak. nai = lagi,
pang = berani, reh = datang.

3.5.1.1 preposisi dibentuk dengan kata dasar dengan yang dirangkai afiks

- sideher Sideher Berastagi mbuai isuan kentang. deher (mt) = dekat
mbue = banyak, isuan = ditanam
- kedekah Kedekah anak kami erdahin i Amerika,ia la pernah ngirim berita.
ke = prefiks membentuk nomina turunan, dekah (mt) = lama, er-
= ber, dahin = kerja, la = tidak/tak, pernah = pernah, ngirim =
mengirim, berita = berita

3.5.1.2 preposisi dibentuk dengan dua kata atau lebih

- sea katan Ingan pengadun-ngadunku la lit sea katan kakangku.
ingan = tempat, pe-ngadu-n, pe- prefiks, ngadu =
mengadu, -n = sufiks, -ku = ku, la = tidak, lit = lit, sea =
bukan, katan = kata, kaka-ngku, kaka = kakak, -ngku =
-ku ditambah ng, untuk menunjukkan kepunyaan
punyaan
- seh ngayaksa Seh ngayaksa genduari anakku la ngirim surat.
seh = sampai, ngayaksa secara harfiah ng- ayak-sa, ayak
= kejar, genduari = sekarang, la = tidak, ngirim = me-
ngirim surat
- asangken Asangken kita kundul-kundul ulin kita ndarami perdahin.
asangken = daripada, kundul = duduk, uli = baik, -n mem-
bentuk nomina turunan, n- prefiks = men-, daram = cari,
sufiks -i = -kan, perdahin = pekerjaan.
asakai à secara hafiah asa = berapa, kai = apa dalam hal
ini besar, asangken à asa-ng-ken = -kan
- seh asa genduari Seh asa genduari aku la lit kontak ras ia. seh = sampai, asa
lihat di atas, genduari = sekarang, aku = aku, la = tidak, lit
= ada, kontak = kontak, ras = dengan, sama, ia = ia

3.5.2 Konjungsi

Konjungsi yang biasa juga disebut kata sambung, yang menghu-bungkan dua kata, frasa, klausa, dan dua kalimat atau lebih. Yang dimaksud dengan klausa yaitu pada satu deretan kata-kata ada satu subjek dan satu pre-dikat, dan klausa berpeluang menjadi kalimat, contoh: - Musa sedang mem-baca koran (klausa I), adiknya membuat gambar (klausa II). Klausa (I), Musa merupakan subjek, dan membaca merupakan predikat. Pada klausa (II), adiknya merupakan subjek, dan membuat sebagai predikat. Apabila klausa diakhiri dengan tanda titik (.) maka klausa itu sudah merupakan kalimat, tetapi kalimat tunggal. Klausa I dan klausa II dapat dijadikan satu kalimat dengan cara memberi konjungsi dan à Musa sedang membaca koran dan adiknya membuat gambar.
Konjungsi menurut para akhli dibagi dalam lima kelompok, yaitu: 1. konjungi koordinatif, 2. konjungsi subordinatif, konjungi korelatif, 4. kon-jungsi antarkalimat, 5. kelompok konjungisi antarparagraf.

3.5.2.1 konjungsi koordinatif dalam bahasa Karo

Konjungsi penambahan

- janah à Bapa tawa janah nandepe ikut tawa. tawa = tawa, ras = dan,
sama, nandepe = ibupun, ikut = ikut
- bagepe à Rotipe meherga, bagepe gula meherga. rotipe = rotipun, me-
herga = mahal, gula = gula

Konjungsi pemilihan (tahpe)

- tahpe à Aku ninggahi engko tahpe engko reh ku rumahku. ninggahi,
kata dasarnya singgah = singgah, ninggahi verba turunan dan
transitif, engko = engkau, tah-pe = ntah-pun, engko = engkau
reh = dating, ku = ke, rumah-ku = rumah-ku
à Baju megara tahpe si mbiring ipilihko. megara = merah, tahpe
= atau (pun), mbiring = hitam, i-pilih-ko à i- = prefiks di-,
pilih = pilih, -ko = kau

Konjungsi perlawanan tapina

- tapina à Bapa sinik saja, tapina nande tangis teriluh. sinik = diam, saja
= saja, tapi-na = tetapi, nande = ibu, teriluh = terisak-isak
à Reh ateku, tapina la lit senku. ate = hati à maksud, tapina = tetapi, la = tidak, lit = ada, sen-ku à sen = uang

3.5.2.2 konjungsi subordinatif

Konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua klausa, salah satu dari klausa itu merupakan anak kalimat. (Pengenalan anak kalimat dan induk kalimat lihat kalimat majemuk pasal 4.7)
Konjungsi subordinatif dibagi dalam sebelas kelompok kecil, seperti di bawah ini.

3.5.2.2.1 konjungsi subordinatif waktu dalam bahasa Karo

- janah à Pemindo-mindo e, mindo janah ia ngangkip anakna. pemindo
= peminta, mindo = meminta, janah = sambil, ng-angkip = gen-
dong, anak-na = anak-nya
- sangana à Ula ngeranai ras supir adi ia sangana njemak stiur. ula = jangan
ngeranai à nge-rana-i à nge- adalah prefiks, rana = sinonim-
nya kata (bicara), tetapi bentuk terikat, -i adalah sufiks, adi =
kalau, sangana = sementara, njemak = memegang, stiur = stir
- kenca à Budi biasa medak erpagi-pagi kenca icaucau nandena alu lau.
medak = bangun, erpagi-pagi = pagi, kenca = sejak, i-caucau
= di-siram, nande-na = ibu-nya, alu = dengan, lau = air.
- sope à Ula man tambar kam sope kam man nakan. ula = jangan, man
= makan, tambar = obat, kam = anda, sope = sebelum, kam =
anda, man = makan, nakan = nasi,

3.5.2.2.2 konjungsi subordinatif syarat (Karo)

- adi Kubayar utangku adi reh ia ku jenda. adi = kalau, reh = datang,
ku = ke, jenda = di sini
- adikin La kudisen adikin ia rajin ridi. la = tak, tidak, kudisen = ku-
disan, adikin = kalau, ridi = mandi
- rehkenca Usur kuinget riah-riahku apaika rehkenca terang bulan
ertambahna kuignet ia. usur = selalu, ku-inget = ingat, riah-
riah-ku à riah (mt) = meriah (pacar-ku), apaika = apalagi,
rehkenca reh = datang, kenca sinonimnya à sesudah, terang
bulan, er-tambahna = bertambah-nya, ku-inget = ku-ingat ia

3.5.2.2.3 konjungsi subordinatif pengandaian

- adikin Adikin lampas kam reh, sempatnge kam tunduk. adikin =
andai-nya, lampas = sinonimnya cepat, kam = kau, tetapi kam
ditujukan kepada lebih tua, atau menghormati orang lain, reh
= datang, sempat-nge = sempat, nge = lah, tunduk = sinonim-
nya bertemu

Pengandaian lain pada bahasa Karo yang dipakai hanya adikin juga..

3.5.2.2.4 konjungsi subordinatif tujuan

- gelah à Tutusi erlajar gelah pedas dung kuliahmu. tutus-i = tutus,-i a-
dalah sufiks untuk verba transitif, gelah = agar, pedas = cepat,
dung = selesai
- maka à Iugur dahanna maka buah mangga e ndabuhen. i-ugur = di-go-
yang, dahan-na = dahan-nya, maka = maka, n-dabuh-en = ber-
jatuh-an,
- ribagia à Ribagia reh ko rusur, Emi tetap labo nggit erjabu ras engko.
ribagia = biarpun, reh = dating, ko = kau, r-usur = ber- selalu,
Emi nama gadis, tetap = tetap, labo = tidaklah, nggit = mau,
erjabu = berumah tangga, ras = dengan, sama, engko = eng-
kau

3.5.2.2.5 konjungsi subordinatif konsesif

- ribagia à Biasana Rudi ugapape reh ribagia wari udan.
biasana = biasanya, ugape = bagaimanapun, reh = dating,
ribagia = biarpun, wari = hari, udan = hujan, ia tetap =
tetap, reh = datang
- enggope à Rudi lalap mabuk-mabukken enggope ia pernah masuk sel po-
lisi. lalap = terus-menerus, mabuk-mabuken = mabuk-mabuk-
an, enggope = secara harfiah sudahpun, secara bebas walau-
pun, pernah = pernah

Konjungsi bahasa Karo kalau dibandingkan dengan konjungsi baha-hasa Indonesia jumlahnya terbatas, sehingga konjungsi yang sudah diguna-kan yang itu juga akan dipakai pada subordinatif konsesif.

3.5.2.2.6 konjungsi subordinatif pemiripan

- tempa-tempa à Deka minter ikut ngerana-ngerana tempa-tempa ietehna
kai si icakapken. minter = langsung, ngerana à nge-ra-
na à nge- prefiks membentuk verba, rana = kata (mt)
tempa = seolah, ie-teh-na à ie- sesungguhnya i saja, e-
itu hanya memudahkan mengucapkan teh, teh = tahu,
kai = apa, si = yang, i-cakap-ken = i- = di-, cakap = ca-
kap, -ken = -kan
- bagi à Baju si nipinjamko isambari bali ras baju si nibeneken-
ko. si = yang, ni-pinjam-ko à ni- = di-, pinjam = pin-
jam, -ko = kau, i-sambar-i à i- = di-, sambar = gan-
ti, prefiks –i = -kan, bali = seperti, ras = sama, baju =
baju, si = yang, ni-bene-ken à ni- = di-, bene = hilang,
-ken = -kan.
- akapna à Situhuna ulah-ulahna ieteh jelma si nterem, tapina
akapna la eteh kalak. situhuna à si-tuhu-na = sebenar-
nya, ulah-ulah-na = perilaku-nya, i-eteh = di-ketahui,
jelma = orang, si = yang, n-terem = terem (mt) = ba-
nyak, tapina = tetapi, e = itu, akap-na secara harfiah
rasa-nya, secara bebas di-kira-nya, la = tak, kalak =
orang, ulah-ulahna
Jelma dengan kalak à perbandingannya manusia dan
orang.
- ugakin à Sepeda si pinjam ko iulihken ugaikin ipinjam ko bageka
iulihken man bangku. si = yang, pinjam = pinjam, ko =
= kau, ugakin = sebagaimana, i-pinjam = di-pinjam, ko
ko = kau, bage-ka = begitu-pula, i-ulih-ken = di-kem-
bali-kan, man = kepada, bangku = -ku

3.5.2.2.7 konjungsi subordinatif penyebaban

- erkiteken à Danak-danak e tangis erkiteken ugahna tagut manuk. da-
nak-danak = anak, e = itu, tangis = metangis, er-kite-ken
à er-ber, kite = titi (jembatan), -ken = -kan, ugah = luka-
na = -nya, tagut = cotok, manuk = ayam.
- perbahan à Motorna mulihi itarik perbahan angsurenna la bayarna.
mulih-i secara harfiah pulang, secara bebas kembali, -i
= sufik yang menjadikan mulih verba turunan, itarik = di-
tarik, per-bahan, bahan secara hafiah bikin, secara bebas
sebab, per- = pe-, angsur-en = angsur-an, la = tak, bayar-na

3.5.2.2.8 konjungsi subordinatif pengakibatan

- piahdungna à Nutuskal atena erlajar piahdungna lupa ia man. nutus-kal
à n-prefiks membentuk tutus menjadi nomina turunan, ate-
na secara harfiah hati-nya, erl-ajar = bel-ajar, piahdungna
piah-dung-na secara harfiah piah organ bagian dalam dekat
hati, dung = selesai, na = nya, secara bebas piahdungna à
akhirnya, lupa = lupa, ia = ia, man = makan
Lupa ia man, demikianlah struktur kalimat bahasa Karo.
- ngayaksa à Kami ngerana-ngerana ngayaksa udan lego. ngerana à
nge-rana à rana (mt) = kata, ngayaksa à nga-ayak-sa
ayak secara harfiah kejar, ngayaksa secara bebas hingga,
udan = hujan, lego sinonimnya berhenti
- emaka à Jelma si adah enggo metua emaka ia enggo mungkuk er-
dalin (dalan). jelma = orang, si = yang, adah = itu, eng-
go = sudah, me-tua à tua (mt) = tua. e-maka = maka, ia
= ia, enggo = sudah, mungkuk = membungkuk, er-dalan
= ber-jalan

3.5.2.2.9 konjungsi subordinatif penjelasan

Konjungsi bahwa dalam bahasa Karo tidak ada, contoh,

- Nina pertenahen ………….. mama la reh.
Kata utusan bahwa om tidak datang.

3.5.2.2.10 konjungsi subordinatif cara

- alu Batu karang igudam alu martil 5 kg minternge sontar batu ka-
rang e. i-gudam = di-pukul, alu = dengan, martil = martel, min-
ter-nge = langsung-lah, sontar = hancur, batu karang = batu ka-
rang, e = itu à kalau tak ada e, maka kalimat dianggap belum
selesai. Seperti lagu Natal, harus ada e, (berngi e)

3.5.2.2.11 konjungsi korelatif

- subuk …….tahpe à I sekolah kami subuk anak si dilaki tahpe si diberu
kundul ras-ras i bas sada ruangan. I = di, sekolah
= sekolah, kami = kami, subuk = baik, anak = a-
nak, si = yang, dilaki = laki-laki, tahpe si = yang,
diberu = perempuan, kundul = duduk, ras-ras =
sama-sama, i = di, bas = dalam, sada = satu, rua-
ngan = ruangan
labo …ngenca …tapina à Yudas labo gutul ngenca, tapina ia nggitka nang-
kau. labo gutul ngenca secara harfiah à bukan
gutul hanya, secara bebas bukan saja, gutul =
bandel, nakal, tapina = tetapi, ia = ia, nggit-ka =
mau-juga, nangkau = mencuri
- ola lebe …...pe à Ola lebe engkau senina bapanape itinjuna. Ola lebe
secara harfiah jangan depan, secara bebas jangan-
kan, engkau = engkau, senina-na = saudara-nya,
bapa-na-pe = bapak-nya-pun, i-tinju-nya = di-
tinju-nya
- ntah …….ntah à Ntah udan ntah lang, aku ugape kudahi teman ri-
ah-riahku. ntah = entah, udan = hujan, lang = ti-
daklah, aku = aku, uga-pe = bagaimana-pun, ku-
dahi =kukunjungi, teman = teman, riah (mt) ku =
gembira-ku,

3.5.2.2.12 konjungsi antarkalimat

Adakalanya kalimat sudah selayaknya diakhiri karena sudah meme-
nuhi syarat, yaitu ada subjek dan ada predikat. Tetapi kalimat itu perlu ditam-bah dengan kalimat baru, karena kalimat itu terasa belum selesai jika tidak di-
sertai kalimat berikutnya. Untuk menghubungkan kalimat itu dengan kalimat berikutnya perlu konjungsi, yang disebut konjungsi antar-kalimat, selidikilah dan pahami konjungsi antarkalimat kalimat-kalimat bahasa Karo di bawah ini.

- lang kinpe à Budi kalakna bujur. Lang kinpe ia nggit kal nampati.
kalak-na = orang-nya, bujur = jujur, lang kinpe secara
harfiah adalah tidaklah kanpun, secara bebas selain
itu, ia = ia, nggit = mau, kal = sangat, nampat à
sampat à nampat-i = membantu-i
- i je nari (jenari) à Nande nukur-nukur lebe ku Pasar Sentral. Je nari nan-
de minter ku Rumah Sakit. nande = ibu, nukur à tu-
kur = beli, nukur = membeli, lebe = depan, dulu, je-
nari = dari situ, nande = ibu, minter = langsung, se-
sudah, ku = ke, Rumah Sakit
- ribagia à Labo kuakap teng-teng bagi si bahan Ketua e. Bagegia
aku labo nongkangi. Labo = tidaklah, ku-akap = ku-
rasa, teng-teng secara harfiah tepat, secara bebas setu-
ju, bagi = seperti, si = yang, bahan = buat, Ketua =
Ketua, bage gia = biarpun, begitu, aku = aku, labo =
tidaklah, nongkangi = menghalangi

3.5.2.2.13 konjungsi antarparagraf

Yang dimaksud dengan paragraf atau alinea adalah bagian bab da-lam suatu karangan. Seperti membuat suatu ceritera atau karangan, yang di-mulai dengan huruf kapital, kemudian disusul dengan urai-uraian dalam ben-tuk beberapa kalimat yang diakhiri dengan titik, jadilah paragraf. Selanjutnya ada lagi paragraf berikut, dan antara kedua paragraf itu perlu konjungsi yang disebut konjungsi antarparagraf. Adapun konjungsi paragraf bahasa Indo-nesia: Adapun, Akan hal, Mengenai, dan Dalam pada itu. Dalam buku lama ada terdapat konjungsi antarparagraf à Arakian, Alkisah, Sebermula, dan Syahdan, tetapi tidak populer lagi.

Contoh konjungsi antarparagraf dari Adapun,

………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Adapun penduduk kota Berastagi suka bekerja keras, tidak mengha-
rapkan pemberian pemerintah. bahasa Karo à Litkinpe jelma kota Berastagi nutus kal atena erdahin. Litkinpe = adapun, nutus-kal kata dasarnya tutus, nutus, n- membentuk verba, -kal = sangat, ate-na = hati-nya, er-dahin = bekerja.

3.6.1 Interjeksi

Interjeksi atau kata seru adalah kata yang mengungkapkan perasaan manusia, ada bernada negatif, positif, keheranan, dan bernada netral atau campuran.

Interterjeksi bernada positif dalam bahasa Karo:

- andikau à Andaikau, jilena anak perana adah (bernada positif)
jile-na = gagah-nya, anak perana = pemuda, adah = itu

Kadang-kadang ada kata tambahan (kalake), terutama oleh perem-puan, Andikau kalake, jilena anak perana adah. Sebenarnya kalak-e artinya orang itu, tetapi pada kesempatan ini kalake berubah menjadi interjeksi, bah-kan disebutkan kalake saja, Kalake, jilena anak perana adah.

- nde à Nde, adi kuidah kenca kena enggo malem ateku (ber-
nada positif). adi = kalau, ku-idah = ku-lihat, kenca =
sesudah, kena sesungguhnya menyatakan kalian, tetapi
pada kesempatan ini maksudnya anda (kam), enggo =
sudah, malem boleh menjadi puas, malem = dingin,
boleh juga malem = sembuh dari penyakit, ate-ku =
hati-ku
- nde à Nde, anakku lalap engko nebu-nebu aku (bernada
negatif), anakku = anakku, lalap = terus-menerus, eng-
ko = engkau, nebu kata dasarnya tebu = tipu, nebu =
menipu, aku =aku
Adapula kata interjeksi nde atau andikau ditambah dengan kal, kal = sangat à andikaukal, ndekal.

- i …. à I……, kugakin ko ei (bernada heran) kuga-kin =
bagaimana-kah, ko = kau, ei = itu
- andih à Andih, mesui kal (bernada sedih) mesui = sakit, kal =
sangat.
- eak à Eak, sekali endape aku la lulus tes PNS (bernada nega-
tif). sekali = kali, enda-pe = ini-pun, aku = aku, la =
tidak, lulus = lulus, tes PNS

3.6.2 Partikel

Diulang kembali bahwa Kata Tugas ditentukan bukan oleh kata itu sendiri secara lepas, tetapi ada kaitannya dengan kata lain, frase, atau kalimat. Apalagi partikel yang merupakan potongan yang ada hubungan dengan poto-ngan lain, seperti: akan, saling, ini, itu, yang dan lain-lain. Ada partikel lepas/kedudukannya mendahului kata lain, adapula pertikel melekat dengan kata lain, seperti : -kah, -lah, si- dalam bahasa Indonesia.

Partikel bahasa Karo adalah: -kin, -min, pe, -bo, gia dan si (-si), seperti contoh:

- -kin (-kah) à Isekin perbulangendu? ise-kin = siapa-kah,
per-bulang-en-ndu à per- prefiks membentuk
nomina, -bulang secara harfiah surban, secara
bebas suami, -en sufiks pasangan per-, -ndu =
mu ucapan secara kasar ndu ucapan secara
halus
- -kin (-kah) à Pangkin ko ngelawan polisi? pang = berani,
ko = engkau, nge-lawan = me-lawan, polisi =
polisi
- -min (-lah) àUla (ola)-min kam nongkangi ibas rapat. ula
= jangan, -min = -lah, kam = kau ucapan ka-
sar, kam ucapan hormat, nongkangi mela-
wan arus, i = di, bas = dalam, rapat = rapat
- -min (-lah) à Ambekkenmin sampah ena ku bakna. ambek-
ken –min, ambek = buang, -ken = -kan, min-
= lah, sampah = sampah, ena = itu, ku = ke,
bak-na = bak-nya

Penulis mengharapkan, segala sesuatu jangan dipaksakan, seperti partikel pun, partikel pun dalam bahasa Indonesia ada yang melekat dengan kata lain, tetapi ada pula pun lepas dengan kata lain, seperti :

- Anak-anak pun dapat berbuat seperti itu. Pun disitu jangan dipaksakan me-
lekat dengan kata anak-anak, karena pun itu dapat dipakai juga. à
- Anak-anak juga dapat berbuat seperti itu.

Partikel pun yang melekat dengan kata lain, seperti,

- Walaupun memberikan uang banyak, Anda tak mungkin lulus kalau nilai
ujian tidak memenuhi syarat. Coba pun itu diganti dengan juga, Walau
juga memberikan uang banyak, Anda tak mungkin lulus kalau nilai ujian
tidak memenuhi syarat, kacau, bukan?

Demikian dengan pe (pun dalam bahasa Indonesia), ada yang mele-kat dengan kata lain, dan ada juga lepas. Perhatikan pe pada kalimat di bawah
ini.
- Cur-cur panasna perbahan uari pe paksana ciger.
- E pe dalin pinter nge.
Penggunan pe dalam kalimat di atas agak janggal. Penempatan pe
(juga), yang benar, seperti,

- Bage pe nande beru Ginting ikut kange.
- Labo kadengku pe mesui.
Hal pe ini bagi orang yang tahu bahasa Karo, baru bisa.

Partikel -bo

- -bo à Anak diberu gia si tubuh labo dalih. anak = anak, diberu =
perempuan, gia = pun, kadang menjadi -lah, si = yang, tubuh
= lahir, labo = tidaklah, dalih sinonimnya masalah
- à Ia la naibo terteki. ia = ia, la = tak, nai-bo = lagilah, ter-teki
= terpercayai

- gia à La gia ia reh dunge sibahan perdahinta. la = tidak, tak, gia =
pun, ia =ia, reh = datang, dung-e = selesai, -e sinonimnya juga,
si-à menjadikan kata bahan dapat dipakai à bikin, per-dahin-
ta à per- = pe-, dahin = kerja, -ta (kita)
- gia à Adi bage, la padah (pedah) gia, aku ikut. adi = kalau, bage =
begitu, la = tak, tidak, padah = usah, -gia = -lah, aku = aku,
ikut = ikut
Tampaknya kata gia di ini yang tepat –lah.

Partikel si ada 3 kemungkinan

sebagai artikel

- Si à Si Musa ras si Budi enggo kuliah i Medan.
à Si Barus enggo erjabu. enggo = sudah, er-jabu = rumah,
er- jabu = ber-rumahtangga

sebagai yang

- yang à Rumahna si apai. rumah-na = rumah-nya, si = yang
apai = mana
à Si apai jelmana. Si = yang, apai = mana, jelma-na = orang-
nya

sebagai prefiks yang menyatakan saling,

- si- à Siantusenmin kita kerina. antus-en-min à antus = mengerti,
-en = -an, min = -lah, kita = kita, kerina = semua
à Siajar-ajaren gelah reh rezeki. ajar = ajar, -en = -an, gelah =
gelah = agar, reh = datang, rezeki = rezeki.

Sebagai prefiks si-

- si- à Simehulina kam pedas reh. Si-mehuli-na à mehuli = baik,
-na = -nya, kam = kau, tetapi kasar, kam à hormat, pedas =
cepat, reh = datang
- si- à Ia kalak simehamat. Ia = ia, kalak = orang, si-mehamat à
si- = ter, me-hamat = hamat (mt), mehamat = hormat
- si- à Kalak simerawa mehangkai kalak kerina. kalak = orang,
si-merawa à si- = menjadikan, rawa (mt) merawa secara
harfiah marah, secara bebas simerawa orang pemberani,
me-hangkai (-ke)à hangkai (mt) me- menjadikan hang-
kai dapat digunakan, mehangkai = segan, kalak = orang,
kerina = semua
simbisa adalah orang yang berani,







IV. KALIMAT BAHASA KARO

Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang bersifat sewenang-we-nang dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi untuk mela-hirkan perasaan dan pikiran (KBBI, 1990), yang dituangkan melalui kalimat.
Dan yang dimaksud dengan kalimat adalah sederetan kata-kata yang disusun sesuai dengan kebutuhan kalimat maka para ahli bahasa membagi kata-kata menjadi 5 jenis, yaitu, nomina, verba, adjektiva, adverbia, dan Kata Tugas. Selain membagi jenis kata, juga penempatan kata, seperti subjek, yang duduk pada subjek adalah nomina, pronomina, pada predikat adalah verba dan ad-jektiva, dan untuk melengkapi kata ada adverbia dan Kata Tugas. Oleh ka-rena itu, tidak boleh menempatkan kata sembarangan. Contohnya kata-kata: kucing kambing ayam kuda batu ataupun tidur lari terbang makan keras, masing-masing kedua kelompok kata-kata tidak jelas maksudnya, tetapi sete-
lah kata kucing digabung dengan tidur à kucing tidur kita sudah mengerti maksud kelompok itu. Demikian pula batu dengan keras à batu keras, atau-pun kata kuda dengan lari à kuda lari, pengabungan kata itu kita sudah me-ngerti tujuannya.
Seiring dengan kata-kata yang dibutuhkkan kalimat, ada pula subjek, predikat, objek/ pelengkap dan keterangan, yang perlu diketahui perannya da- lam kalimat, seperti diuraikan di bawah ini.

4.1 SUBJEK

Yang dimaksud dengan subjek dalam ilmu bahasa adalah pokok ka-limat yang berasal dari jenis kata nomina, pronomina yang menjadi pelaku dalam kalimat, atau sumber berita pada kalimat berita, contoh dari bahasa Ka-ro:

- Kucing kiam. à kucing = kucing, kiam = kiam
- Perik kabang. à perik (piduk) = burung, kabang = terbang
- Ia makan. à ia = ia, man = makan. Kata-kata sebelah kiri, atau awal kali-
mat adalah subjek. Kata-kata sebelah kiri kalimat yang bertulis kucing, perik, adalah nomina, dan ia adalah pronomina dari kata kata dasar, sedangkan yang disebut nomina turunan adalah kata dasar ditambah prefiks, umpamanya à mela (malu) + per- à permela, permela adalah orang, yang disebut nomina turunan atau dijadikan nomina, untuk lengkapnya nomina turunan baca pasal 3.1
Kucing, ia, dan perik adalah subjek kalimat, dan duduk sebelah ka-nan subjek, predikat.

4.2 Predikat

Sesungguhnya mengenai subjek dan predikat telah disinggung pada pasal 2.1 dan pasal 2.2, sedangkan pada pasal 4.2 ini adalah membicarakan predikat bahasa Karo.
Predikat dalam kalimat adalah melakukan predikat verbalnya; arti-nya subjek melakukan apa disebutkan predikat (tertulis), tetapi jangan lupa bahwa, yang duduk dalam predikat dari jenis verba atau adjektiva. Hal verba dan adjektiva baca pasal 3.2 dan pasal 3.4, contoh: medem, kundul, kiam untuk verba, dan piher, ntebu untuk adjektiva.
Adapun predikat seperti yang dijelaskan, menandai apa yang dila-kukan subjek, maka predikat berada di sebelah kanan subjek; jadi pada titik (…………) sebelah kiri kalimat adalah tempat subjek, dan coba isi pada titik dari nomina, atau pronomina.
………….. medem.
………….. kundul.
………….. kiam.
…………. piher.
…………. manis.

Kata-kata medem, kundul, kiam (verba) adalah kata dasar, ada pula kata-kata berasal dari kata dasar menjadi verba à yaitu diawali prefiks ng-dengan kata angkip, à ngangkip menjadi verba turunan, tempatnya sebelah kanan subjek, perhatikan verba turunan di bawah ini, yang berada sebelah kanan kalimat.

kata dasar prefiks verba turunan subjek predikat keterangan

susun (tata) n- nusun Ulina nusun baju pagi.
juma (kebun) er- erjuma Mama erjuma i deleng.
tambah n- nambah Kam nambah ?
buah (buah) m- mbuah Durinku mbuah kal.
erga (harga) meh- meherga Bajuna meherga.

Verba turunan bahasa Karo, untuk lengkapnya baca pasal 3.2.1

4.3 objek

Telah diketahui peran predikat, yaitu melakukan predikat verbalnya,
atau predikat berasal dari jenis verba contoh: kiam (lari) dan nganggeh (cium). Kalau dibuat kalimat: Kuda kiam. kuda = kuda, kiam = lari, kalimat ini lengkap, tetapi à Aku nanggeh (cium), kalimat ini belum lengkap karena ada kata nganggeh, nganggeh apa? nganggeh bau, à Aku nganggeh bau, kata bau itu adalah sebagai objek. Bagaimana kalau kata bau dihilangkan, bau dihilangkan maka kalimat tidak lengkap. Jadi, objek adalah bagian penting ju-ga dalam kalimat. Siapakah yang menentukan objek? Atau siapakah memilih bau pada kalimat, Aku nganggeh bau? Jawabnya: verba (kata kerja) ngang-geh. Dengan demikian, verbalah yang menentukan objek. Lalu bagaimana dengan kiam (lari) pada kalimat, Kuda kiam (lari)? Jawabnya: verba juga, tetapi verba yang tidak memerlukan objek. Jadi dapat disimpulkan bahwa, verba ada memerlukan objek yang disebut verba transitif, dan verba transitif yang membentuk kalimat aktif transitif, dan ada pula verba tidak memerlukan objek yang disebut, verba intransitif yang membentuk kalimat aktif intransitif.
Pada kalimat aktif transitif ada tiga bagian inti yaitu: subjek, predikat, dan objek (SPO), dan pada kalimat aktif intransitif hanya dua bagian inti, yaitu: subjek dan predikat.

Coba buat kalimat SPO dengan kata-kata sebelah kiri.

1. ngangkip ………………………………………………………………
2. natap ………………………………………………………………
3. ngugur ………………………………………………………………
4. ngongkil ………………………………………………………………
5. nipak ………………………………………………………………

4.4 keterangan

Kalimat intransitif tidak memerlukan objek, atau kalimat aktif in-transitif terdiri dua bagian inti, yaitu, subjek dan predikat, contohnya à Kuda lari, kalimat kuda lari boleh dikembangkan dengan menambahkan keterang-an. à Kuda lari ke hutan, atau kuda lari ke sawah. Ke hutan atau kesawah adalah keterangan, yaitu kerangan tempat, ada pula keterangan cara, dan la-in-lain, dan untuk jelasnya keterangan silakan baca pasal 2.5.

4.5 kalimat berpelengkap
Ada kalimat yang berbunyi, Kapal terbang nusur i Polonia. Apabila kata-kata i Polonia dihilangkan, maka kalimat kapal terbang nusur belum selesai, jadi, i Polonia adalah bagian penting, atau i Polonia merupakan pe-lengkap, yang menjadikan kalimat berpelengkap.
Kalimat berpelengkap terdiri dari tiga bagian inti, yaitu: subjek, pre-dikat, dan pelengkap. Yang dimaksud dengan inti adalah bagian yang harus ada. Kalimat berobjek juga terdiri dari tiga bagian inti, tetapi berbeda dengan kalimat berpelengkap. Kalinat berobjek boleh dibalik, seperti, Rudi mencuri mangga, boleh dimulai dengan kata mangga à Mangga dicuri Rudi, se-dangkan kalimat berpelengkap Kapal terbang nusur i Polonia, bagaimana membalikkannya? Jadi, kalimat berpelengkap tidak bias dibalikkan.

Selesaikan kalimat di bawah ini!

1. Aku merhat ………….. à merhat = ingin
2. Kami mentasi …………. à mentasi kata dasarnya bentas = lewat
3. Minterme ia ………….. à minter-me à minter = langsung


4.6 jenis-jenis kalimat

Telah dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan kalimat adalah sede-retan kata-kata disusun sesuai dengan kebutuhan kalimat, tetapi tidak sela-manya kalimat terdiri dari deretan kata, adakalanya kalimat terdiri dua kata saja, tergantung situsai. Umpamanya pada situasi sementara kita berjalan, di depan kita tiba-tiba ada burung terbang. Pada situasi seperti itu, kalimatnya cukup dengan dua kata saja à Burung terbang. Kalimat seperti itu disebut kalimat dasar. Walaupun disebut kalimat dasar, tetapi kalimat itu sudah leng- kap karena orang sudah mengerti tujuannya, atau pada kalimat itu sudah ada subjek dan predikat.
Adapun kalimat dasar disebut juga kalimat tunggal, terdiri dari sub-jek dan predikat. Kalimat tunggal dibagi dalam 5 macam terdiri dari : kalimat aktif intransitif, kalimat ekatransitif, kalimat semitransitif, dwitransitif, kali-mat pasif, lalu ada lagi kalimat nominal, kalimat berita, dan kalimat inversi.
4.6.1 Kalimat aktif intransitif

Kalimat aktif instransitif dibentuk oleh verba intransitif, dan verba intransitif sama artinya dengan kata kerja tak mempunyai objek. Pada kalimat
intransitif hanya ada dua bagian inti, yaitu subjek dan predikat. Kalimat in-transitif boleh diperluas dengan menambahkan beberapa kata, seperti kalimat,
Burung terbang à boleh ditambah dengan kata dari pohon ke pohon. Walau-pun telah ditambah dengan kata-kata dari pohon ke pohon, subjek dan predikatnya tetap sama, yaitu à Burung (subjek), terbang (predikat) dan dari pohon ke pohon bukan inti, kata-kata itu merupakan keterangan à keterangan tempat, contoh lain bahasa Karo:

- Anak-anak landek i gedung kesenian. Anak-anak (subjek), landek (pre-
dikat), sedangkan, i gedung kesenian merupakan keterangan tempat.
- Biang ngereng deher rumah mama. Biang (subjek), ngereng (predikat),
sedangkan deher rumah mama, merupakan keterangan tempat.
- Kami enggo kundul ibas pukul 5.00 karaben. Kami (subjek), enggo kundul
(predikat), sedangkan i bas pukul 5.00 sore (keterangan waktu).
- Rebih (i disebut agak panjang) Budi rubati. rebih (keterangan waktu)
Budi (subjek), rubati (predikat)

Landek = menari, biang = anjing, ngereng = menggonggong, deher = dekat, mama = saudara ibu, enggo = sudah, kundul = duduk, rebih = kemarin, rubat = berkelahi,

Ada verba intransitif bila ditambah sufiks –i menjadi transitif à
ngereng (verba intransitif), ngereng+i à ngerengi (verba transitif)à Biang ngerengi jelma mentas. Biang = subjek, ngerengi = predikat (verba transitif), à jelma mentas = objek
Ada pula menanbah ng- dan sufiks i, à Anak perana ngelandiki singuda-nguda. Anak perana (subjek), ngelandeki (predikat ) verba transitif, singuda-nguda (objek)

4.6.2 Kalimat ekatransitif

Kalimat ekatransitif dibentuk oleh verba ekatransitif, yaitu memer-lukan objek, dan objek berasal dari jenis nomina atau pronomina.
Kalimat ekatransitif adalah merupakan perbuatan, dan predikatnya memakai me-(mem-, men-, meng, dan meny-), seperti kata: me-nari, memu-kul, me-nanam, meng-gali, dan me-nyanyi. Untuk bahasa Karo prefiksnya, yaitu: m-, n-, ng-, contoh:

m- (benter) à Budi menter mangga. Budi (subjek), benter à menter =
melempar (predikat), mangga (objek).
sebenarnya kata menter secara kebahasaan Karo à
mbenter, tetapi b- hilang menjadi m-enter. Demikian pula
tentang mentar = putih, secara kebahasaan Karo à
mbentar menjadi mentar saja.
n- (tabah) à Bapa nabah galuh. Bapa (subjek), tabah à nabah =
tebang (predikat), galuh = pisang (objek)
ng- (kawil) à Musa ngkawili nurung. Musa (subjek), kawil = kail, ngka-
wali (predikat), nurung = ikan (objek).

4.6.3 Kalimat semitansitif

Kalimat semitransitif terdiri tiga bagian inti, yaitu, subjek, predikat dan pelengkap. Pelengkap dari jenis kata nomina, verba, dan ajektiva. Walau-pun kalimat semitransitif terdiri dari tiga bagian inti, tetapi kalimat semi-transitif tidak dapat dibalik, seperti kalimat yang mempunyai objek. Amatilah
kalimat di bawah ini.

- Bapa erburu napuh ku kerangen tua. er-buru = ber-buru, napuh = kancil,
ku = ke, kerangen = hutan, tua = tua
- Kaka naptapi ku lau belin. kaka = kakak, naptapi à taptap = cuci,
naptap-i = mencuci, ku = ke, lau = sungai, belin = besar
- Aku merhat man durin. aku = aku, merhat = ingin, man (a nya agak
panjang), durin = durian

4.6.4 Kalimat dwitransitif

Perhatikan kedua kalimat di bawah ini!

1. Budi mencari pekerjaan.
2. Budi mencarikan pekerjaan

Pada kalimat (1) jelas makna kalimat à Budi mencari pekerjaan, te-tapi pada kalimat (2) dengan menambahkan -kan maka makna kalimat tidak jelas, seolah-olah kalimat itu menuntut pekerjaan, pekerjaan untuk siapa? Bila ditambah dengan kata adiknya pada kalimat itu menjadi à (3) Budi mencarikan pekerjaan adiknya. Dengan menambahkan adiknya pada kali- mat itu menjadi jelas maknanya.
Pada kalimat (1) Budi (subjek), mencari (predikat), pekerjaan (objek), kalimat itu termasuk ekatransitif, tetapi pada kalimat (3) di belakang subjek ada dua kata (mencarikan dan pekerjaan) yang menjadikan kalimat itu sempurna. Bila kita menoleh kembali ke kalimat semitransitif, predikatnya memerlukan pelengkap maka pada kalimat (3) adiknya merupakan pelengkap, sehingga mencarikan pekerjaan merupakan predikat, yang disebut predikat dwitransitif .

Contoh ke bahasa Karo

- Musa ndarami perjumaan.
- Musa ndarami perjumaan (kalimat tidak jelas), tetapi ditambah bibi à
- Musa ndarami perjum aan bibi. ndarami perjumaan (predikat dwitranstif)
- Layasi nuan rimo.
- Layasi nuanken rimo (kalimat tidak jelas), tetapi setelah ditambah agina
à Layasi nuanken rimo agina. nuanken rimo (predikat dwitransitif)


4.6.5 Kalimat pasif

Kalimat pasif adalah kalimat yang menunjukkan subjek merupakan tujuan dari pekerjaan predikat verbalnya. Mengingat kalimat ekatransitif da-pat dijadikan pasif, maka pada kalimat pasif ada tiga bagian inti. Tetapi pada kalimat ekatransitif subjek dinyatakan pelaku, sedangkan pada kalimat pasif subjek adalah tujuan predikat verbalnya, sehingga bila dibagankan seperti bagan di bawah ini.

Kalimat ekatrnsitif

subjek predikat objek
à
Bapa ngayak pinangkau. à ng-ayak = mengejar, pinangkau
= pencuri
Rudi ngema Ratna. à ng-ema = mencium, Ratna =
Ratna
Musa nangkau mangga. à nangkau à tangkau = curi,
mangga = mangga

Kalimat pasif

Subjek predikat
ß
Pinangkau iayak Bapa. à pinangkau à tangkau = curi, pinangkau
= pencuri, i-ayak = di-kejar,
Ratna iema Rudi. à i-ema = di-cium
Mangga itangkau Musa. à mangga = mangga, i-tangkau = di-curi

4.6.6 Kalimat nominal

Tidak selamanya predikat kalimat berasal dari verba/adjektiva, tetapi ada juga predikat nomina, sehingga kalimat yang dibentuknya disebut kalimat nominal. Kalimat nominal berlaku apabila dalam deretan kata-kata nomina memenuhi syarat untuk djadikan subjek dan predikat, contoh :

- Roti buatan Ratna enak. Roti buatan Ratna adalah sebagai subjek, sedang-
kan enak merupakan predikat. Ketika enak (predikat) dihilangkan, yang
tersisa, Roti buatan Ratna, ketiga kata itu adalah nomina, yang apabila ti-
dak ada sesuatu untuk melengkapi maka ketiga kata itu merupakan frasa
(kumpulan kata). Tetapi setelah kata –roti- dirangkai dengan kata ini, ma-
ka muncul kalimat à Roti ini buatan Ratna. Roti ini sudah dapat menjadi
subjek, sedangkan buatan Ratna merupakan predikat. Dalam sederetan ka-
ta-kata ada subjek dan ada predikat, deretan itu dikategorikan sudah dapat
dikatakan kalimat.
Contoh lain dalam bahasa Karo. Ia guru kami. Kata-kata seperti itu seringkali terdengar diucapkan orang, tentu orang itu merasa sudah benar. Tetapi bila ditinjau dari tata bahasa, Ia guru kami, di situ belum jelas predi-katnya, sebab kalau dari kalimat aktif, okey, tetapi kalau dari kalimat pasif maka guru kami adalah Ia, tampaknya bolak-balik.. Setelah partikel adah disisipkan antara Ia dengan guru kami, Ia adah guru kami, atau partikel meà Iame guru kami, sudah jelas tujuannya.

4.6.7 Kalimat berita

Kalimat berita adalah kalimat yang isinya memberitakan sesuatu hal kepada pendengar atau pembaca. Kalimat berita terdiri dari beberapa macam kalimat, seperti kalimat aktif, pasif, nominal, maupun kalimat inversi. Con-toh dalam bahasa Karo:

- Kuidah mobil Toyota nendeng kalak erdalin. (kalimat aktif) ku-idah = ku-
lihat, n-endeng à tendeng = tabrak, kalak = orang, er-dalin = ber-jalan
- Rebih erpagi-pagi lit perambpok itembak polisi. (kalimat pasif) rebih =
kemarin, erpagi-pagi = pagi, lit = ada, perampok, i-tembak = di-tembak,
polisi = polisi
- Pegawai si adah si korupsi. (kalimat nominal) si = yang, adah = itu, si =
yang, korupsi = korupsi
- I bas beloken dalin ndabuh mobil ku embang. (kalimat inversi) i = di,
bas = dalam, beloken = belokan, n-dabuh = jatuh, mobil = mobil, ku = ke,
embang = jurang
Kalimat berita dalam bentuk tulis diakhiri dengan tanda titik (.), sedangkan dalam bentuk lisan diakhiri dengan intonasi menurun.

4.6.8 Kalimat inversi

Kalimat inversi adalah predikat mendahului subjek, yang pemakai-annya tampaknya mengarah kepada menyanggah, contoh dalam kalimat se-derhana, Budi hendak melamar Yati.
- Budi : Aku mau melamar Yati.
- Badu : (yang menurut Badu, Yati tidak pantas untuk Budi), lalu ia ber-
komentar, melamar Yati?
Contoh lain,
Amat : Saya mau membangun rumah beton.
Amit : Membangun rumah beton biayanya besar.
Kalimat, melamar Yati, didahului dengan melamar (predikat), se- dangkan (subjek) Yati, berada dibelakang kalimat.

Contoh berikut berikutnya:
Kalimat, Membangun rumah beton biayanya besar, didahului dengan
membangun (predikat), rumah beton (subjek). Pada kedua contoh kalimat ter-sebut, seolah kalimat menyanggah atau merasa tidak mungkin, itulah kalimat inversi. Tetapi menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kalimat in-versi adalah pembalikan susunan kata, dan menurut kamus itu kalimat inversi tak lazim dipakai. Berbeda dengan bahasa Karo, pada bahasa Karo sangat banyak menggunakan kalimat inversi.
Contoh:
Contoh yang dipetik dari ceritera rakyat Pawang Ternalem sebanyak tiga bagian, yang dituangkan ke dalam buku oleh R. Bukit, mantan Penilik Sekolah tahun-tahun 1965-an. Adapun yang dipetik itu sudah disederhanakan, seperti kalimat “Minter m’ia nangkih batang nggecih.” à “Minterme ia nang-kih batang nggecih.” Dan yang dicari adalah subjek dan predikat saja, karena yang dicari kalimat inversi.

Anak Perana Perlajang Mentasi Kerangen Tua

Adi lit bage, buah kayu eme ipan Sembiring mergana, jumpa bu-lung kayu si nguda eme iulam, palaren ia la ningen lumben i tengah ke-rangen tua. Dem kal kebiaren, apai la bage iidah perlajang ndauh-ndauh nari sada badak meliar, enggeltus. Andiko, mbiar kal anak Sembiring mergana la teralang. Minterme ia ngenangkih batang nggecih. Nggirnggir kal ia natap i datas nari. Kenca mentas badak ndai maka enggo mulih kesah anak Sembi-ring mergana. E maka nusur ia, ia nerusken perdalinenna mentasi kerangen si melungun. La erngadi-ngadi jumpa ia i bas kerangen tua e, belkih ras rangona, bage pe uili ras wangkahna. Perban galang wangkah e, gedang ka sawitna, rukur anak Sembiring mergana anahna erdalin, rubia-rubia si enda labo dalih man bangku, nilahnge ia adi jumpasa manusia. Sambarka uarina, sekali enda rembang sangana pantek ciger, jumpa ia ras nipe sawa, ringki jine, beliden asang kuran si galang. Manai kel langlang senggetna, seh nder-kuh perlajang perban biarna. Nggirnggir bitesna manai tehna jermukan. “O, isekin engko, kutelinme engko sendah, sendah narime ngenca uarimu, la enggo penah manusia pang merjat kerangen inganku enda, pala lebih kal kinigurunmu,” nina ringki ei.
“Adi telin kin aku nindu o, nini si mada kerangen, telinlah! Adina mate ma lampas kal aku jumpa ras bapa, bagepe ras nande beru Ginting,” ngandung anak melumang, alu merendeh sorana erkesi-kesi rikut biarna.
“Adi bagekin la banci engko kutelin, perbahan engko la erbapa la ernande. Adi kutelin ko, nembeh kal Dibata,” nina ka nipe sawa ndai. “Ku japange perdalinenku, o, nini,” nungkun anak Sembiring mergana anahna mungkuk, janah ikelewetina alu dem kebiaren. “Bagenda, (bage enda) ……..
ola nai engko tangis, tangkel kari pinakitmu. “Ikut-ikut bekasku adah. La nai ndauhsa, kenca mate bekasku kari, jumpa ko sada batang kayu mbelin ningen meganjang, meranti gelar kayu e. Minter nangkih ko, kencana engko seh i datas tatap ku sunduten, daksina, kahe-kahe ras kolu-kolu. I japa kari idah ko cimber api, i jeme kuta,” bageme nina nipe muatna sirang ras anak perana si lumang.
Hio, berkatme anak Sembiring mergana. Kenca idat batang kayu mbelin, minter inangkih anak si lumang batang kayu meranti tua e, she tuhu ganjangna. “Reh kal ko angin meter, o, angin kabakaba maka telpung kal ba-tang meranti enda maka lampas aku jumpa ras nande, ras bapa,” nina anak Sembiring mergana. Bage gia pemindon anak Sembiring mergana, la reh angin meter, bulung-bulung pe la kemuit, la kange sahun ia mate. Itatap Sembiring mergana kempak ku sunduten. Lit payo gebuk api, erdigal kal itatap Sembiring mergana. “O, nande, ndauh denga kal gebuk api adah, bi-cara idalani dua tah telu berngi agakna maka aku seh, e pe adi dalin pinter, enda dalin pe labo lit, apai kerangen tua,” nina ukur anak si lumang. E maka piah nusur anak Sembiring mergana, iteruskenna erdalin mentasi kerangen
si mesawang. Gedang-gedang udalin ibegi anak si lumang, sora kulikap-kulikap erkiah-kiah, sora imbo ernubung, sora mawas ercah-cah, sora enggang erenggrak, sora kuliki erkulik-kulik, sora uo erkuo, bage pe ndauh-ndauh nari sora gajah ernguak.
Dungna kal jumpa ia lau mbelin, idahna lit batang-batang i tengah lau mbelin. I jeme ipedemken anak si lumang. Ope tunduh, ersura-surame ia, meder kal ko udan bas berngi enda gelah mbelin lau, minter kari mombak
aku ku berneh o, nande bapangku, manai kal langlang suina geluhku.
Pepagina terangka uari, lampas ia medak. La kange reh lau mbelin. E maka itadingken anak Sembiring mergana batang-batang ndai.

Inversi : 40
Non inversi : 15

Sembiring mergana erpetala-tala ras arimo

Sangana ia erdalin mentasi kerangen tua e, rempet ia erpetala-tala ras arimo si mbelin, mburagas kepeken si gedangna la kurang sada depa ka-lak gedang. Erngaur megang mburagas, tempa-tempa njerngem langkah mburagas. Andiko, jebab naringe anak Sembiring mergana. Nderkuh ia erkiteken enda denga ia jumpa ras arimo sibagenda belinna, bagi dagangen mbentar ayo perlajang si nguda. Idah Sembiring mergana sawit arimo si te-lap, si mahan tambah biarna. Menam keri belas-belas Sembiring mergana. Erngaur ka mburagas.
“O ……….mateme engko sendah kujerngem, la penah manusia pang mentasi kerangen inganku enda. Tah kimawen lit kelebihenmu,” bage-me sora arimo la erngadi-ngadi.
“Adi ipankin aku, o, nini si mada kerangen panme gelah, teka-teka lampas kal aku jumpa ras nande, bage pe ras bapa ndube. Endame kal sura-surangku o, nini si mada kerangen. Gia labo lit nari sijorena sikerajangen-ku. Madinme aku mate gundari,” ngerana anak Sembiring mergana, iher ngandung. Suksuk naringe ia janah nggirnggir bitesna. Itutupi sembiring mergana ayona salu tanna duana.
“Iyah, perbahan engko la ernande ras erbapa, engko la biak man pangan. Adi kujerngem engko, je nari kupan, ersalah aku man Dibata, “ nina
arimo ndai. Dungna piah melemuk arimo ndai, mania bagi sitangtang ndube. Meh takal anak Sembiring mergana ngaloken si enda kerina.
Kenca bage ituduhken nini kerangen tapin Datuk Rubia Gande, si la
ndauh sirang perjumpanna mburagas ndube.

kalimat inversi sebanyak 17 kalimat
kalimat non inversi sebanyak 10 kalimat.

Perjumpan ras Datuk Rubia Gande

Deher tapin ndaime Sembiring mergana kundul i datas batu. Latih kal akapna, curcur panasna perbahan rembang uari pe paksana ciger. Tupung e ku lau nini Datuk Rubia Gandai. Minter idah anak Sembiring mergana sekalak tua-tua si ope tandaina. Mbiar kal ia.
“Iah………engko kalak petua-tuaken, ngkai maka engko pang ku tapinku enda? Sienggona isepe mabo pang ku jenda. Pala lit mawen beteh-betehenmu. Engko mate sendah, la tampil lang. Kentisik nari engko ipan-cung simbisangku,” ngerana Datuk Rubia Gande. Isapu-sapuna janggutna si nggedeang, janahna njerleng tetap ku anak perlajang, simanai iteh jermu-ken. “Adi ipancung nindu sehkenlah niatndu, o, nini Datuk Rubia Gande. Dah, kam ola kal tama gelutndu, aku enda anak melumang. Aku la ernande, la erbapa, kam kap, o, nini jine si mada pertimbangan, ola kam erayo,” nina perlajang merendeh. Je nari rende anak Sembiring mergana. Medale ningen meriso kal sorana ibegi Datuk Rubia Gande.

Kai getuken dahan lulang,
la pe nigetuk maler duruhna.
Kai getukan anak melumang,
La pe nigetuk maler iluhna.

Naktak kunukan iluh Datuk Rubia Gande megi sora kempuna ren-de. Perbahan kai, terkuit kal akapna pusuhna. Eme sababna maka piah ia la mindo tole, gelah ituriken Sembiring mergana terdauhen geluhna.
“Ibegiken nini, maka rende aku sekali nari,

Gambas sinangkih lulang,
gundur sada daling
Lampas tading melumang,
mlumbur menda perdalin.”

Je nari niumputina bicarana terdauhen: “Ndekah kalme aku mesikel
jumpa ras nande bapa, si enggo leben, I bas perdalinenku niari kerangen Rimba Raya enda. Kencana aku jumpa ras nipe sawa, ringkina, si ma mbera nelin aku, bagepe mburagas si la nggit aku ndube. Jadi bagemelah nini si meteh pate geluhku, bunuhme gelah aku genduari, olai nai kal olang-olangi. Maka lampas kal aku jumpa ras nande bapa,” nutup ranan anak sembiring mergana, iher erkesi-kesi.
Hio, mobar pusuh Datuk Rubia Gande, i bas menjingar campur merawa nari nehseh jadina ku kuah ate. Ambah turah ukurna ku ukur kepate.
Seh dungna pusuna leket ku melias ate dabuhna.
“Ridi dage aku lebe kempu, kundulken i das batu ena kentisik,” nina ninina. Enggo kenca Datuk Runia Gande ridi, iperidinape anak Sembiring mergana, si enggo mbiring – igusgusina. Dung kenca Sembiring mergana ridi, ipepayona retak tan kempuna. Mehuli……biak bangsa raja kepeken, jelmana mbestang popona janah merupa.
Mulih i tapin nari ras Datuk Rubia Gandeme ia ku rumah. I tengah dalin ercakap-cakap ia duana, nina Datuk Rubia Gande kempaksa: “ Ola kari atendu ceda ngidah bibindu i rumah, si Tulak Kelambir Gading. Eme anaku, gelah enggo ietehndu,” bageme bicarana alu manjar-ajar duana erdalin.
“Lang, nini, meriah nge ukurku,” jabab Sembiring mergana. Seh kenca i rumah erdakanme Tulak Kelambir Gading.
“Kuhi bengkaunta maka man anak Sembiring mergana,” nina Datuk Rubia Gande ngata anakna.
“Enggome tasak nakan ras adumna, pa, kataken temue ndai ku ru-mah,” nina Tulak Kelembir Gading.
“Ota, ku rumahken, adah bibindu i rumah,” nina Datuk Rubia Gan-de. E maka ku rumah anak Sembiring mergana. Man sada, dua ngkebabah, telu ngkebabah Sembiring mergana, kenca bage ielahkenna
“O, langnga sibarna kam besur, bapa, ngkai maka mintes (minter) kam elah tah lit nge si mesuindu,” nina bibina.
“Payonge langnga bibi…….labo kadengkupe mesui. Situhuna bibi, perbahan ndekahme aku la man. Adi rempet kubesuri tama pinakit kari man bangku. Eme dalanna maka la pang aku mesurisa. Adi labo mesui pepagi terbuaen aku man, nini anak Sembiring mergana. La nigejapna naktak iluhna erkiteken megogo atena. Desme bagi singonggar batang buruk.
“Ola kam ngandung, bapa. Kugape litnge jelma i das kendit si mbe-lang , i teruh langit meganjang, i lepar lawit si mangko-angko. Enggo gia mate bapandu, adah bapanta sirasken, adah nandenta sirasken, gelah ola kal kam tangis bagem teriiluh-iluh,” bageme nina Tulak Kelambir Gading, si pengayan-ngayanna i tualang si Mandeangin, si inganna i das gumban si mbe-lang. Ia me kap munuhisa kerina pawang si atena ngenangkih tualang.
“Enda pagi ola ia ibunuh,” nina Datuk Rubia Gande, anahna nga-jarkan tahpe medahi Sembiring mergana.
“Bahan denggo tandana benang arang jenari ambungken ku datas, janah buat pagi kambing mbentar. Lepasken manuk si cabur bintang, janah erpangir nguras engko pagi,” nina Tulak Kelambir Gading.

Kalimat inversi sebanyak 33 kalimat
Kalimat non inversi sebanyak 21 kalimat

Untuk menentukan subjek atau predikat hanya bayangan saja, tetapi pasti, karena subjek dan predikat bukan dari satu kata saja (frasa).

4.6.9 Kamus kecil untuk 3 naskah (Anak Perlajang Mentasi Kerangen Tua,
Sembiring Mergana erpetala-tala Ras Arimo, dan Perjumpaan Ras Da-
atuk Rubia Gandai)

adi = kalau
adina = andainya
adah = itu, menjurus pakai jari telunjuk
agakna = kiranya
aku = aku
alu = dengan
ambah = tambah
ambungken = dilempar dengan membuang ke atas
anakna = anaknya
andiko à jenis kata interjeksi
apai = mana
ayona = ayo = muka, ayona = mukanya

b
bage = begitu
bageme = begitulah
bagenda = begini
bahan = buat
banci = boleh
bangku = kepadaku
bangsa
bapa = bapa
bapanta = bapa -nta = bapa kita
batang = batang
begiken à begi = dengar, begiken = dengarkan
beliden (belinen) = besaran
bengkau = gulai
berneh = lembah
beru à laki-laki disebut merga (marga), perempuan disebut beru
besur = kenyang
beteh-betehen à ilmu tentang kekuatan
biak à keturunan
bibi à panggilan kepada saudara ibu atau saudara ayah
bibindu = bibimu, -ndu panggilan terhormat
bicara = andai
bites = betis
buah = buah
buat = ambil
bulung = daun

c
cabur bintang à maksudnya berbintik-bintik (warna) ayam
campur = campur
ciger = matahari berada di atas kepala
cimber = berasap

d
dagangan = kain putih
dah = cakapan à jenis kata partikel
daksina = selatan
daling = akar papan yang terdapat pada pangkal pohon, berbentuk papan
das = atas
datas = di atas
dalin/dalan = jalan
deher = dekat
dem = penuh
denga sinonimnya belum
depa = ukuran dari badan
Dibata = Tuhan
duana = berdua
dungna à dung = seleai, dungna = akhirnya

e
elah = selesai makan
em = itulah
enda = ini
endame = inilah
enggo = sudah, selesai
engko = engkau
erayo-ayo = pilih-pilih
erbapa = berbapa
ercah = menirukan bunyi kera hitam
ercakap = bercakap
ernubung = menirukan bunyi imbau
erdalin = berjalan
erkata = berkata
erkiak = menirukan bunyi kera
erkite-kite à kite-kite = titian, erkite-kite sinonimnya penyebab
erkesi-kesi = menangis tersedu-sedu
erkuasa = berkuasa
ernande = beribu
erngadi-ngadi = berhenti-henti
erngaur = meniruka suara harimau
erpangir à pangir ada jeruk, dauanan dan lain-lain ditaruh air, erpangir = berpangir
ersura-sura = hajatan
erengganggak = menirukan bunyi enggang

g
gajah = gajah
gambas = gambas atau petola
ganjang = tinggi
ganjangna = tingginya
gebuk = asap bakaran
gedang = panjang
gelah = agar
geluhku à geluh = hidup, geluhku = hidupku
gelut = sakit hati
getuk = cubit
getuken = cubitan
gumban à pada cabang kayu besar ada tempat berbuat sesuatu
gundur = labu yang berabu sesudah tua

hio à konjungsi antar kalimat

i
ia = ia
i-begi-na = di-dengar-nya
i-bunuh = di-bunuh
idah-na = lihat, tampaknya
i-dalin-ken-na = di-jalan-kan-nya
iher = sambil
iluh = iluh
i-nangkih = di-panjat
ingan-ku = tempat-ku
i-pan = di-makan
i-pancung = di-pancung
i-pedem-ken-na = di-tidur- kan-nya
i-pe-payo-na = di-prefiks pe-, payo = benar-nya
i-sapu-sapu-na = di-sapu-sapu-nya
ise = siapa
i-tading-ken = di-tinggal-kan
i-tatap-na = di-tatap-nya
i-teh-na = di-ketahu-nya
i-turi-ken = di-ceritera-kan

j
jabab-na = jawab-nya
janah = sambil
japa = dimana
janggutna = janggutnya
je = situ
jebab = gugup
jelma-na = jelma = orangnya
jeme = di situlah
jumpa = jumpa
je-nari = dari situ
jenda = di sini
jerleng = melihat dengan mata tajam
jerngem à sinonimnya seperti anjing menangkap ayam, memeluk dan meng-gigit

k
kabo à ka maksudnya juga, bo memperkuat kata
kade-ngku à kade sesungguhnya famili, tetapi pada kesempatan ini maksud-nya anggota tubuh, -ngku = tubuh-ku
kai = apa
kal = sangat
kahe = ke hilir
kam à panggilan kepada orang yang dihormati mungkin karena umur, orang-tua
kange = begitukah
kari = nanti
kata-ken = kata-kan
ke-biar-en à biar (mt), mbiar = takut, kebiaren = ditakuti
ke-lebih-en-mu à lebih = kebanyakan, kelebihenmu sinonimnya istimewamu
ke-manusia-nmu à istimewa kemunusiaannya
kempak-sa à kepadanya
kempu = cucu
kemuit = bergerak
kenca/kencana = sesudah
kendit = rata
kentisik (ntisik) = sebentar
kepate = iba
kepeken = rupanya
ke-pultak-en à pultak sinonimnya tembus, kepultaken à arah matahari ter-bit
kerangen = hutan
keri = habis
kerina = semuanya
kesahna = nafasnya
ke-sundut-en = matahari terbenum
kimawen/mawen = terkadang, kadang
kini-guru-n = ilmu yang dimiliki, dalam hal ini menjaga diri
kin = kan
ko = engkau, panggilan kepada orang lebih muda
kolu = ke hulu
ku = ke
ku-besur-i à besur = kenyang, kubesuri = kukenyangi
kugapape = bagaimnapun
ku-jerngem à lihat jerngem
kuhi à lengkapi, dalam hal ini sayur, kuh = lengkap
kulikap = sejenis kera berwarna hitam
kuliki = elang
kundul-ken à kundul = duduk, kundulken sinonimnya silakan duduk
kune = andainya
kunuken =
kuran = wadah/tempat air terbuat dari bambu sebanyak 2 atau 3 ruas
ku-telin à telin = telan

l
la = tidak. tak
labo = tidaklah
lampas = cepat
lang-kin = tidak-lah
langkah = langkah
langkah-na = langkah-nya
latih = capaek, lelah
lau = air, sungai
lebe = di depan
leben = lebih dahulu
lebih =
leket = lengket
lepar = seberang
lit = ada
lit-nge à kira-kira ada
lulang = pohon jarak

m
mada à si mada kerangen, yang berkuasa hutan, mada = punya
mabo à ma = tidak, mabo = tidaklah
madin = lebih baik
maka = maka
maler = meleleh, air mata meleleh
man à bacanya agak panjang à maan = makan
medak sinonimnya bangun dari tidur
manjar-anjar = perlahan-lahan
manuk = ayam
mangko-angko à air laut mangko-angko, bergerak beriak
manusia = manusia
mate = mati
mawen = kadang, kadang-kadang
m-belang à belang (mt) mbelang = luas/ lebar
m-belin à belin (mt), mbelin = besar, dewasa
mbera = bisa
m-bestang à bestang (mt), mbestang = kekar
m-biar à biar (mt), mbiar = takut
mburagas = jantan harimau
me = lah
meh = sakit kepala / puyeng
menda = lah ini
medah-i-sa à medah kata dasarnya pedah à nasehat, medahisa = menasehati
meder = hujang deras
medale = lemah-lunglai
megang = suara orang yang keras
me-ganjang à ganjang (mt), meganjang = tinggi
megi = orang mendengar
megogo = sedih
me-huli à huli (mt), mehuli = baik
mejingar = matanya memandang tajam
me-liar à liar (mt), meliar = matanya terbelalak
melias = berperasaan halus
melumang = yatim-piatu
melumbur =
menam = hampir
mentas = orang lewat
mentasi = melewati
merendeh = suaranya sayu
merawa à rawa (mt), merawa = garang,
mergana = marganya
merjat à kata dasarnya perjat, merjat = menginjak
merupa à sinonimnya wajahnya tampan
mesawang = angker à hutang itu mesawang
mesui à sui (mt), mesui = sakit
minter/mintes = langsung
mobar = mubazir
mombak = hanyut
muatna = ketika ia hendak
mulih = pulang
mulihken = silakan pulang
mungkuk = bungkuk
munuhsa = membunuhnya

n
nai à nari = dari
nakan = nasi
nande = ibu
nangkih = panjat
nari = dari
naktak = jatuh
natap à kata dasar tatap = melihat jauh
ndai = tadi
n-dauh à dauh (mt), ndauh = jauh
ndauhsa = terlalu jauh
n-deher à deher (mt), ndeher = dekat
nderkuh = menangis histeris
ndube = peristiwa masa lalu
nehseh à tanah yang digali, kemudian ada hujan, tanah itu disebut nehseh
nembeh àkata dasarnya tembeh, nembeh = ditegur, dimarahi
nerusken à diteruskan
ngadi = berhenti, istirahat
ng-alo-ken à alo = terima, ngaloken = menerima
ngandung = menangis tersedu
ngata à kata dasarnya kata, ngata = mengata
ngayan à burung pada sore hari bekumpul pada ranting pohon à tempat burung itu bertengger berulang-ulang disebut ngayan, ingan perik er-ngayan
nge = menguatkan arti kata mendahuluinya
ngenca = hanya
ngerana = berbicara
nggecih = kayu susu
nggeltusna = jantan badak
nggirgir = gemetar
ngia à
ngkai = mengapa
ngonggar = bongkar
ngke-babah à babah = mulut, ngkebabah = sekali masuk musuk
niar à siar, niar = menjelajah
ni(i)eteh à eteh = tahu, ieteh = diketahu
ni(i)gejap à gejap = rasa, igejap = dirasa
ni(i)keleweti à kelewet = keliling, ikeleweti = dikelilingi
nilah = menghindar
ni(i)pan = dimakan
nina = katanya
nindu = katamu à -mu untuk sopan dipakai –ndu, à nindu
ningen = kata
kata menurut penulis adalah kata baru bagi bahasa Karo, karena (nina, nindu, ninta = kata kita, dan ningen) kurang praktis maka kata kata diserap pada bahasa Karo.
nini à nini tudung = nenek perempuan, nini bulang = nenek laki-laki
nipe = ular
ni(i)ulam = diulam
njerngem = memeluk dan menggigit, umpamanya anjing njerngem burung

ni- = prefiks i-, tetapi ni- dipakai mungkin dalam bahasa sastra, dalam bahasa sehari-hari tidak mungkin terdengar lagi, perlu diketahui bahwa pengarang ceritera Pawang Ternalem adalah R. Bukit.

o
o à jenis kata interjeksi
ola/ula = jangan
ope/sope = sebelum
ota = kata mengajak, ayo

p
pagi = esok hari
pagi-pagi = pagi (hari)
pala à sinonimnya mungkin, barangkali
pala-pala (mt), palapala+na à pala-palana = jangan tanggung-tanggung
palar-en à palar (mt), palaren à asal tidak kelaparan
pan (mt) à i-pan à ipan = dimakan
pang = berani, panglima = lima orangpun berani ditantangnya
pantek = tegak lurus, matahari tegak lurus di atas kepala
pate à penjelmaan dari kata mate (mati), pate-geluhku = hidup-matiku
pe = pun, juga
penah/pernah = pernah
pengayan-ngayanena à tempat ngayan (lihat ngayan)
pepagi = nanti, akan datang
pepagina = kesokan harinya
perana à anak perana = anak muda
perbahanen (perban) à per-bahan, bahan = bikin/buat, perbahan = perbuatan
perdalin à per-dalan/dalin, dalin = jalan, perdalinen = perjalanannya
perlajang àlajang (mt) = perlajang = perantau
petala-tala à seharusnya er-petala-tala = berhadapan
petua-tuaken à pe – tua, petua-tuakan = arogan
pinakit = penyakit
popona à popo-na, popo = raut wajah, popona = wajahnya
pusuhna à pusuh sesungguhnya jantung, dalam hal ceritera ini pusuh mak-sudnya sakit hati

r
rango = jantan rusa
ras = bersama, ras kita = bersama kita
reh = dating
rempet = tiba-tiba
rembang = bertepatan
r-ende à ende = nyanyian, renda = bernyanyi
retak = suratan tangan
ridi = mandi
ringki = ular jantan
rubia – rubia = hewan-hewan hutan
r-ukur à ukur = pikian, rukur = berpikir

s
sabab = sebab
sada = satu
salu/alu = dengan, ia menutup muka dengan dua tangan
sambar = tukar, ganti, berubah
sanga = sedang, waktu
sawa à nipe = ular sawa, ular batik
sawit = taring, dalam hal ini taring babi hutan
seh = sampai
sehken = sampaikan
sekalak à kalak = orang, sekalak = seorang
sekali = sekali
sekali enda = sekali ini
senda = hari ini, saat ini
sengget = terkejut
si à mana suka (boleh menjadi artikel, boleh menjadi partikel, menjadi interjeksi, dan boleh menjadi se-
sibar = ukur, waktu à sibarme kuakap enggo she
sibarna = sinonimnya waktunya
sikel = ingin
sikerajanganku à siker-ajang-an-ku =bahagian ku
simbisa = orang disegani/ditakuti
sirang = berpisah, bercerai
si-ras-ken = kiat bersama
si-tuhu-na à tuhu =benar, situhuna = sebenarnya
sora = suara, bunyi
suksuk = jongkok
sura (mt) à sura-surangku = keinginanku, cita-citaku

t
tading = tinggal
tah = entah
tama = taruh
tampil = maju, maju ke depan/ masuk nominasi
tanda = tanda
tandai = dikenali
tangis = menanmgis
tangkel sinonimnya menempel, lengket
tapin = tempat mandi, pemandian
tasak = masak, matang
teka à arti sesungguhnya mencangkul sawah, tetapi teka-teka = mudah-mudahan
tempa-tempa (tempa) = seolah
temuai = tamu
teralang = tanggung
terbuen à ter-bue-en, bue (mt), mbue = banyak
terdauhen à ter-dauh-en, dauh (mt), terdauhen = lebih jauh
teriluh à ter-iluh, iluh = air mata, teriluh = mengeluarkan air mata
terkuit à ter-kuit à kuit = sentuh, terkuit = tersentuh
teruh = bawah
tetap = tetap
tole = lagi
tua-tua = para orang tua
tualang à pohon yang sangat tinggi, biasanya terdapat di hutan belantara
tulak = tolak
turi à turi-turin = ceritera

u
uari-na (wari-na) = hari-nya
uili (wili) = babi hutan
uo à jenis burung

w
wangkah à babi jantan hutan


4.7 Kalimat Majemuk

4.7.1 Kalimat Majemuk Setara

Masih ingatkah Anda, apa yang dimaksud dengan klausa? Pemaha-man klausa dalam kalimat majemuk sangat penting. Tanpa memahami klausa
pasti Anda sulit mengerti apa yang dimakasud dengan kalimat majemuk. Oleh karena itu, lagi-lagi pengetahuan klausa dijelaskan, berikut ini penjelasannya.

Yang dimaksud dengan klausa adalah sederetan kata-kata yang di dalamnya terdapat satu subjek dan satu predikat, deretan kata-kata itu ber-peluang untuk dijadikan kalimat tunggal, contoh:

- Rudi pergi ke kios dan Ina ikut juga.
a b
Pada deretan (a) Rudi sebagai subjek, dan pergi sebagai predikat, pa-da deretan (b) Ina sebagai subjek, dan ikut sebagai predikat. Dari contoh itu dapat diketahui bahwa dari deretan (a) Rudi adalah subjek, dan pergi adalah predikat. Demikian pula pada deretan (b), Ina adalah subjek, dan ikut adalah predikat. Dengan demikian, Rudi pergi ke kios merupakan satu klausa, dan Ina ikut juga, juga merupakan satu klausa.
Seperti apa telah disinggung bahwa klausa berpeluang membentuk kalimat tunggal, maka pada deretan (a) jika diakhiri dengan tanda titik (.)à Rudi pergi ke kios (.) jadilah kalimat tunggal, dan itulah yang disebut satu klausa. Apabila dalam deretan kata-kata lebih dari dua klausa disebut kalimat majemuk. Kalimat yang mengandung dua klausa atau lebih, klausa-klausa itu dihubungkan oleh konjungsi, seperti konjungsi kordinatif à dan, tetapi, atau sehingga membentuk kalimat majemuk setara, contoh-contohnya:

- Pengurus Darma Wanita mengunjungi panti asuhan dan mereka memberi-
kan penghuninya hadiah.
- Ada perempuan menumbuk padi dan ada pula perempuan menampi beras,
tetapi suami-suami mereka asyik membahas permainan catur.
- Anda harus meminjam uang dari Bank atau menjual rumah untuk mem-
peroleh uang tunai.
- Ka Des itu tidak merokok dan Pak Kades tidak mau melihat rokok ada di
meja dan tidak mengizinkan stafnya merokok di kantor.

Coba cari berapa klausa tiap-tiap kalimat di atas.

kalimat (1)……..klausa kalimat (2) …….klausa
kalimat (3) …….klausa kalimat (4) ……. klausa

Pernah seorang siswa bertanya, “Ketika saya membuat makalah, dalam kalimat yang saya buat terdapat tiga dan (maksudnya konjungsi) de-ngan adanya tiga dan itu, rasa-rasanya kalimat itu tidak enak didengar, bagai-mana caranya supaya enak didengar?

Jawab:
Dalam kalimat majemuk setara, pada klausa kedua, konjungsi boleh dilesapkan, lalu sebelum konjungsi (dan) itu dibubuhi tada koma (,), dan konjungsi dan berikut dilesapkan, kecuali konjungsi (dan) terakhir. Contoh diambil dan diperbaiki dari kalimat (4) itu à KaDes itu tidak mau merokok, KaDes tidak mau melihat rokok ada di meja dan tidak mengizinkan stafnya merokok di kantor. Dari kalimat (4) yang telah dirubah itu dapat terlihat bah-wa konjungsi dan tinggal satu. Agar kalimat itu merupakan satu rangkaian perlu dibubuhi tanda koma (,), dan konjungsi dan terakhir tetap disertakan, Contoh berikutnya dari (kalimat 2) : à Ada perempuan menumbuk padi, dan ada pula menampi beras, tetapi suami-suami mereka asyik membicarakan permainan catur.

4.7. 2 Kalimat Majemuk Setara Bahasa Karo

Adapun kalimat majemuk setara dalam bahasa Karo, konjungsinya adalah: janah, bagepe, tapina, tahpe, contoh kalimatnya:
- Singuda-nguda nutu page janah nande-nande miarisa, tapina bapa-bapana
ncakapken kalak si kalah ersatur. terjemahan à singuda-nguda = anak
muda perempuan, nutu = menumbuk, page = padi, janah = dan, nande-
nande = ibu-ibu, miarisa = menampinya, tapina = tetapi, bapa-bapana à
bapa-bapanya, ncakapken = membicarakan, kalak = orang, si = yang, kalah
= kalah, ersatur = bercatur
- Biaya perempo anakndu ei minjam sen atendu tahpe atendu ndayaken ju-
mandu. terjemahan à perempo à per-empo = per-kawinan, anak-ndu à
-ndu = -mu, tetapi -mu tidak pantas diucapkan oleh orang labih muda ke-
pada lebih tua, apalagi kepada orangtua, ei (e) = itu, minjam à pinjam à
setelah mendapat m- à meminjam, sen = uang, atendu à ate + ndu à hati
mu, tahpe = ataupun, atendu ndayaken = n-daya-ken à daya = jual, nda-
yaken = menjualkan, jumandu à juma = ladang/kebun, ndu
- Perpulungen Sembiring mergana ndahi Panti Asuhen anak terlantar janah
mereiken sumbangen man Panti Asuhen e. à per-pulung-en à pulung =
kumpul, perpulungen = perkumpulan, n-dahi à dahi = datangi, n- à
prefiks à = men-, janah = dan, mereiken à m-erei-ken, erei maksudnya,
berei, mereiken = memberikan

4.7.3 Kalimat Majemuk Bertingkat

Adapun kalimat majemuk bertingkat konjungsinya adalah: sebelum, walaupun, karena, selama, dan di bawah ini contoh-contoh kalimatnya.

- Kita tidak boleh berbicara sebelum pimpinan kita memberi kesempatan.
- Pedagang itu harus membayar retribusi walaupun barang dagangannya
belum laku.
- Cabup Tanah Karo menyatakan kebanngaannya karena ternyata pemilih-
nya lebih 500 ribu suara pemilih setelah suara itu dihitung ulang.
- Para mahasiswa Tanah Karo pantang menyerah selama hayat di kandung
badan.

Ada yang bertanya, bagaimana yang dimaksud dengan kalimat maje-muk setara?
Jawab:
Perhatikan kalimat ini à Kesebelasan kami menang di Perbaungan. Pada kata kami itu disematkan kata-kata yang dipimpin Budi, sehingga kali-mat itu menjadi:
Kesebelasan kami yang dipimpin Budi menang di Perbaungan. Kata-kata yang disematkan à yang dipimpin Budi merupakan anak kalimat, se-dangkan klausa utama adalah à Kesebelasan kami menang di Perbaungan. Klausa utama dengan klausa sematan/anak kalimat, bila diamati bahwa klausa yang dipimpin Budi merupakan bagian dari klausa utama, sehingga klausa-klausa itu membentuk kalimat majemuk bertingkat, sedangkan pada kalimat majemuk setara klausa satu bukan dari bagian yang lain; klausa-klausa majemuk setara mempunyai kedudukan yang sama. Coba amati klau-sa-klausa kalimat-kalimat majemuk setara yang lalu (kalimat 1, 2, 3 dan 4).
Kalimat majemuk bertingkat boleh dirubah dengan anak kalimat mendahului induk kalimat dengan cara, didahului dengan konjungsi dan diberi tanda koma, lihat kalimat-kalimat di bawah ini.
- Sebelum atasan kita mengambil keputusan, kita jangan bertindak.
- Walaupun dagangannya belum laku, pedagang itu harus membayar retribu-
si.
- Selama hayat masih dikandung badan, para mahasiswa itu pantang menye-
rah.
- Setelah suara itu dihitung ulang, Cabup Tanah Karo menyatakan kebang-
gaanya karena ternyata pemilihnya lebih 500 ribu suara pemilih.

Kalimat majemuk bertingkat bahasa Karo

Kalimat majemuk bertingkat pada bahasa Karo, konjungsinya ada-lah: sope, ribagia, erkiteken, dan adikin.

- Kita la banci ngerana sope pimpinannta mereiken waktu.
- Pedagang kios mereiken retribusi leben ribagia langa laku barangnta.
- Cabup Tanah Karo meriahkal ukurna erkiteken 500 ribu kalak si milih ia.
- Mahasiswa Tanah Karo pantang menyerah adikin lit denga kesah.

Anak kalimat mendahului induk kalimat,

- Sope pimpinanta mereiken waktu man banta, kita la banci ngerana. à sope
= sebelum, pimpinanta à pimpin-nta = pimpinan (nta) kita, mereiken à
merei-ken à memberi-kan, waktu, man = kepada, banta à kepada kita,
kita, la = tidak, banci = boleh, ngerana = berbicara.
- Ribagia langa laku barangta, bancinge kita mereiken retribusi leben.
àribagia = walaupun, langa = belum, laku, barang-nta = barang kita,
bancinge = boleh saja , kita, merei-ken = memberi-kan, retribusi, leben =
lebih dahulu

Menurut kebiasaan orang Karo, tidak biasa mengucapkan barangku, walaupun barang itu miliknya sendiri, tetapi menyebutnya barangnta.

- Erkiteken 500 ribu kalak si milih ia, cabup Tanah Karo mereiah ukurna. à
er-kite-ken à er- = ber-, kite = titian, -kan = -kan, kalak = orang, si = yang
milih = memilih, ia = ia/dia, meriah = senang/bahagia, ukur-na = pikiran
- Adikin lit denga kesah, mahasiswa Tanah Karo pantang menyerah. àadikin
= kalaulah, lit = ada, denga = lagi, kesah = nyawa, pantang = pantang, me-
nyerah


















4.7.4 Lampiran Lagu Karo
























REFERENSI

Anton M. Moeliona, et. al, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Dep. P dan K, Jakarta, 1988
P. Tamboen, Balai Pustka, Djakarta,1952



























G. Tarigan
Lahir 16 Agustus 1940
di Rumah Galuh, Biru-biru, Sumatera Utara




Pengalaman Kerja

1 Agustus 1960 diangkat mejadi guru SD Neg. Bangun Mulia di
Km. 11, Tanjung Morawa, Medan
1 Mei 1966 ditugaskan ke Irian Jaya, Pegunungan Tengah, Jayawi-
jaya
20 Juni 1966 mulai bekerja pada SD YPPGI Kelila, Jayawijaya
1 Juni 1971 Staf Dinas P dan K Prop. Irian Jaya
1 Agustus 1972 Kepala Seksi Bangunan Tanah di Dinas P dan K
1 Juli 1975 Kepala Seksi Pengolahan Ceritera Rakyat dan Adat-Istiadat
1 April 1988 Kepala Seksi Perbukuan Luar Sekolah Dinas P dan K Prop
Irian Jaya merangkap Kep. Perpustakaan